Tepat di hari lebaran kemarin, pintu air di Kalimalang jebol. Seorang teman di BBM Group yang pertama kali heboh mengabarkan berita itu. “Wah untung lu masih di Medan, Zy… kalau gak bakalan susah air di Jakarta.†“Eh emang kenapa?†“Pintu air di Buaran jebol.†Lalu saya cari beritanya, dan memang benar pada hari itu pintu air di Kalimalang jebol, yang berimbas pada para pelanggan air dari salah satu operator pelayanan air bersih di Jakarta.
Sebenarnya saya tak terlalu khawatir dengan kejadian pintu air jebol itu. Soalnya untuk kebutuhan rumah tangga, air kami di rumah berasal dari air sumur. Kami berlangganan air pam juga, tapi beda operator dengan yang bermasalah akibat pintu air jebol, jadi (seharusnya) tidak jadi masalah. Yang menjadi kekhawatiran saya adalah apabila air tanah kami mulai habis atau airnya kotor dan tak layak konsumsi akibat musim kemarau yang melanda Jakarta.
Sampai beberapa hari ke depannya, timeline saya lumayan penuh dengan berita, cerita, dan keluhan tentang kondisi air bersih di Jakarta. Yeah off courselah ya, secara air itu kan kebutuhan utama manusia. Dan kemudian saya akhirnya tahu bahwa: kondisi ketahanan air DKI Jakarta masih rentan. Kenapa? Karena ternyata pasokan air di Ibu Kota negara ini lebih banyak berasal dari luar Jakarta.
Seperti dikutip dari sini, ternyata: dari 18 kubik per detik kebutuhan air di DKI Jakarta setiap harinya hanya 2% atau 0,4 kubik per detik air baku berasal dari DKI Jakarta sendiri. Selebihnya, yaitu 98% air baku dan air bersih di Jakarta berasal dari luar Jakarta. Buset! Hanya 2% saja pasokan air yang berasal dari Jakarta? Nah dari yang saya baca, pemprov merencanakan suatu proyek yang disebut proyek ultra filtrasi air sungai di Jakarta agar bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Karena ternyata air-air dari kali dan sungai di Jakarta itu sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi, namun untuk mencegah terjadinya lagi krisis air bersih seperti kejadian pintu air jebol kemarin, tentu harus segera dilakukan tindakan yang tepat. Sebab ternyata air tanah di Jakarta ini pun sebenarnya juga sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Dan itu terjadi karena banyaknya terjadi genangan hujan sehingga terjadi penurunan air tanah dengan cepat.
Pertama kali saya pindah ke Jakarta, saya kaget mendapat air yang keluar dari keran warnanya selalu kecoklatan, terutama kalau baru hujan. Keadaan itulah yang kemudian mengharuskan saya memasang filter air, agar air sumur kami layak untuk dikonsumsi.
Nah, sekarang jadi khawatir. Bagaimana ya nasib anak dan cucu kita nanti bila air bersih semakin langka? Air bersih, sama halnya dengan udara, adalah hal yang tidak bisa diciptakan oleh manusia bila sudah tidak ada. Lalu apa yang bisa kita lakukan agar air bersih tetap terjaga senantiasa? Saya beruntung main ke blog Dita dan juga Titiw, ternyata mereka sudah menulis duluan tentang konservasi air. Dari hasil main ke blognya Dita, saya baru ngeh (benar-benar ngeh!) bahwa ternyata rumah tangga adalah pengkonsumsi terbesar air tanah. Jadi bukan industri, tapi rumah tanggai. Dan rumah tangga (yaitu kita) sendiri mungkin belum banyak yang sadar benar bahwa konservasi air tanah itu harus dilakukan sedini mungkin dan dimulai dari diri sendiri dan lingkungan. Yuk, kita cari tahu apa sebenarnya yang dimaksud dengan konservasi air.
Fyi. Konservasi air tanah adalah upaya melindungi dan memelihara keberadaan, kondisi dan lingkungan air tanah guna mempertahankan kelestarian dan atau kesinambungan ketersediaan dalam kuantitas dan kualitas yang memadai demi kelangsungan fungsi dan pemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik waktu sekarang maupun pada generasi yang akan datang.
“Sumur resapan air hujan adalah salah satu solusi untuk menjaga ketahanan air tanah. Konsep sumur resapan ini adalah memberi kesempatan dan jalan bagi air hujan yang jatuh di atas suatu lahan untuk meresap ke dalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu sistem resapan. Berbeda dengan cara konvensional dimana air hujan dibuang/dialirkan ke sungai kemudian diteruskan ke laut. Sumur resapan ini merupakan sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang cukup besar sebelum air meresap ke dalam tanah. Dengan adanya tampungan, maka air hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian tanah menjadi optimal.â€Â Sumber: http://baitullah.unsri.ac.id/2010/10/perancangan-sumur-resapan-untuk-konservasi-air-tanah/
Namun untuk lahan sempit, bisa menggunakan teknik lain, yaitu biopori. Saya pernah ikut seminar biopori ini dua tahun lalu di kantor kami, namun belum sempat saya terapkan di rumah. Biopori ini juga metode sumur resapan mini, bisa dibikin di mana saja, di sekeliling pohon, tanah kosong antar tanaman, dan juga bisa dibikin di dekat selokan yang sudah disemen. Lubang biopori dapat memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah sehingga menambah air tanah.
Beberapa tindakan preventif lain yang bisa dilakukan oleh kita untuk konservasi air tanah adalah:
– berhemat air (dengan demikian kita juga bisa empati sama mereka yang daerahnya mengalami kekeringan)
– menampung air hujan untuk keperluan rumah tangga yang tak terlalu perlu air bersih. Misalnya untuk mencuci motor atau mobil, mengepel teras, menyiram tanaman atau bunga dalam pot yang tak terjangkau air hujan.
– memperbanyak tanaman hijau di rumah, juga perbanyak resapan-resapan, agar air hujan yang turun bisa masuk dan bertahan cukup lama di dalam tanah.
– Lahan sempit di rumah jangan semuanya diaspal atau disemen, tapi bisa diakali dengan membuat filter-filter mini untuk menjaga air hujan stay lebih lama di tanah.
Yang pasti, tanpa adanya usaha konservasi air, dalam beberapa puluh tahun kedepan, kita bisa terancam mengalami krisis air bersih. Siapa yang mau anak cucunya kesulitan air? Saya jelas tidak mau. Jadi kita sama-sama mulai dari diri sendiri dan lingkungan, sama-sama menjaga environtment tempat tinggal, menghijaukan halaman rumah, menghemat air. Pokoknya lakukan tindakan nyata agar konservasi air bisa terjaga. Ingat juga untuk sharing tentang hal ini ke banyak orang agar semua ikutan aware. So, apa yang sudah kamu lakukan selama ini untuk menjaga konservasi air?
alhamdulilah air didaerah saya masih lancar dan menyehatkan…bagaimana tidak, langsung dari mata air pegunungan..
dah gratis, alami, sejuk lagi..
Mbak zee tinggal dimana? air sumurnya masih bisa dipake yachh? kalo di tempatku ngga bisa bikin sumur…baru beberapa meter airnya udah hitam hiks…akhirnya mau ngga mau harus langganan air PAM utk kebutuhan sehari2
Saran saya coba air sumur nya di cek kan ke laboratorium dulu apakah bisa dijadikan air minum atau tidak. Beberapa teman melakukan hal tersebut sebelum mempergunakan air sumur
Nice mbak.. Moga-moga tulisan ini makin bikin orang-orang aware tentang konservasi air, ataupun ketahanan air. Kita semua juga harus punya knowledge bagaimana perusahaan-perusahaan menggunakan air dengan sebaik-baiknya. 🙂
Beruntung banget aku baca postingan ini zy…waduuuh kok yo ngeri yaa…itu pasokan air jekardah yaa…bener2 harus dari kita dimulai buat lebh aware ama semua ini…demi anak cucu kita…apalagi ternyata rumah tangga sebagai pemakai terbesar…haduuuuhh….
nice posting zy….postingannya zy selalu bermanfaat….ringan, mudah dimengerti dan bermanfaat… 😀
aku? aku tinggal di apartemen dan selama ini aku rasa pemerintah Jepang cukup canggih. Hemat air saja.
Tapi jakarta memang harus berhati-hati, bukan hanya air, tapi semua bidang 🙂
Thanks informasi dan pengalaman yang udah dibagi ini, Zee.
Sekarang ini air bersih di beberapa daerah saja sudah susah karena musim kemarau dan kita sangat kurang memiliki sumur resapan…satu-satunya jalan, mungkin hanya hujan buatan.
Kepeduliannya ok banget, salut!