Mengurus Anak saat Sakit

Beberapa hari belakangan ini Vay sakit. Demam cukup tinggi, lalu sehari kemudian mulai batuk dan flu. Pertolongan pertama kami lakukan yaitu dengan melakukan kompres seluruh badan, kemudian dilanjutkan dengan memberikan obat racikan dari klinik naturopatik tempat keluarga biasa berobat. Tapi rupanya obat racikan itu tidak mempan juga – padahal biasanya kalau cuma badan hangat saja, paling sehari udah normal – mungkin karena tubuh Vay mulai imun dengan dosis tersebut.

Karena  Vay bisa dibilang jarang sakit sejak dua tahun terakhir ini, saya sedikit panik dan serasa jadi ibu baru lagi saat menghadapi polahnya saat sakit. Padahal sudah mau 3 tahun jadi ibu. 🙂 Akhirnya di hari kelima – Sabtu – Vay saya bawa ke dokternya di Pluit. Ini dokter yang dulu menangani Vay waktu harus dirawat di RS PIK.

berpayung di tengah kucuran hujan

Hasil diagnosa dokter, demam tingginya itu karena flu. Jadi belum ada indikasi sakit dengue atau typus. Dikasih obat ini itu, dan syukurlah kemarin perlahan-lahan demamnya sudah menurun. Kalau kemarin tidak mau makan sama sekali, sekarang sudah mulai lahap lagi. Baguslah, soalnya sudah turun sekilo gara-gara sakit.

Namun demikian ada pelajaran lain yang saya dapat dengan kejadian ini. Yaitu betapa anak sangat merindukan orang tuanya ketika jatuh sakit. Buat saya yang bekerja dari pagi sampai sore, saya memang harus ikhlas bila anak ternyata lebih dekat dengan pengasuhnya. Walaupun pada kenyataannya, Vay tetap lebih mengejar maminya saat maminya di rumah, tapi dalam beberapa poin dia akan memilih mbaknya daripada orangtuanya. Contohnya kalau mau main, karena sehari-hari biasanya dia main sama mbaknya, jadi dia akan prefer mencari mbaknya daripada mengajak maminya main. Akan tetapi saya sebagai maminya bukan berarti boleh leha-leha. Saya harus duduk di sofa – tidak boleh pegang bb dan tidak boleh nonton TV – tapi harus memperhatikan dia main atau menyanyi. Kalau saya memaksa nonton TV, dengan cepat dia mengambil remote dan mematikan TV. Lalu dia menoleh ke saya dengan tatapan penuh kemenangan.

Tapi ketika kemarin dia sakit, benar-benar yang dia mau cuma maminya saja. Saat badannya panas tinggi tengah malam, setiap setengah jam dia terbangun dan merengek minta saya gendong, dia tidak mau digendong ayahnya. Seharian juga begitu. Kalau biasanya dia suka manja minta digendong mbaknya, sekarang dia tidak mau. Datang Opung Borunya juga gak mau digendong Opung, padahal biasanya minta. Pokoknya cuma mau mau mami. “Maaami…” “Maami…” **sementara maminya sudah mau patah pinggang gendong dia terus…hehehe..

Memang capek mengurus anak sakit. Beberapa malam tidak bisa tidur lelap karena bersiaga mengecek suhu tubuh, melap keningnya yang berkeringat, mengusap-usap punggungnya agar bisa terlelap kembali. Kemudian membujuk agar anak mau minum obat, mau makan sesuap kuah sup (sesuap kuah saja,  lho.. susahnya minta ampun), sampai menerima pukulan dan tendangan anak karena moodnya yang lagi jelek.

Tapi kalau tidak begini, saya pikir saya tidak akan pernah belajar dan tidak akan pernah sadar, bahwa saya juga waktu kecil begitu. Bahwa betapa orang tua saya harus terbangun semalaman dan mengurus saya ketika saya dan abang saya sakit. Bahkan sampai saya duduk di bangku kuliah pun, ketika saya sakit dan terbaring lemas di kamar dan tidak berselera makan, mami saya masih mengurus saya. Saya dibuatkan roti tawar mentega tabur meses coklat, diantar ke kamar, dan ditungguin sampai saya mau makan roti itu. Saat minum obat juga ditungguin. Pernah suatu kali saya terkena diare dan sudah delapan kali bolak-balik ke kamar mandi, mami saya memaksa saya ke klinik dokter. Saat itu jam delapan malam dan klinik sudah tutup, mami saya menggedor-gedor klinik dan akhirnya dibuka oleh istri si dokter diiringi omelan. Tapi mami saya tidak peduli dengan omelan itu, yang penting dokter mau turun memerika saya. Iyalah, anaknya gitu loh.

Jadi sekarang, setiap kali saya merasa sedikit bete karena capek saat mengurus anak, saya selalu mengingatkan diri bahwa anak saya ini adalah rezeki luar biasa yang diberikan oleh Sang Pencipta. Adalah wajib memberikan kasih sayang tiada batas pada anak, karena kasih sayang yang tulus dari orangtua seyogyanya akan terus diingat anak sampai dia dewasa.

Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

44 thoughts on “Mengurus Anak saat Sakit

  1. Widi

    Aihhhh… terharu aku kak, teringat aku yang selalu dilayani sama mamaku… issh.. belum tentu aku bisa kayak dia.. Hebat emak2 ini Kak…
    Semangat ya Kak … mudah2an Vaya jadi anak yang baik and manis selalu …
    XOXO

  2. Hai Kak…apakabar Vaya sekarang?
    Udah sembuh kan?

    SYukurlah, pasti kalau lagi demam gitu dia tak ceria lagi ya Kak..sekarang emang cuaca lagi tak baik kak….
    semoga Vaya gak sakit-sakit lagi 🙂

    Salam sayangku buat Vaya kak..

  3. Betul Zee..
    Banyak-banyak bersyukur karena dikaruniai buah hati yang sehat dan lucu saja sekarang.
    Sun sayang buat Vay

  4. Fiz

    Ibunya Mbak hebat juga ya, terutama saat pergi ke dokter itu. BTW, Soal siklus serupa yang berlaku pada Nenek, Ibu, dan menurun ke Anaknya, Emak dulu sempat cerita seperti ini, “Le, suatu ketika anakmu yang masih kecil akan mengganggu acara buka bersama keluargamu di meja makan, karena kamu dulu juga begitu”

  5. banyak-banyak makan aja, sama sering ketawa. Kalau ketawa nanti pori-pori kulit makin terbuka, trus flunya bisa sembuh. 🙂

  6. Anak kecil itu kalau sakit turunnya cepat ya.. bikin sedih. Syukurlah Vay sudah sembuh. Tapi sakit-sakit fotonya tetap lucu deh vay..

    BTW Tampilan blognya kerennnn mbak Zee!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *