Saya dan Kasir Tunai

Kalau kita belanja ke supermarket, selalu ada kasir khusus di pojokan. Umumnya kasir khusus itu ada dua macam, kasir khusus keranjang dan bayar tunai, atau khusus tunai saja. Yang bayar pakai kartu (credit or debit) harus mengantri di kasir umum.

Sementara kasir biasa sedikit kerepotan dengan antrian trolley yang tidak selesai-selesai, antrian di kasir khusus jauh lebih lancar. Fakta, bahwa kita memang sangat menikmati memakai kartu sebagai alat pembayaran, tak perlu repot mengantri di atm atau memenuhi dompet dengan uang yang tebal. Belum lagi kalau uangnya jelek, bikin bau dompet saja. Pffhh..

Saya jarang mengantri di kasir keranjang. Belanja bulanan yang seabrek memang tak pernah saya bayar pakai uang tunai (atau debit), selalu pakai credit card dari ayahnya Vay. Kadang kalau pakai keranjang pun, saya tetap pelit mengeluarkan cash, belanja enam puluh ribu pun pakai credit card, hahah.

Sekali-sekali, biasanya di akhir dan awal bulan, ketika antrian belanjaan di kasir biasa macet, kasir khusus juga dibuka untuk melayani para pemakai kartu. Kalau tak diizinkan, terus terang saya tak mau sok-sok nekat mengantri di situ. Kalau ada yang ‘memaksa’ begitu kok kesannya gak tahu diri banget, sudah jelas ada tulisannya khusus keranjang dan tunai, malah ujug-ujug bawa trolley. Belum lagi kalau dapat tatapan sinis para basketer. Halah plis deh.. basketer.

Tapi sore tadi, di Giant dekat rumah, saya sengaja mencari kasir khusus tunai. Pertama, karena saya lihat antrian trolley lumayan panjang (isinya pun banyak semua). Kedua, belanjaan saya juga tak begitu banyak, ya mungkin tidak sampailah seratus ribu, saya mikir begitu sambil mengingat-ingat, ada berapa uang tunai di dalam dompet saya. Saya ini memang malas lho mengeluarkan cash, karena cash di saya itu gunanya untuk yang urgent dan tak bisa dibayar pakai kartu, misalnya untuk makan siang atau beli gorengan di samping kantor, untuk tip, untuk bayar parkir, dan pengeluaran-pengeluaran kecil lainnya. Dan saya juga tak pernah bawa cash banyak-banyak, karena takut tergoda beli ini itu, hee… Terbalik memang. Justru kalau pakai kartu kredit nafsu belanjanya bisa ditahan, sadar diri: kebanyakan gesek berarti makin banyak hutang.

Nah trus di depan saya itu tadi ada mbak-mbak dengan keranjang yang cukup penuh. Isinya mostly makanan. Saya lihat genggaman di tangan kanannya, selembar uang seratus ribu. Lalu belanjaannya dihitung, dan dia masih dapat kembalian lima belas ribu. Fakta lain, bayar tunai terbukti bisa melatih ilmu matematika karena harus cepat menghitung kebutuhan yang akan dibeli dengan uang yang dibawa.

Dan saya, terus terang saya main ambil saja tanpa melihat harga, hee… Memang tujuan ke Giant sih mau beli biskuit Nissin yang panjang-panjang itu (karena hanya ada di situ) tapi saya gak hapal harganya berapa. Plus beli ini itu untuk Vay, tebakan saya, belanjaan saya ini kayaknya sampai deh tujuh puluh ribu, si kaleng biskuit itu pasti empat puluh something lah harganya. Saya keluarkan dua lembar uang lima puluh ribu. Waku dihitung, eh… ternyata totalnya gak sampai lima puluh ribu! Haha.. belanja kok tebak-tebakan ya. Untung belanjanya di bawah budget, kalau kelebihan dan cash-nya kurang, gimana. Bisa sih dicancel sama kasirnya, tapi kan malu juga.

belanjaan saya: isinya kebanyakan makanan ^^

Jadi ingat dulu, kalau tak salah masih SMP. Saya dan abang saya pernah salah perhitungan saat membayar di supermarket. Kami memang tak pernah punya uang jajan banyak – kecuali kalau lebaran, suka dikirimin salam tempel sama uwak – jadi kalau jajan ke Daimaru, selalu dihitung bener-bener biar gak kelebihan. Sayangnya kali itu kami missed. Saat kasir selesai mentotal, belanjaan kami kelebihan tiga ratus rupiah! Padahal kami hanya punya uang lima ribu. *yah itulah jeleknya mesin kasir jaman dulu, tak ketahuan sub totalnya sebelum diinput semua.

Dengan cengiran lebar abang saya menyodorkan salah satu jajanan, minta dibatalkan. Tapi kasir menggeleng, katanya tidak bisa di-cancel. Lah mau gimana, wong kita gak punya uang lagi. Akhirnya dengan bersungut-sungut, mbak kasir memanggil managernya, dan setelah lamaaaaaa berkutat di mesin kasir, akhirnya: semua belanjaan kami di-cancel. Baru diinput ulang dengan mengurangi satu jajanan. Belajar dari kejadian itu, besok-besoknya setiap belanja ke supermarket lagi selalu saya hitung benar-benar agar tak sampai kelebihan lagi. Malu bo’, apa kata dunia ngeliat abege keren-keren jajan di supermarket tapi kekurangan uang saat mau bayar, hehe….

long stick... susah bener nyarinya..

Syukuuuuuur sekarang mesin kasirnya udah canggih ya. Jadi bisa kelihatan sub total item-item yang sudah diinput. Begitu kelihatan sudah mau over budget, langsung suruh STOP! Haha… maaf, saya memang agak parno bayar di kasir tunai. Kartu tetap pilihan pertama, lebih aman. Menurut saya tentu saja.

Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

47 thoughts on “Saya dan Kasir Tunai

  1. Ann

    Aku sampai saat ini belum kepikiran untuk bikin kartu kredit dan masih betah belanja di pasar tradisional (kalau yang ini istriku)

  2. Kisah kasir tunai ini juga suka bikin saya deg2an mba, soalnya ya itu saya kalau belanja sukanya pakai debit card jadi gak repot, kalau pke kasir tunai pas urgent aja 😀

  3. hahahahhaha
    kalau aq sih pengalamannnya lebih sering salah harga
    kadang petugas mallnya salah meletakkan barang dan gak sesuai sama harganya
    kalau sudah gitu otot2an deh sama kasirnya,hihihi

Leave a Reply to anny Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *