Ayu Tri Handayani “The Young Srikandi”

Secangkir Tehsusu: Jangan pernah berkecil hati bila kau mengalami penolakan, dan jangan pula merasa terabaikan oleh dunia. Terimalah apa yang diberikan dunia kepadamu dengan semangat dan jiwa pantang menyerah.

Beberapa bulan lalu, dalam perjalanan pulang, di tengah jalan saya membeli koran dari seorang anak kecil di perempatan lampu merah. Iseng saja sebenarnya, sudah lama tidak baca koran. Dan saat saya membalik halaman di koran tersebut, mata ini tertumbuk pada sebuah artikel setengah halaman. Artikel itu menulis tentang seorang wanita muda penyandang difabel, tidak mempunyai sepasang tangan, namun sangat mahir menggunakan kakinya untuk membatik. Ya, dia adalah Ayu Tri Handayani, 24 tahun, seorang artisan batik asal Solo.

Saya berdegup. Inilah yang saya cari. Wanita yang bisa menjadi cerminan inspirasi bagi banyak orang. Ya, saya kebetulan sedang mencari calon srikandi untuk menyambung project Indosat Srikandi Merah Putih, yang tahun ini memasuki tahun kedua. Ini adalah program yang diusung Indosat sebagai bukti kepedulian terhadap wanita-wanita Indonesia. Kami mengumpulkan dan membuka kesempatan bagi semua orang untuk menominasikan wanita yang dianggap paling menginspirasi dirinya di website www.artiperempuan.com/srikandi, dan Indosat akan memberikan apresiasi pelatihan kepada srikandi yang mendapat vote tertinggi pembaca dari kisah inspiratifnya.

Di tahun 2014 lalu, kami mengumpulkan 22 Srikandi Merah Putih dari berbagai bidang, seperti art & culture, technology and science, entrepreneurship, hingga man domination. Dari sebuah digital activation, di akhir 2014, tepatnya di tanggal 22 Desember 2014 lalu, semua profil para Srikandi keluar di dalam sebuah buku berjudul Srikandi Merah Putih, terbitan Gramedia, yang bisa didapatkan di setiap toko buku. Penulis, Dono Indarto, berhasil merangkai setiap kata menjadi kalimat dan cerita yang menarik, untuk menggambarkan setiap perjuangan yang dilalui para Srikandi Merah Putih ini. Saya langsung suka saat pertama kali memeriksa draft tulisannya. Menarik! Silakan cari dan baca buku ini, semoga kalian bisa mendapatkan inspirasi dari kisah mereka. 🙂

Di tahun ini, Ayu Tri Handayani menjadi salah satu profil Srikandi Merah Putih, yang kali ini mengangkat tema The Young Srikandi. Terlahir dengan keterbatasan fisik, Ayu tak lantas menjadi minder atau berkecil hati. Lulusan YPAC ini tetap beraktivitas seperti biasa, bahkan bisa mahir membatik dengan menggunakan kakinya.

IMG_7453

Hari Sabtu kemarin, saya ke Solo membawa PH untuk shooting kegiatan sehari-harinya untuk dijadikan content video The Young Srikandi. Berangkat subuh dari Jakarta, dan pulang dari Solo pas maghrib.

Bertemu langsung dengannya, saya melihat Ayu adalah sosok yang mandiri dan percaya diri. Tidak ada rasa minder atau sungkan dengan keterbatasan fisiknya. Meski dibantu oleh adiknya untuk beberapa aktivitas, namun untuk aktivitas-aktivitas kecil seperti membuka dan mengetik di handphone, memegang botol minuman, dia bisa melakukannya dengan mahir menggunakan kakinya. Sungguh luar biasa bagaimana Sang Pencipta memberikan Ayu sebuah kemampuan berbeda.

IMG_7402

“Saya berusaha membuktikan kalau saya bisa mandiri, juga bisa membantu orang tua,” demikian kata Ayu. Sehari-hari, cerita Ayu, bila sedang tidak membatik, ia menghabiskan waktu luang dengan mengikuti kegiatan di lingkungannya, juga menonton televisi, katanya agar tidak ketinggalan informasi terbaru. Menurut Ayu, seorang perempuan harus banyak bersosialisasi dengan lingkungan agar bisa mendapatkan inspirasi yang positif dari pergaulan itu. Banyak bersosialisasi juga membuatnya memposisikan dirinya sama dengan orang normal lainnya, agar lingkungan terbiasa dengan keterbatasan fisiknya. Jadi tak ada alasan baginya untuk minder.

Mengenai profesinya sebagai pembatik, Ayu adalah seorang pembuat pola. Ia biasa mengambil kain polosan dari tempat seorang produsen batik, yang kemudian dipola rapi dengan kakinya. Saat pola selesai, pekerjaan mengisen, mewarnai, dan selanjutnya akan dilanjutkan oleh artisan lainnya. Berapa sih harga kain batik bikinan Ayu? “Saya biasa menjual di harga tujuh sampai sepuluh juta perlembar,” jawab Ayu. Ia memang tidak menjual kain-kain miliknya di galeri-galeri di Solo selayaknya batik yang sudah mass, tapi Ayu berjualan di pameran-pameran di Jakarta. Hidup yang keras, namun inspiratif. Berjuang, untuk hidupnya dan keluarganya.

Setengah hari bersama Ayu dan juga para pembatik lain yang menjadi cameo, memberikan saya banyak pelajaran. Bahwa hidup ini sudah cukup baik, namun seringkali kita terlalu manja dan mudah menyerah oleh sebuah keadaan.

Bila kalian punya sosok wanita, seorang Kartini, yang menurut kalian kisah dan perjuangannya dapat menginspirasi banyak orang, submit profilnya di www.artiperempuan.com sebelum tanggal 25 April 2015. Dibuka tiga kategori yaitu art & culture, science & technology, juga humanity.

Saya akan membagikan buku Srikandi Merah Putih yang keren ini bagi yang sudah mencalonkan Srikandinya di link di atas.

IMG_6894

Pastikan untuk mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku ya. Bila sudah submit Srikandi pilihan kalian, silakan submit link profil mereka di komentar ini atau boleh juga kirim via email ke saya di zizy_dmk@yahoo.com.

Ditunggu ya!

Thanks sudah berkunjung ke TehSusu.Com. Subscribe to Get More. Enter your email address:Delivered by FeedBurner
Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

19 thoughts on “Ayu Tri Handayani “The Young Srikandi”

  1. Pingback: Kopi Demi Anak, Kedai Kopi Yang Ramah Disabilitas | Mom Travel & Photography Blog - Zizy Damanik

  2. Terkesima melihat perjuangan Mbak Ayu. Kata-katanya begitu makjleb. “Saya berusaha membuktikan kalau saya bisa mandiri, juga bisa membantu orang tua..”
    Sukses ya Mbak dengan projectnya, pengen ikutan mencari calon tapi apakah harus yang memiliki kekurangan mbak? 🙂

    • Zizy

      Siapapun bisa dinominasikan.
      Kita tdk mengangkat kekurangan orang, tp melihatnya dr kemampuan yang berbeda (difabel). Jadi tdk mengedepankan fisik, namun apa yang dia buat… 🙂

Leave a Reply to Lusi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *