Berbagi itu indah. Itu saya rasakan sendiri ketika Jumat kemarin saya dapat kesempatan untuk berbagi rasa dengan kaum dhuafa dan anak yatim.
Ini berawal ketika mbak Anny ym saya, mengajak saya, mungkin ada waktu untuk berbuka puasa bersama dengan mbak Anny dan rekan-rekan di sebuah rumah singgah. Sayang sekali saat itu saya memang tidak bisa ikut, karena berkendala dengan hari yang ditentukan.
Berangkat dari perbincangan itu, saya pun terbetik niat untuk bikin acara berbuka puasa juga dengan para kaum dhuafa. Pelan-pelan saya googling dan cari daftar Rumah Singgah yang dekat dengan tempat tinggal saya di Jakarta Timur. Setelah ketemu (ada dua pilihan waktu itu), saya minta tolong pak supir untuk survey lapangan. Dapat satu yang terdekat, yaitu Yayasan Usaha Mulya Abadi di daerah Cipinang. Oleh pengurus YUMA, saya diberikan data anggota mereka yang terdiri dari 60 orang anak yatim, 55 orang jompo, dan 50 balita gizi buruk dari keluarga tidak mampu.
Hati ini sempat tergetar juga waktu saya menelepon ke sana dan mendengar perkataan si ibu pengurus. Saya bertanya ke ibu pengurusnya, kapan waktu yang kosong yang bisa dijadwalkan untuk saya. Kata ibunya, kapan saja bisa Bu, karena kebetulan belum ada yang datang ke sini untuk kasih sumbangan atau acara buka puasa. Aduh sedihnya, pikir saya. Mungkin Tuhan sudah mengatur semuanya agar sayalah yang pertama kali buka kunci bersedekah di yayasan itu, ya.
Awalnya saya sempat tidak pede. Iya karena inilah pertama kalinya saya bikin acara buka bersama bersama kaum dhuafa, dan seorang diri mempersiapkan semuanya. Biasanya saya selalu berzakat rekening, alias main transfer sana sini, jarang turun langsung. Bisa dihitung dengan jari berapa kali saya datang langsung ke panti asuhan untuk menunaikan kewajiban. Kenapa begitu? Karena saya berprinsip, biarlah Tuhan saja yang tahu zakat dan sedekah saya, tidak perlu manusia. Karena manusia selalu penuh penilaian, dan penilaian-penilaian itu — yang baik maupun yang kurang baik — takutnya akan mempengaruhi saya, dan saya tidak mau hati ini jadi berkurang ikhlasnya atau malah jadi besar kepala mendengar penilaian orang lain.
Begitu pula saat bercakap-cakap di telepon dengan Bu Tuti, pengurus YUMA. Saya agak ragu dan sempat terdiam ketika beliau mengusulkan agar saya datang jam sekian biar semua berkumpul dst dst. Maksud saya di awal rencana, biar nanti saya drop saja semua, tapi saya gak ikutan di tempat. Tapi saya pikir, ah sudahlah, tidak apa. Mudah-mudahan semuanya baik-baik saja. Jadilah kami membuat jadwal di hari Jumat 27 Agustus kemarin, yaitu acara berbagi bingkisan dan berbuka puasa untuk para lansia, anak-anak yatim, dan bayi/balita dari keluarga tidak mampu.
Setelah diskusi dengan Bu Tuti, akhirnya saya pilih memberikan bingkisan sembako untuk lansia, snack dan kue untuk anak-anak, serta susu dan biskuit untuk bayi/balita. Tadinya mau kasih perlengkapan sekolah seperti buku dan alat tulis, tapi benar kata Bu Tuti, ini kan mau lebaran, anak-anak pasti senang kalau dapat bingkisan makanan untuk berlebaran. Seorang pengurus lain bertanya, barangkali ada spanduk yang mau dipasang? Biasanya yang datang suka bawa spanduk dan ada EO-nya juga. Saya menggeleng. Saya bilang, tidak usah heboh-heboh, seperti biasa saja acaranya gimana. Dan kalau boleh saya minta doanya saja, untuk saya dan keluarga, juga untuk papi-mami saya di Siantar sana.
Malam hari, saya langsung belanja keperluan bingkisan. Awalnya saya beli langsung paketan yang sudah dikotak-kotakin. Tapi waktu sudah sampai di rumah, kok kelihatannya dikit amat ya isinya tuh kotak. Sedih amat dikasih segitu aja, pikir saya. Besoknya saya belanja lagi, kali ini sendirian sampai gempor dorong-dorongin troley yang berat. Lalu besoknya pergi lagi belanja minyak goreng. Untuk lansia ditambah lagi dengan kain sarung, beli di Tanah Abang.
Karena mobil tidak muat, jadi pakai jasa delivery dari si toko alias Carefour Duta Merlin. Sempat ada peristiwa tidak mengenakkan juga sih, karena di tengah jalan saya telepon Mas Carefour itu, eh dia minta tip tambahan untuk ongkos antar. Padahal sebenarnya karena belanja saya banyak, saya tidak di-charge lagi untuk delivery, dan saya sendiri sudah kasih 30 ribu rupiah untuk tip si Mas-nya. Saya marah dan langsung saya tutup saja teleponnya, daripada nanti saya kelepasan bilang dia bodat?! Saya mau komplen tapi masih mikir dulu, maksud saya tunggu barang-barang sampai rumah dulu deh baru saya komplen. Eh ternyata hubby saya langsung telepon ke Carefour Duta Merlin mengajukan komplen. Dan CS-nya Carefour pun menelepon saya untuk minta maaf. Ya sudahlah, saya anggap selesai.
Belanja partai besar untuk bingkisan begini memang susah-susah gampang, karena seringkali stoknya tidak mencukupi, sehingga harus cari pengganti lain dengan harga yang kurang lebih sama. Tiba di rumah, semua makanan dan sembako itu langsung dibungkus. Tidak lupa pakai plastik dengan warna berbeda agar nanti panitia tidak bingung saat pembagian. Dan agar bingkisan aman dari ‘tangan usil’, saya ikat plastiknya pakai penjepit kabel. Penjepit kabel itu kalau dibuka tidak bisa dipasang lagi, jadi yang macam-macam langsung bisa ketahuan.
Untuk nasi kotak dan tajil kolak, pesan ke tetangga-tetangga dekat rumah yang memang ada usaha cathering kecil-kecilan. Pakai acara cerewet juga, bahwa makanan harus enak, bungkusan harus rapi, tidak boleh tumpah, dll. Aman deh.
Lalu untuk uang pecahan, saya pergi ke Monas untuk menukarkannya di sana. Kebetulan memang ada beberapa bank besar yang bekerjasama menyediakan mobil-mobil untuk jasa penukaran uang receh di parkiran IRTI Monas. Berpanas-panaslah saya ngantri di bawah terik matahari karena tidak ada tenda untuk para penukar (kejam bener emang tuh bank-bank hehe…). Ah tapi ya gak apa, toh tidak setiap hari.
Hari yang ditentukan pun tiba. Pagi hari bingkisan-bingkisan sudah di-drop duluan ke yayasan untuk diatur oleh panitia di pendopo. Nasi kotak akan diantar langsung sama ibu tetangga ke yayasan sebelum pukul empat sore. Sementara tajil kolak pisang dan biji salak, diantar ke rumah, dan barengan saya bawa langsung.
Saya tiba di YUMA jam setengah lima sore. Saya berdua dengan anak saya, ditemani juga oleh mbaknya. Tatap-tatap mata penuh rasa ingin tahu memandang saat melihat saya masuk, mungkin heran melihat yang datang kok cuma satu orang saja bersama anak kecil. Saya duduk di kursi yang berderet-deret di depan, di samping seorang ibu paruh baya yang sepertinya ketua yayasan, karena semua orang kelihatan hormat pada si ibu. Si ibu bertanya pada saya, siapa lagi yang masih di jalan. Tidak ada bu, saya sendiri saja. Oh, katanya.
Acara dibuka dengan kata sambutan dari pengurus, lalu baca doa bersama, dan kemudian dilanjutkan dengan membagi bingkisan ke setiap orang yang terdaftar. Memang sih, ada banyak lansia penduduk sekitar yang juga datang ke YUMA, mereka ini tidak terdaftar sebagai anggota di YUMA, jadi mereka tidak kebagian bingkisan karena memang bingkisan kita terbatas, ya. Bingkisan hanya untuk anggota yayasan saja, tapi nasi kotak dan tajil memang berlebih karena dipesan banyak, jadi mereka yang tidak kebagian bingkisan tetap dapat nasi kotak dan tajil.
Pembagian bingkisan berjalan tertib, walau ada juga sedikit keributan, tapi masih taraf wajarlah. Namanya juga dhuafa dan sudah tua-tua pula, mereka butuh jadi meskipun sudah dibilang bersabar karena nanti akan dipanggil, tetap was-was juga takut tidak kebagian. Seperti beberapa lansia yang tidak hadir karena sudah sangat tua sehingga tidak bisa bangkit dari tempat tidur, ada temannya yang takut bingkisan itu tidak sampai pada ybs, jadi memaksa agar dititipkan ke mereka saja. Tapi pengurus menenangkan mereka, karena bingkisan untuk lansia yang tidak hadir akan tetap jadi haknya, nanti akan diantar langsung oleh ketua masing-masing kelompok lansia per-RT.
Setelah pembagian bingkisan, lalu nasi kotak dibagikan. Kemudian yang terakhir, pembagian kolak untuk berbuka. Saat itu waktu berbuka puasa masih setengah jam lagi, dan seorang ibu pengurus menganjurkan saya untuk langsung membagikan saja semua yang mau dibagi agar anak-anak dan lansia bisa langsung pulang. Tapi bu Tuti dan seorang pengurus lain memprotes. Karena memang kami sudah deal, saya ingin berbuka puasa di situ dengan anak-anak yatim dan lansia, biarpun hanya makan kolak saja (karena nasi kotak kan untuk dibawa pulang). Jadi bersabarlah menunggu. Toh hanya setengah jam. Lansia yang tidak terdaftar boleh langsung pulang, begitu juga dengan para ibu dan balita. Jadi hanya anak yatim dan lansia saja yang menunggu waktu berbuka, sambil bersama-sama melantunkan shalawat nabi.
Saat membagikan amplop, rasanya dada ini sesak. Para lansia itu, bersusah payah bangkit dari duduknya, sambil menenteng bingkisan masing-masing dan memegangi kaki yang sudah kurang kuat, datang ke depan menjumpai saya untuk menerima salam tempel. Mereka ini rata-rata sudah uzur sekali, ada beberapa yang masih bisa berjualan kue keliling, tapi ada pula yang sudah tidak bisa jalan, hanya bisa terbaring di rumah saja.
Reflek saya tarik sedikit tangan saya karena banyak dari para orang tua itu langsung mencium tangan saya dengan tatapan penuh rasa terima kasih. Jangan, Pak. Jangan, Bu. Tidak pantas buat dirimu yang lebih tua mencium tangan saya. Hanya kebetulan saja saya sedang punya rejeki lebih dari bapak dan ibu, tapi tidak berarti harus didewakan. Tetap jatuhnya saya adalah anak. Tadinya saya sudah berinisiatif mendatangi mereka langsung, tapi ternyata para jompo tersebut memang mau maju ke depan sekaligus cium tangan ibu yayasan. Beberapa dari mereka menyalami saya dengan lama sekali, sambil mendoakan saya agar selalu diberi kemurahan rejeki. *Amin ya bu, makasih..
Teman-teman..
Kalau kali ini saya sharing pengalaman saya berbagi rejeki di blog ini, bukannya bermaksud pamer lho. Tapi siapa tahu ada saudara-saudara lain di luar sana yang masih cari tempat untuk berbagi di bulan ramadhan ini. Karena kemarin, ketika kami semua duduk bersama menunggu waktu berbuka, MC sempat berkata pada anak-anak agar bersabar, ya mudah-mudahan nanti masih ada yang datang, jadi siapa tahu anak-anak ada rejeki untuk dapat baju lebaran.
Ada yang mau berbagi kah?
*updated 02092010 : baru lihat-2 lagi foto waktu bagi-2 amplop kemarin. Kebetulan ada satu foto yang diiambil dari belakang saat si Mbah yg kurang dengar itu (foto atas sama Vay) berjalan di depan saya. Terlihat jelas kain yang dipakai si Mbah itu berlubang di belakang. Aduh, langsung sesak ngeliatnya… syukurlah sudah dapat kain sarung baru, jadi bisa langsung pakai ya Mbah?
Mbak Zee, Demi Allah air mata saya sampai berlinang membacanya.
Sayang, tahun ini saya tidak bisa melaksanakannya, tetapi sudah kompromi dengan keluarga, kita tetap mengundang anak-anak panti pada Idul Fitri Pertama.
Semoga Allah selalu melapangkan rejeki dan keselamatan untuk Mbak Zee dan keluarga.
berbagi rejeki untuk mereka ga ada salahnya koq mba, apalagi dilakukan dengan rutin malah rejeki akan lebih banyak mengalir
keluargaku sering mengadakan acara seperti ini, tapi kemarin ada kejadian tidak mengenakan
biasanya kami mengurusnya sendiri, mengadakan acara di rumah, tapi kali ini kami menyatukannya dengan acara santunan yatim dari masjid
miris sekali ketika makanan yang seharusnya diberikan untuk anak yatim tsb dimakan oleh panitianya
padahal kami sudah memberikan jatah lebih banyak untuk panitia tersebut
untung ya mba dapet yayasan yang baik
semoga rejeki mba zee lebih banyak lagi sehingga bisa lebih banyak memberi 🙂
Salut Zi.. tulisan ini buat saya sbg pembelajaran, klo kita niat berbagi, ya.. just do it! dan melakukannya dgn sepenuh hati juga perfect. memberi ga asal ngasih, tp usahakan yg terbaik.
Kita ga akan miskin krn sedekah ya.. justru sebaliknya, akan berlipat ganda keuntungannya.
Salam tuk Vaya, dia pasti bangga punya mama spt Zi 🙂
subhanallah, semoga bisa kaya mba yang bisa berbagi sama kaum dhuafa..amin
gw langsung larut dalam suasana di sana Zee.. kisah lo n upaya lo yang gw nilai gak tanggung-tanggung..ampe nyewa jasa delivery..huumm…segitu banyaknya..n sebanyak itu pula yg menantinya di panti itu.. suasana yang begitu dalam n banyak pelajaran hidup di dalamnya…
suatu saat… gw akan turut berpartisipasi.. secepatnya moga.
hwuaaaa terharuuuu. T_T
Mbak beruntung bisa berbuat sesuatu untuk mereka. Hal seperti ini bukan masalah mampu atau ndak, tapi masalah kemauan.
Maka itu saya bilang mbak beruntung bisa memaksakan kemauan untuk berbuat baik seperti ini. Ndak semua orang bisa.
Semoga menjadi pahala baik ya mbak.