Dua malam lalu saya bbm-an dengan seorang teman dekat saya. Saya bilang padanya – mungkin sedikit mengeluh – kalau para pembantu bodat ini kok gak balik-balik. Mbok ya bilang kek balik apa gak, jadi biar aku tahu mau ngapain? Begitulah repetan saya.
Teman saya itu ketawa. Katanya, Kak asyik itu aja masalahmu. Dan lalu saya pikir, ah dia benar. Haha, tentu saja karena setiap kali saya mulai ngerep (alias merepet), kejengkelan saya tak lain dan tak bukan memang lebih sering karena kelakuan para asisten yang bikin bosnya high tempre. Lalu saya jawab, ya cemanalah, namanya pun omak-omak, gak jauh-jauh dari masalah bedinde.
Sebenarnya saya bukan model orang yang suka bergantung dengan orang lain. Karena kalau sudah menggantungkan harapan pada orang lain, biasanya malah jadi tidak mandiri, dan saya tidak suka itu. Tapi tentu saja karena saya juga dalam posisi terikat dengan jam kantor 7 to 4 (maaf ya eike bukan 9 to 5 :D), keberadaan para bedinde itu dibutuhkan.
Alhasil dalam beberapa hari terakhir ini kami berbagi tugas. Nanny-nya Vay akhirnya mengambil alih tugas menyiapkan makanan Vay, termasuk juga mencuci dan menggosok pakaiannya yang terkena pipis. Untuk pakaian saya, suami dan Vay, yang sudah bertumpuk beberapa hari kami gelontorkan ke laundry kiloan karena mesin cuci kami ngadat. Ini mesin memang minta dipecat, semingggu baik seminggu rusak. Namun rencananya sore nanti pakaian-pakaian akan cuci tangan saja. *penghematan.
Karena pagi hari sebelum jam 6 saya sudah harus jalan ke kantor, maka urusan bersih-bersih rumah pun pindah tayang ke sore dan malam hari. Pagi hari saya hanya keluar untuk menyalakan mesin kolam dan cemplungin obat, lalu ngebut ke kantor. Sore hari begitu pulang ke rumah baru sapu pel teras dan matikan mesin kolam (actually bisa disetting automatic, tapi saya lupa setting timer-nya bagaimana :D). Lalu rumah bagian dalam disapu pel sekitar jam 9 malam, begitu anak saya selesai makan malam dan semua orang sudah ready untuk istirahat. Jadi biar paginya si Nanny gak usah repot-repot nyapu lagi, karena dari malam sudah bersih.
Urusan makan si Vay juga tidak terlalu repot, karena memang anak saya makannya tidak macam-macam, masih seputaran makanan rumah yang alakadarnya seperti ayam atau ikan goreng, tahu tempe, sayur bening, atau sup daging. Jadi si Nanny hanya butuh penataran sedikit saja untuk memasak sup daging dan mengungkep ayam dalam keadaan terpaksa. Yang agak terlantar ya mungkin si Nanny-nya, karena selama ini dia kan tinggal terima beres karena sudah ada tukang masak, jadi sekarang doi harus masak juga untuk dirinya sendiri.
Dan setelah empat hari ini dijalani, wah ternyata tidak begitu repot. Pagi-pagi, rumah masih semerbak oleh harum cairan pembersih lantai. Remote-remote rapi tersusun di rak. Meja-meja bersih mengkilap. Rice cooker sudah menyala karena si Nanny sudah langsung masak nasi saat subuh. Dapur juga bersih karena semua sampah sudah dikeluarkan dari malam. Saya lihat si Nanny juga tulus membantu saya beres-beres rumah. Mungkin saja selama ini dia punya keinginan terpendam ingin bisa masak, tapi selama ini tidak tersalurkan karena ada bedinde :).
Artinya biarpun minus dua bedinde, masih bisa ternyata menghandle rumah ini, meskipun agak terseok-seok dan harus merelakan Burn Notice & CSI terlewati. Satu-satunya yang belum bisa saya handle adalah pekerjaan membersihkan kolam, karena takes time & more efforth. Mungkin Sabtu besok kalau bedinde belum balik juga, saya deh yang turun tangan membersihkan kolam. Sekalian olahraga mengencangkan lengan.
Sehabis berpeluh beres-beres rumah, saya jadi mikir, kenapa selama ini kayaknya bedinde itu kerjanya berat sekali ya? Seperti gak siap-siap pekerjaan mereka. Dan selalu saja ada yang lupa mereka kerjakan. Padahal mungkin hanya butuh sepuluh menitan saja untuk pekerjaan yang mereka lupakan itu.
Hanya ada satu alasan kenapa bedinde merasa tugasnya berat, karena bedinde tidak merasakan empati atas tempatnya bekerja. Seringan apa pun kerjanya, mungkin akan terus terasa berat olehnya karena tidak ada rasa suka. Yang penting majikan tahu lantainya licin dan wangi, tapi tidak perlu tahu bahwa di bawah sofa masih ada sisa-sisa nasi yang tidak ikut tersapu. Atau : vas bunga lapnya beberapa hari sekali aja, bos gak tahu ini.
Sementara kalau kita yang membersihkan sendiri, karena ada sense of belonging, beres-beresnya pun penuh cinta. Biar capek tapi puas.
iyaaa…beneeer capee tp hepi…aku yg rumahnya 4L *lu lagi lu lagi* aja brasa cape ga kebayang kamu ya zee, yg harus juga urus kolam, hehehee…hebaattt deeehh walopun mengorbankan si CSi…..#horatio si the king kalah ama bersih bersih 😛
Ihikss… Sedih lho ga bs ntn Horatio.
Jadi bagaimana, Ibu, kabar bedindenya yang kabur itu? 😀
Seperti apa kata pepatahlah, alah bisa karena biasa.
Jadi teringat sebuah cerpen di dalam buku paket pelajaran Bahasa Indonesia kakak sepupu dulu, mengisahkan seorang PRT yang protes lantaran digaji sedikit sekali. Lantas atas rekomendasi kawannya PRT tersebut pindah bekerja menjadi buruh pabrik dengan gaji dua kali lipat dari gaji selama menjadi PRT.
Namun ternyata gajinya yang besar itu harus dipotong untuk biaya-biaya antara lain biaya sewa kamar kosan, biaya makan, peralatan mandi, dsb. Akhirnya ia menyadari bahwa sebenarnya penghasilan yang ia dapat selama menjadi PRT sudah sangat besar dibandingkan menjadi buruh, meskipun secara nominal tidak demikian.
Pulanglah ia kepada majikannya yang dulu untuk minta diterima kembali bekerja sebagai PRT di situ. Majikannya rupanya tidak menyewa PRT lagi selama ini, karena segala urusan rumah tangga ternyata mampu ditangani sendiri.
Karena cerita harus disetel akhir yang bahagia, maka mantan PRT itu diterima kembali oleh majikannya sebagai PRT dengan pertimbangan kedekatan emosi.
Begitulah… 😀
Itu bener banget. Kdg prt suka merasa gaji kurang trs mrk kerja di pabrik. Pdhl di pabrik hrs bayar kontrakan lg, beli sabun, makan, minyak, gula, dll. Klo di rumah tinggal terima beres kan. 😀
Wah, saat ini, saya yang kuliah masih merasa mampu ngurus hal2 rumah tangga, seperti nyuci (pake mesin cuci), masak (sarapan), setrika, dan beberes (ngepel dan nyapu). Tapi…. entahlah, saat nanti saya bekerja, apakah masih bisa…. 😐
Kalo udah kerja mungkin sdkt keteteran aja, tp gitu da berkeluarga dan punya anak, pasti benar2 keteteran ehehehe..
Setuju banget zee..
Beres2 sendiri tuh ada kepuasan tersendiri..
Meski cape tapi puas..
smangat bersih2 nih..
Ngga terasa capek mbak, setelah melihat hasilnya….
Sama seperti kita menulis, yang baca dan komen banyak, pasti punya nilai lebih 🙂
Walaupun capek menarikan jari, tetapi jikalau banyak yg komen, rasanya capai itu hilang ya..
Apa hubungannya?
Sesuatu kalau dilakukan dengan penuh keceriaan, capekpun tak terasa… apalagi kalau ditemani oleh orang-orang yang kita sayangi… wuuuhh… bahagia sekali
Kalau pekerjaan dilaksanakan dengan ikhlas dan kesungguhan hasilnya pun nampak.