Tete Tua

“Ayo, makan, nanti tete tua datang tangkap.” Sayup-sayup saya dengar suara Tante Cie dari arah ruang tamu. Saat itu jam makannya Vay, dan seperti biasa anak kecil satu itu tak pernah bisa anteng makan. Kalau gak lari kesana kemari, ya masuk ke kamar ngintilin maminya. Acara makan pun jadi lama, bisa sampai dua jam.

“Huee… lihat itu, tete tua su datang… telan cepat..” dan kata-kata semi ‘ancaman’ “tete tua” itu masih terdengar juga beberapa kali. Sampai kemudian saya keluar dari kamar dan saya lihat nasi di piring Vay sudah habis. Tinggal menghabiskan sayur dan tempe gorengnya saja. Tante saya lagi senyum-senyum, katanya Vay langsung cepat mengunyah dan menelan makanan (biasanya diemut lama-lama) karena dibilang ada ‘tete tua’.

Apa di sini ada yang tahu maksudnya “tete tua”? Tete tua itu bahasa orang Ambon dan sekitarnya untuk menyebut “kakek tua”. Saya sejak kecil biasa dengar kata “tete” itu setiap bertemu dan mendengar orang-orang tua bicara.

Waktu saya kecil, sebenarnya yang biasa dipakai untuk menakut-nakuti anak-anak selain cerita “tete tua”, adalah “tete momo”. Jadi tete momo itu digambarkan sebagai seorang kakek yang sudah sangat tua, bongkok, dan keriput sehingga wajahnya terlihat menyeramkan. Kakek tua itu bukan saja menyeramkan tapi juga jahat dan suka menangkap anak-anak kecil. Katanya kakek itu jadi-jadian alias Set (uhuk!). Tete tua yang dibilang si tante ini maksudnya ya si tete momo. Dulu saya juga baru paham arti cerita itu setelah sudah sekolah dan sudah mulai paham dengan cerita-cerita seram. Banyak sekali sebenarnya cerita menyeramkan yang saya tampung waktu kecil, kapan-kapan saya sharing deh. 🙂

Tete Tua (Gbr dari Google)

Saya tahu Vay masih terlalu kecil untuk dicekoki cerita-cerita menyeramkan, dan baru kali itu pula dia mendengar kata “tete tua”, tapi meskipun dia tidak tahu apa itu “tete tua”, aura menakutkan itu langsung bisa dirasakannya karena si Oma menunjuk-nunjuk ke arah jendela, sambil mengatakan bahwa tete tua sudah datang. Tante saya itu juga bilang kalau keponakan di Medan yang seumuran Vay juga begitu, langsung cepat nelan makanan begitu dibilang ada tete tua. Dasar ya si Oma, kan kasihan anak kecil ditakut-takuti. Tapi saya pahamlah, namanya juga orang dulu, terbiasa menakut-nakuti anak biar anak patuh.

Tapi sudah saya bilang ke tante, jangan lagi pakai cerita “tete tua” untuk nakut-nakuti Vay. Ada yang lebih ampuh lagi, kata saya. Bilang saja maminya mau pergi dan Vaya gak akan diajak kalau makannya lama. Pasti cespleng. Makannya jadi cepat karena takut ditinggal. Haha….

Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

46 thoughts on “Tete Tua

  1. Strategi dengan nakut-nakuti emang masih efektif untuk anak kecil. Lha orang dewasa aja kadang kalau takut ngefek juga, meskipun ga bagus juga untuk perkembangan pola pikir si anak *katanya*

  2. Nafis, anak kedua saya, sewaktu masih kecil sering kali ditakut2i dan diancam2 oleh pengasuhnya. Saat ini saya harus melatih dia untuk berani mengeluarkan pendapatnya sendiri…mungkin intimidasi waktu lalu membuatnya tidak leluasa mengungkapkan pendapatnya…(mungkin lho?)

  3. hehehe unik juga namanya tete tua… kalo dulu sih pas saya kecil malah ditakut2in nya cukup ngasih liat kemoceng 😆

  4. Sebenarnya sama nggak bagusnya Mbak, kalau di kata ada ‘tete tua’ nanti anaknya ketakutan, tapi kalau dibilang mau ditinggal mama nya pergi dan nggak diajak, nanti berbohong… 😀

  5. Hehe…kayanya anak-anak sekarang ga mempan ditakut-takutin 🙂

    anak-anak sekarang sudah cerdas-cerdas soalnya, harus dikasih yang real 🙂

    • Zizy

      Tergantung umur anaknya. Kalau masih kecil ga ada kata gak mempan buat mereka krn anak2 justru sangat gampang menyerap yg mereka dengar dan mereka lihat. Ga mempan hanya ketika mereka sudah tahu ttg penjelasan logis kenapa begini kenapa begitu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *