Suara Tengah-Tengah

“Iya, Pak. Jadi, Senin kemarin saya pesan bantal, sudah dibayar, dan katanya akan dikirim sore itu juga. Tapi saya belum dapat nomor resinya.”

“Kami coba cek dulu ya, Pak. Kemarin SMS-an dengan nomor berapa, Pak?”

“Oh, nomor yang ini… kosong, delapan…”

“Bapak namanya siapa, Pak?”

“Oh. Hmm…” Terdiam sebentar. “Saya Astrid.”

“Baik, Pak. Nanti akan saya kabari ya, sekarang kami akan coba cek dulu barangnya sudah sampai di mana.”

“Oke. Saya tunggu ya, Pak. Terima kasih.”

Telepon ditutup. Dan saya langsung berpaling ke tetangga kubikel saya, si Gas. “Kenapa sih nih orang-orang tiap teleponan sama gue selalu saja manggil Bapak? Emang suara gue suara laki-laki apa? Padahal sudah disebutkan juga namanya tadi.”

Teman saya langsung ngakak. Dia pasti sedang membayangkan percakapan tadi seperti apa. Lalu saya coba telepon dia, dari jarak dua meter, untuk pembuktian saja, menurutnya suara saya ini suara laki-laki atau perempuan? Katanya sih, suara perempuan.

suaratengahtengah

suara tengah tengah dailywritingtips.com

Kejadian kayak begini ini sudah sering terjadi, dan sudah pernah juga saya ceritakan salah satu episodnya di blog ini.

Timbre suara saya memang begini, ada di tengah-tengah, gak jelas mau ke mana arahnya. Makanya saya maklum saja kalau ada yang salah memanggil saya dengan sebutan “Pak”. Tapi kalau saya sudah menyebutkan nama, bukannya harusnya lawan bicara di seberang sana sadar ya, kalau yang berbicara adalah suara perempuan? Suara saya bukan suara cowok lho, bahkan mendekati suara bencong pun enggak. Dulu salah satu teman dekat mengumpamakan suara saya dengan salah satu pilihan di guitar effect. Middle-nya tinggi, plus banyak distorsi. Kayaknya pun menurun ke Vay nih, karena Vay itu suaranya juga ada distorsinya.

Beberapa bulan lalu, saat saya menelepon ke penyedia web hosting terkait blog yang kena hack, selama sepuluh menit kami berbicara, si Mas-nya itu terus saja memanggil saya “Bapak” padahal dia sudah tahu nama saya siapa. Haduuhhh capek gak, sih? Sebenarnya bisa, saya tinggikan sedikit suara saya saat berbicara, agar terdengar lebih feminin, tapiii…. sejujurnya itu sangat melelahkan. Bicara dengan suara tipis dan lembut, itu susah. Ada yang suka nonton CSI Miami? Tentu tahu karakter CSI Calleigh Duquesne, si blonde spesialis balistik. Nah, dia itu suaranya halus banget, kayak princess-princess gitu. Padahal kalau lihat orangnya, meski dia blonde, cocoknya dia jadi petugas polisi atau detektif dengan suara tegas. Nah, saya pun penasaran, kok bisa suaranya seperti itu, apa dia gak capek ya? Ya pasti enggaklah, kan memang suaranya udah kayak gitu. Saya aja yang penasaran, bertanya sendiri, jawab sendiri, dan capek. LOL.

Makanya, daripada capek ingin memperhalus nada bicara, saya pun pilih apa adanya saja. Lebih nyaman bicara dengan nada cenderung rendah dan stabil, karena nada yang stabil memberikan kita energi yang banyak dan mood yang lebih baik.

Lalu, saat bayar parkir ke bapak penjaga salon, kejadian lagi. Padahal ini salon langganan, lho.

“Ini, Pak.” Kata saya. Dan entah bagaimana — pasti karena mendengar suara — bapaknya menjawab, “Makasih, (m)Pak!” Itu pun keserimpet antara “Mbak” dan “Pak”. Sepertinya matanya ingin menjawab “Mbak” tapi telinganya menyuruhnya mengatakan “Pak”.

Saya berlalu. Biarlah. Biar. Biarkan saja mereka salah. Bukan salahku kok dikaruniai suara begini. Yang penting masih ada suara, masih bisa bicara. Ya gak?

Thanks sudah berkunjung ke TehSusu.Com. Subscribe to Get More. Enter your email address:Delivered by FeedBurner
Sharing is Caring

Share this Post



This entry was posted in Opini. Bookmark the permalink.

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

28 thoughts on “Suara Tengah-Tengah

    • Zizy

      Haha… aku termasuk yang malas terima telepon, hbs susah setting suara, takut yg nelpon tar ga enakan :D.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *