Aceh sebagai Serambi Mekkah
Kalau kita bicara tentang wisata religi Aceh, otomatis yang terbayang adalah julukan “Serambi Mekkah” yang sudah melekat sejak lama. Julukan ini bukan tanpa alasan—Aceh adalah salah satu pintu masuk utama Islam di Nusantara, dan sampai hari ini identitas tersebut masih terasa kuat. Dari masjid-masjid bersejarah, makam ulama, hingga dayah atau pesantren tradisional, semua menghadirkan nuansa spiritual yang khas. Tak heran, menurut data BPS Aceh, kunjungan wisatawan ke provinsi ini terus meningkat, baik untuk wisata umum maupun wisata religi.
Sejarah Syariat Islam di Aceh
Aceh punya hubungan erat dengan sejarah Islam di Nusantara. Islam pertama kali masuk ke Indonesia sekitar abad ke-13 melalui jalur perdagangan di Samudra Pasai, yang kini masuk wilayah Aceh Utara. Kerajaan Samudra Pasai bahkan dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara. Fakta ini didukung oleh penemuan nisan Sultan Malik al-Saleh yang bertuliskan tahun 1297 Masehi, salah satu bukti arkeologis penting dalam sejarah Islam di Indonesia (Kemdikbud).
Seiring berjalannya waktu, Islam semakin mengakar di kehidupan masyarakat Aceh, hingga akhirnya syariat Islam resmi diterapkan secara hukum pada tahun 2001 melalui Undang-Undang Nomor 44 tentang Otonomi Khusus. Kebijakan ini menjadikan Aceh sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam dalam kehidupan sosial, budaya, dan hukum.
Menariknya, pemerintah pusat pun memberi apresiasi pada peran Aceh dalam menjaga nilai-nilai peradaban Islam di Nusantara. Dalam kunjungannya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menegaskan bahwa Aceh adalah “penjaga nilai peradaban Islam Nusantara” dan menekankan komitmen pemerintah untuk terus memajukan kebudayaan Aceh (Kemdikbud). Pernyataan ini semakin menguatkan posisi Aceh sebagai Serambi Mekkah yang tak tergantikan.
Destinasi Wisata Religi Populer
1. Masjid Raya Baiturrahman
Ikon utama Banda Aceh ini bukan sekadar masjid, tetapi juga simbol ketangguhan rakyat Aceh. Dibangun pada abad ke-17, masjid bergaya arsitektur Mughal ini menjadi pusat aktivitas keagamaan, sosial, sekaligus destinasi utama wisata religi Aceh. Payung-payung raksasa yang terinspirasi dari Masjid Nabawi menambah keindahannya. Banyak wisatawan merasa tak lengkap berkunjung ke Aceh tanpa singgah dan shalat di sini.
2. Makam Sultan Iskandar Muda
Terletak di pusat Banda Aceh, makam ini menjadi tempat peristirahatan terakhir sultan besar yang memimpin Aceh pada abad ke-17. Iskandar Muda dikenal sebagai pemimpin yang tegas, religius, sekaligus membawa kejayaan Aceh di masa lalu. Ziarah ke makam ini bukan hanya perjalanan spiritual, tetapi juga cara untuk mengingat betapa pentingnya peran beliau dalam membangun identitas Islam di Aceh.
3. Dayah Darussalam Labuhan Haji
Bagi kalian yang ingin merasakan kehidupan pesantren tradisional, dayah ini bisa jadi tujuan tepat. Didirikan oleh ulama besar, Teungku Haji Hasbi Abdullah, dayah ini masih aktif menjadi pusat pendidikan Islam dan melahirkan banyak ulama besar Aceh. Suasana religiusnya kental, dan traveler bisa melihat langsung bagaimana syiar Islam tetap terjaga melalui pendidikan.
4. Makam Syiah Kuala (Teungku Syiah Kuala)
Berlokasi di Desa Deah Raya, Banda Aceh, makam ini selalu ramai peziarah. Teungku Syiah Kuala adalah ulama berpengaruh dalam bidang fikih dan pengembangan Islam di Aceh. Mengunjungi makam beliau menghadirkan rasa teduh, sekaligus kesempatan untuk merenung tentang perjalanan dakwah dan keilmuan di masa lalu yang masih relevan hingga sekarang.
5. Masjid Rahmatullah Lampuuk
Masjid ini menjadi saksi bisu tragedi tsunami 2004. Meski diterjang gelombang besar, bangunan masjid tetap berdiri kokoh sementara sekitarnya hancur total. Hal ini menjadikannya destinasi wisata religi Aceh sekaligus simbol kebesaran Allah. Hingga kini, banyak wisatawan datang untuk shalat, berdoa, dan mengenang betapa besar kekuatan doa dan iman dalam menghadapi ujian hidup.
Pengalaman Spiritual di Aceh
Saat saya berkunjung ke Aceh, ada rasa berbeda yang tidak saya temukan di daerah lain. Misalnya saat shalat Magrib di Masjid Raya Baiturrahman, saya merasakan suasana yang begitu damai. Ribuan jamaah duduk bersila, anak-anak berlarian, dan payung besar terbuka di halaman masjid—semuanya menghadirkan nuansa religius yang hangat sekaligus membumi.
Saya juga pernah mengunjungi makam Syiah Kuala. Ada rasa teduh saat membaca doa di sana. Walaupun saya hanya seorang traveler, tapi pengalaman spiritual itu membuat saya lebih dekat dengan sejarah para ulama yang telah berjuang menyebarkan Islam. Rasanya seperti menghubungkan perjalanan pribadi dengan jejak panjang sejarah Aceh.
Etika Wisata Religi di Aceh
Berwisata religi di Aceh tentu berbeda dengan di tempat lain. Kita perlu memahami dan menghormati norma yang berlaku. Pertama, soal pakaian. Di Aceh, terutama di tempat ibadah, sebaiknya mengenakan busana sopan: perempuan memakai jilbab atau kerudung, sementara laki-laki mengenakan pakaian tertutup, seperti celana di bawah lutut.
Beberapa waktu lalu sempat viral kasus wisatawan asing yang mengenakan pakaian minim di area pantai Aceh Besar. Hal ini menimbulkan reaksi masyarakat dan pemerintah setempat. Dari kejadian ini, kita belajar bahwa menjaga etika berpakaian bukan hanya soal aturan, tetapi juga bentuk penghormatan pada budaya lokal.
Selain itu, saat berada di masjid atau makam, jagalah sikap. Jangan berisik, jangan selfie berlebihan, apalagi melakukan tindakan yang dianggap tidak sopan. Ingat, tujuan utama wisata religi Aceh adalah mendapatkan pengalaman spiritual, bukan sekadar konten media sosial.
Kesimpulan
Aceh, dengan segala sejarah dan budayanya, menawarkan pengalaman yang kaya bagi traveler Muslim. Dari masjid megah, makam ulama, hingga dayah yang sarat ilmu, semuanya mengajarkan kita tentang kedalaman iman dan kearifan lokal. Jadi kalau kalian sedang merencanakan liburan ke Aceh, jangan lewatkan kesempatan untuk menyusuri jalur wisata religi Aceh. Percayalah, perjalanan ini bukan hanya menambah pengetahuan, tapi juga mengisi hati dengan pengalaman spiritual yang berharga.