Belanja Majalah di Sabang

Saya sekarang punya kebiasaan baru, yaitu bawa oleh-oleh untuk Vay setiap pulang kerja. Awalnya tidak terpikir oleh saya soal oleh-oleh ini, tapi teman sebelah saya Elm, suka cerita tentang oleh-oleh yang dia bawa pulang untuk anaknya. Waktu itu saya tanya, kenapa harus dibiasakan bawa oleh-oleh? Gimana kalau mendadak tidak bisa bawa oleh-oleh? Saya pikir, ah betapa manjanya anak-anak kalau kita selalu membiasakan bawa oleh-oleh setiap hari.

Waktu itu Elm menjawab, tiap kali dia bawa oleh-oleh, anaknya itu pasti senang sekali. Karena kita ini ibu bekerja, tentu agar anak selalu merindukan kedatangan kita setiap sore, perlulah sedikit oleh-oleh untuk menghibur hatinya karena sudah ditinggal seharian. Apalagi kalau bundanya membawa oleh-oleh favoritnya, yang biasa diberikan Elm kalau anaknya hari itu jadi anak pintar. Entah makannya pintar, sekolahnya gak rewel, dst. Dan oleh-olehnya juga bisa apa saja, bisa DVD film, majalah, pinsil warna, atau bisa juga sekantong donat kentang.

Hmm. Benar juga. Itu setahun yang lalu, dan ketika itu saya menjawab, aku nantilah El, tunggu anakku sudah agak besar sedikit.

Dan sekarang Vay sudah besar. Sudah menyukai banyak barang dan pernak-pernik, terutama buku dengan gambar tempel. Dan pas pula, Vay memang jarang sekali saya belikan cemilan makanan, jadi saya pun memilih majalah dan pernak-pernik sebagai oleh-oleh untuknya.

Kemana saya pergi beli majalah? Apakah ke toko buku besar? Tentu saja tidak. Pertama, intinya ini hanyalah oleh-oleh, jadi tidak musti benar-benar majalah terbitan terbaru, karena pada dasarnya anak-anak cukup senang kok dengan oleh-oleh yang dibawa ibunya, dia tidak (belum) akan protes dengan oleh-oleh itu, dalam pikirannya yang penting mami bawa oleh-oleh, titik.

Kedua, kalau beli di toko buku besar jelas costly sekali saudara-saudara. Harga untuk satu buku sticker Barney saja hampir 20rb, padahal belum sampai sejam gambar tempelnya sudah habis ditempelin. Setelah itu majalah lama itu dilempar, lalu dia minta lagi majalah baru. Oomaakk… bangkrutlah kakak…

Maka pergilah saya ke Sabang. Elm punya toko langganan khusus yang jual majalah dan buku anak-anak beserta pernak-perniknya juga. Dulu toko langganan saya kalau beli majalah-majalah lama ada di dalam gang senggol, tapi itu sudah setahun yang lalu. Elm bilang lebih lengkap di toko langganannya yang sekarang.

Baiklah. Ini dia tokonya saudara-saudara. Toko ini ada di pinggir jalan raya Sabang itu. Bentuknya lapak, tapi di dalam toko.

Toko Buku & Majalah di Sabang

Lihatlah sususan majalah-majalah ini. Pemilik toko ini menyusun majalahnya bukan berdasarkan judul, tapi berdasarkan harga jual. Deretan atas itu adalah deretan majalah “sepuluh ribu tiga” dan “lima ribu tiga”.

Deret di bawahnya adalah majalah atau buku dengan harga sedikit lebih mahal. Untuk buku sticker Barney, di sini dijual Rp.7500/buku. Majalah sticker seri princess dijual Rp.15.000/pcs (kalau di toko buku hampir 50rb harganya). Jadi harga jual di sini lebih kurang sudah dikorting 75-80% dari harga di toko.

Sebagian besar majalah yang dijual memang majalah-majalah lama tapi dengan kondisi masih bagus dan terbungkus plastik juga. Oh iya, memberi oleh-oleh majalah atau buku pada anak-anak juga harus pakai bungkus plastik, biar anak-anak percaya bahwa itu memang baru dibeli di toko. Kalau tidak pakai bungkusan plastik, itu gak baru katanya. πŸ™‚

Untuk majalah yang umurnya masih baru, harganya biasanya masih mahal. Nanti beberapa bulan kemudian baru turun pangkat ke rak harga murah. Tapi untuk buku-buku atau majalah sticker, karena memang tidak pernah ketinggalan jaman, harganya selalu tetap (sekitar tujuh ribu s/d lima belas ribu), gak akan naik ke rak harga murah. Ya tinggal pilihlah mau beli di toko buku atau di Sabang, sama bentuk beda harga. πŸ™‚

Majalah yang saya beli campur-campur, ada yang lima ribu tiga, sepuluh ribu tiga, tujuh ribu satu, dan yang termahal adalah majalah keluaran Walt Disney (harganya sepuluh ribu). Ibaratnya itu kepala-nya, yang akan saya berikan kalau saya dapat laporan bahwa hari itu Vay makannya pintar. Tapi kalau hari itu dia makannya ogah-ogahan, saya bawakan majalah yang biasa-biasa saja. πŸ™‚ Trik ini juga saya pelajari dari Elm, tapi Elm enak, anaknya suka ngemil, jadi bisa dibawakan makanan ini itu sebagai oleh-oleh. Kalau Vay, pernah saya bawakan yoghurt (dan saya bilang ini ya vay, oleh-oleh dari mami), tetap saja dia bongkar-bongkar tas kerja saya, mencari majalah… kalau bukan majalah atau buku, bukan oleh-oleh katanya.

Jadi di dalam locker saya dan Elm, ada stok majalah untuk satu bulan! Hahahaa…. jadi setiap hari ambil satu masukin tas, bawa pulang. Soalnya kalau dibawa pulang semua sekaligus, bakal ketahuan juga nanti tempat penyimpanannya.

Tadi saya belanja majalah 70 ribu, untuk stok oleh-oleh satu bulan. Tapi untuk hari ini saya sudah siapkan oleh-oleh gunting plastik dan kertas origami, soalnya dia selalu penasaran dengan gunting, jadi ya akhirnya saya beli juga gunting plastik. πŸ™‚

Stock Oleh-Oleh untuk Vay

Mungkin sepintas kesannya mengajarkan materialistis pada anak ya, tapi kadangkala sebuah oleh-oleh, sekecil atau semurah apapun harganya, bisa mengobati hatinya setelah seharian berpisah dengan ibunya. Ya katakanlah itu sogokan agar dia tidak ngambek, tapi harus saya akui rasanya senang sekali setiap melihat tatapan penasaran Vay, hari ini saya bawa oleh-oleh apa buat dia. Setiap melihat saya muncul, dia akan joget-joget di depan pintu sambil teriak, “Holeee… mami bawa oleh-oleeehhh buat payaa…” dan kemudian sebuah ciuman mesra pun mendarat di pipi saya.

Ah. Berbunga-bunga rasanya…. ^_^

84 Comments

  1. Waktu ngantor, gw juga suka bawain anak oleh2, ya sama majalah, pinsil warna, kertas, pernak pernik.
    Tapi, nanti setelah mereka agak besar, seumur Lily (10) udah nggak mau dibawain lagi, dia beli sendiri.
    Kecuali, kalau dinas ke luar kota, pengennya dibawain oleh2 khas kota itu.
    Kalau Kayla masih senang dibawain:D

  2. iya anak2 mah dikasih apa juga seneng. gak perlu yang mahal ya. πŸ˜€

    dulu waktu masih sering jalan kaki kalo pergi/pulang kantor, gua selalu ngelewatin toko 99 cents store. jadi semua barangnya cuma 99 cents. kadang2 (gak selalu sih, takut si andrew jadi merasa itu keharusan), gua suka beliin apa lah mainan/buku yang cuma 99 cents. senengnya setengah mati si andrew. hehehe.

    tapi sekarang udah gak ngelewatin lagi jadi gak pernah lagi. πŸ˜›

    • Zizy

      Iya itu dia, gw jg takutnya vaya tar kbiasaan hrs ada oleh2. Makanya pernah jg 1-2 kali gw g bw oleh2, hehe..

  3. mbak, ini sabang yang dimaksud Sabang apa ya??apa Sabang yang ada di Aceh???
    hehhe…

    Bahagianya punya ibu sprti mbak, coba saya jd vay ya,hihihi
    ngarep.com:D

  4. Sayang disini ga ada Sabang, Mba. Makanya pas mudik gw banyak beli buku, puzzle, mainan, dll. Coz harga di Indonesia jauh lebih murah ketimbang disini

    Wah ka Vay makannya harus banyak neh tiap hari, biar Mami bawain oleh2 yang banyak πŸ™‚

    • Zizy

      Iyaa, di Sabang itu pun pernak-pernik muraaahhh… Mending beli di situlah kl u/ yg std-2 saja hehe..

  5. Pic-nya keren mbak, real bgt…berasa kita
    “pembaca” merasakan atmosper suasana di sabang sana… πŸ™‚

  6. Wah, ide yang menarik nih, Mbak. Saya sukanya beli borongan. Hari itu juga beli banyak. Emang senengnya bisa seminggu, tapi cepat bosen pula. Harus dicoba nih ^_^

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *