Helping Hand

Jadi seminggu yang lalu, saat saya lagi duduk santai di sofa favorit saya di Food Connection MOI, tepatnya sedang berusaha keras menyelesaikan hutang baca saya (fiuh…!), sudut mata kanan saya menangkap bayangan seseorang datang mendekat. Saya duduk dengan menekuk kaki ke dada, dan bayangan itu datang pas sembilan puluh derajat ke tempat kami.

Kelihatannya dia terburu-buru. Tadinya saya mengira itu pengunjung yang sedang mengincar sofa kosong, mengarah ke kami tapi nantinya pasti belok arah. Eh tapi di belakang dan di depan sofa kami kan tak ada sofa kosong. Semua ditempati. Ternyata dia berhenti tepat di sebelah saya. Saya mengangkat kepala.

Seorang anak muda, memakai kaos berkerah warna putih dengan jeans biru, bersepatu casual. Rambutnya pendek, kulitnya coklat-coklat gitulah. Di tangan kirinya dia menggenggam blackberry, sementara tangan kanannya memegang semacam kartu atau buku kecil. Oh, mungkin ini salah satu owner dari tenant di sini, dan barangkali dia ada perlu dengan saya, begitu pikir saja. **cepat kali memang kakak ni berganti skenario ya… πŸ˜€

Dia memperkenalkan diri sebagai perwakilan dari sebuah lembaga or apa gitulah, yang mencari bantuan dana untuk anak yatim piatu. Suaranya bergetar-getar saat bicara. Tapi saya terus terang kaget, terpana, kok anak muda ini bisa lolos masuk ke mall untuk mencari sumbangan?  Dia tidak terlihat seperti tukang minta sumbangan, sama sekali tidak. Katanya, mereka berkantor di Gedung Sampoerna. Saya bimbang, antara ragu dan rasa kemanusiaan. Di satu sisi tak ingin menolak, tapi di satu sisi tidak percaya atas kebenarannya. Kan di gedung Sampoerna itu juga banyak kantor virtualnya, jadi tak perlu ada fisik kantor, cukup ada kotak pos dan nomor telepon. Jadi meski berbadan hukum sekalipun, rasanya kurang puas aja kalau saya gak tahu fisik dari yayasan yang akan dikasih sumbangan. Jadi secara tidak sadar saya sudah menolak karena sudah curiga duluan, dan memang akhirnya saya katakan Γ’β‚¬β€œ dengan perasaan tidak enak Γ’β‚¬β€œ kali lain saja. Saya katakan terus terang, kalau saya sudah biasa menyumbang ke beberapa yayasan. Anak muda itu berlalu, dengan wajah kecewa, dan senyum kecut.

Helping Hand (Gbr dari Google)

Begitu dia berlalu, saya kok jadi kasihan ya sama dia. Mulai deh pertentangan di hati, wah jangan-jangan dia itu memang benar pekerja sosial. Tidak salah toh pekerja sosial berpenampilan keren, justru biar orang percaya bahwa mereka legal. Hanya saja karena dia memintanya di mall, dan pilih-pilih orang, itu yang membuat hati was-was. Tapi rasanya juga tak pantas karena telah menolak. Bagaimanapun kan mereka selalu dibutuhkan, tangan-tangan yang akan menjadi perantara dari yang mampu memberi dengan yang membutuhkan. Kepikiran juga jadinya. Sempat mau saya panggil kembali, mau ditraktir minum kopi dari kedai kopi saya untuk mengobati kekecewaannya. Tapi dia keburu menghilang.

Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

27 thoughts on “Helping Hand

  1. Iya Zee, saya juga suka ngerasa gitu kalo udah nolak orang, apapun bentuk penolakannya…tapi buat menghibur diri biasanya saya bilang ke diri sendiri : ah, mungkin belum rezeki dia dibantu oleh saya, atau belum jatahnya saya buat dapat point kebaikan, kalau toh sudah saatnya, gerakan hati kita pasti akan langsung klik…
    Hehehe, jurus menghibur diri sendiri ini biasanya lumayan ampuh buat mengobati rasa menyesal saya πŸ™‚

  2. saya juga kadang ada pertentangan hati kalo mau nyumbang gitu. Benar ga ya ini buat sumbangan ke panti anu?
    Ini pasti gara2 oknum yang salahgunakan sumbangan, akhirnya semua orang berprasangka buruk pada semua peminta sumbangan (mana tau kali ini emang bener2 buat sosial!)

  3. hm, tapi mungkin kalo saya yang berada di posisimu, Zee.. bisa jadi juga akan menolak.. ya, gimana ya.. sekarang ini banyak aksi tipu2 gitu .. jadi suka bingung mana yang mau dipercaya dan mana yang nggak…

    di masjid lingkungan kantor saya.. sering ketika masa sholah jamaah, ada mbak2 di depan pintu nyodorin amplop kosong buat jamaah. terus terang saya gak pernah ngasih ke mereka.. kenapa nggak kerjasama aja dengan takmir masjid kan? daripada seperti meminta2 begitu…

    jadi sebegitu parno-nya kita ya…

  4. memberi sumbangan ke yatim piatu dan kasihan kepada si peminta sumbangan adalah 2 soal berbeda,..:)

    Lain soal jika si peminta sumbangan adalah si yatim piatu sendiri.

    tapi biasanya insting jarang salah.

    Dan saya pikir anda sudah tepat menolak permintaan si peminta.

    Bagaimanapun dia cuma pihak ketiga (broker), setelah semua.

    Dan boleh jadi mereka mengambil fee dari jasanya sebagai perantara..:)

    Wallahu Alam.

    nice post.

    • Zizy

      Tidak ada pilihan sih karena sambil jaga kedai kopi di MOI, jadi daripada bosen ya duduk baca2… Sejam lumayanlah hehee…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *