Kulit Item? Siapa takut?

Helooo… so, ini dia postingan lama yang pertama kali diposting pada 12 Juli 2009. Termasuk salah satu postingan favorit, jadi saya republish di sini biar bisa dibaca kembali oleh pengunjung baru. 🙂


Kulit Item? Siapa Takut?

Siang tadi saya jalan dengan mami saya. Ya biasalah, cuci-cuci mata — yang berujung pada shopping beneran — lalu makan, dan kemudian berakhir di sebuah drugstore, karena mami saya kehabisan pelembab untuk wajah. Dulu banget pernah pakai obat-obat muka yang dari dokter, tapi sudah beberapa tahun belakangan balik lagi ke pelembab lamanya. Mengistirahatkan kulit wajah dulu, begitu katanya.

Sambil berjongkok di bawah rak, saya meneliti satu persatu kemasan di situ. Tahu sendiri kan, satu merk saja bisa macam-macam produknya. Dan karena mami saya tidak ingat pelembab yang dipakai terakhir itu yang gimana, maka saya harus memeriksa setiap kemasan, membuka kotaknya, lalu menunjukkannya pada mami saya. “Kemarin yang mana, Ma? Yang whitening, atau yang biasa?” “Ato mau yang anti wrinkle?”

Saat sedang memilah-milah itulah, saya tiba-tiba teringat jaman kecil dulu. Teringat betapa sejak saya masih kanak-kanak hingga dewasa, saya selalu dihantui dengan ejeken “hitam”.

Dulu waktu masih di Biak, ada tuh teman-teman abang saya, suka sekali mengejek warna kulit saya yang coklat ini. Eitt,  jangan protes lho, kan memang benar rata-rata kulit orang Indonesia itu sawo matang, alias coklat, bukan hitam.

Padahal waktu itu banyak teman-teman asli Papua yang kulitnya lebih gelap dari saya, tapi entah kenapa saya yang jadi bahan ejekan. Mungkin karena penampilan saya gak sesuai dengan warna kulit kali yaa…. rambut lurus kayak jagung warna merah, dengan kulit coklat khas kulit orang Ambon. Hiks. Tapi saya positif thinking aja, saya pikir itu pasti karena mereka diam-diam suka sama saya. :p~

Lalu waktu pindah ke Medan kelas 6 SD, saya sedikit lega karena ada satu cewek orang Aceh yang kulitnya juga coklat. Kami berteman, sampai suatu hari tak sengaja saya menjepit tangannya pakai bangku sekolah :D. Tapi biarpun begitu, dia ngambeknya cuma sebentar.

Masuk SMP, ejekan saya tambah satu lagi. Kamerun. Yang sering mengejek saya ada tuh, junior, orang batak, gendut. Saya pernah kejar dia sampai ke belakang lalu saya tendang dan lempar dia pakai kursi plastik kantin sampai dia minta ampun. Dasar cemen :D. Pernah juga berantem sama satu orang Tionghoa yang ngejek saya hitam.

Baca juga: Makan Nasgor Pake Emosi

Sahabat saya, Andreas, Si Ketua Osis — yang orang Tionghoa — pernah bilang begini ke saya, “Cobalah ikut pemilihan Gadis Sampul. Minimal dapat tuh Juara Favorit,” pujian yang sedikit menenangkan, sampai dia bilang lagi, “Coba kulitmu putih, pasti kayak Indo.” Kambing! Ujung-ujungnya warna kulit juga! LOL. Tapi Andreas dan juga satu lagi sohib saya Jessica juga   Tionghoa juga adalah teman-teman yang tidak pernah melihat orang dari kulit. Mereka teman-teman yang baik.

Guru sejarah saya, Pak Sinaga yang ceplas ceplos juga begitu. Beliau kan orangnya suka mengucapkan suatu kata dengan cara terbalik, misalnya “monyet” jadi “nyet-mo”.

Nah kalau mau panggil saya untuk ke depan, dia pasti panggil saya dengan sebutan “Rong-Bi,” alias “Birong” alias hitammm…..!! Huaaa… kejammm!! Padahal dia juga item..

Masuk SMA, tidak ada yang mengejek saya. Mungkin karena di sekolah negeri, yang kulitnya gelap juga banyak ya. Jadi udah biasa. But tetep aja, saya selalu merasa sebagai si Itik Buruk Rupa. Itik Buruk Rupa yang banyak ditaksir tapi lhooo.. (hahahaa.. teteppppppp).

Kuliah, kembali saya jadi satu-satunya cewek berkulit gelap di antara teman saya. Dan mereka yang kulitnya sudah putih itu semakin memperputih kulit wajah mereka dengan memakai krem wajah asal China yang ada pemutihnya itu. Saya sempat tertarik untuk memakainya, tapi hanya bertahan sebulan, karena ragu dengan kandungannya. Waktu teman-teman lihat wajah saya agak bersih, mereka bilang begini, “Coba aja dipakai ke tangan-tangannya, siapa tahu jadi putih juga.” Penghinaan banget :).

Pernah juga ditawarin suntik putih sama salon di daerah Medan Plaza, tapi saya gak mau. Seremlah kalo sampe nanti kejadian kayak Michael Jackson.

Baca juga: Karena Toleransi Itu Indah

Dulu saya sering sekali mendengar orang bilang begini,”Kalau cowok item sih gak masalah, tetap aja banyak cewek yang mau. Tapi kalau cewek item?”

Pasti sering kan ngeliat iklan-iklan kosmetik di TV yang mengklaim bisa membuat kulit jadi putih bersinar? Contoh iklannya, cowoknya gak mau nyentuh lengan ceweknya karena kulitnya kasar dan item. Terus setelah si cewek pakai lotion whitening itu, si cewek mendadak terlihat terang benderang dan si cowok pun datang mendekat. **lampu kaleee jadi terang benderang…

Tapi dari semua iklan-iklan menyesatkan itu, saya paling benci dengan iklan salah satu cream whitening wajah yang ada modelnya cowok bule, yang dalam salah satu dialognya lebih kurang dia berkata bahwa wanita yang cantik adalah yang kulitnya putih bersih. Iklan-iklan kayak gini nih yang membuat masyarakat jadi terpengaruh dengan anggapan bahwa item berarti tidak cantik. Item berarti dekil, item berarti tidak menarik. Diboronglah semua krim-2 pemutih itu, sampai gak sadar bahwa sampai mampus pun krim itu digosok, kalo memang dari sononya item ya item aja. Saya jadi inget salah satu pembantu saya dulu, waktu pertama kali datang ke rumah saya kaget melihat dia. Wajahnya putih banged, tapi tangannya item!! Gara-gara keterusan pake krim pemutih, muka sama badan malah jadi belang.

Saking seringnya menghadapi pelecehan warna kulit, saya pernah mikir, kalau memang berkulit hitam itu jelek, lalu kenapa Tuhan menciptakan bangsa Afrika, yang sudah kulitnya hitam, miskin pula? Gak mungkin kan karena Tuhan benci sama mereka, tapi karena Tuhan pasti punya rencana. Dan saya yakin hitam atau putih, di mata Tuhan semuanya sama.

Well, kalau dulu sekali saat masih remaja saya sedikit terganggu dengan cemoohan-cemoohan itu, tapi tidak sekarang.

Masalah warna kulit tidak lagi jadi masalah. Untuk apa jadi masalah, toh buktinya saya laku-laku aja tuh. Malah saya dapat suami yang kulitnya putih banget kayak orang Tiongkok,  hayoo mo bilang apalagi?

Saya memang berkulit coklat, so what? Justru saya bangga dengan kulit coklat saya. Jadi, setiap saya pergi ke dokter kulit, saya selalu tegaskan bahwa saya tidak ingin memutihkan wajah. Atau, kalau pergi ke salon untuk luluran dan spa, saya juga menolak lulur whitening. Yang standar sajalah, yang penting kulit bisa terlihat sehat dan bersih. Karena setelah sudah berada pada usia begini, barulah kita bisa mencintai kulit kita.

Ohhh ternyata berkulit coklat itu cantik juga! Justru kalau lihat acara miss-miss kecantikan dan lihat peserta dengan kulit coklat mengkilat bersih, waduh kok cantik banget, sampai gitu mikirnya. LOL.

Kulit item? Siapa takut? 😀


Update terbaru: Sahabat saya Andreas saat SMP sudah berpulang duluan beberapa tahun lalu karena sakit.

Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

186 thoughts on “Kulit Item? Siapa takut?

  1. Zam

    stigma cantik harus putih ini benar-benar toxic, ya.. di Berlin, saya sering lihat orang dari berbagai bangsa, berbagai warna kulit, dan mereka cantik semua.. andai saja ada kesadaran semacam ini di Indonesia yang mana banyak terdapat banyak suku dan warna kulit..

    • Zizy Dmk

      Toxic banget. Makanya sy itu kalau lihat orang2 di luar dgn aneka warna kulit wah kok mereka sangat pede dan memang cantik2 kok..

Leave a Reply to ebook gratis Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *