Saya tertarik posting soal ini karena tadi pagi beberapa reseller saya mengeluh susah menjual tas saya karena buyers mereka rata-rata branded mania. Jadi mau tak mau, mereka akhirnya lebih konsen jualan tas branded di toko mereka dan promosi tas saya pun dikesampingkan. Hmm, saya pikir itu wajar saja, ya namanya juga orang jualan, tentu saja harus dahulukan yang cepat laku.
Oke. Kalau bicara soal branded, saya ini bukan tipe perempuan yang gila merk. Sama halnya dengan wanita-wanita lainnya, saya juga sama ngilernya setiap lihat sepatu keren, baju yang cantik, tas yang vintage, tapi saya tidak gila brand. Artinya, saat membeli sesuatu, saya tetap mengutamakan faktor model yang bagus, bahan juga kuat, nyaman saat dikenakan, dan tentu saja cocok dengan isi kantong. 🙂 *pantang berhutang kalau gak yakin bisa bayar, itu prinsip saya.
Back to basicnya saya, sejak saya kecil saya memang tidak kenal dengan merk mahal. Saya ini orang daerah, saya lahir dan besar di Papua. Jangankan bicara barang bermerk, saat itu yang punya mobil saja masih bisa dihitung dengan jari. Setahun dua kali, papi saya biasanya pergi ke Jakarta bila ingin berbelanja pakaian bagus untuk istri dan anak-anaknya. Belanjanya juga di Melawai atau Blok M (udah hebat banged itu woi waktu itu hehehe…)
Waktu pindah ke Medan, merk yang ada di Medan juga tidak banyak. Dulu kan Medan belum banyak mall dan plaza, jadi kalau mami saya mau belikan baju bagus buat saya saat lebaran (halah ketahuan ya tiap lebaran beli baju baru hehehee…) ya belinya di butik-butik pribadi di Deli Plaza or Medan Plaza, plaza-plaza terkenal saat itu.
Saat sudah mulai kerja dan punya uang sendiri, mulailah kan pengen beli ini itu sendiri. Waktu itu ya hunting baju atau tas masih di butik-butik bagus di Thamrin Plaza, yang bajunya import dari Hongkong. Cuma seperti saya bilang tadi, saya selalu melihat sesuatu itu : bagus dan cocok untuk saya pakai. Jadi bukan harus patokan merk tertentu. Dan waktu itu saya sama sekali buta soal merk, artinya ya apa yang saya dengar itu saja saya tahunya. Ibaratnya gini deh, saya pergi ke butik dan saya lihat tas merk Bur***ry lalu saya tanya harganya, dan ketika saya rasa itu cukup dengan isi dompet saya, maka akan saya beli. Sama sekali saya tidak ngeh bahwa tas Bur***ry yang saya beli itu sebenarnya branded kw — kalau pakai istilah sekarang :D. Saya pikir oh memang asli ini. Ya iyalah, gak pernah lihat aslinya, ya gak tahu harga aslinya berapa.
Atau waktu saya lihat beberapa teman saya menenteng beberapa tas model ibu-ibu (waktu itu mereka emang udah duluan jadi ibu-ibu hehe…) saya tanya harganya berapa lalu mereka jawab itu tas asli tapi kualitas sekian jadi memang dijual sekian ratus ribu, saya pun manggut-manggut saja. Once again, saya pikir, oh memang benar kali ya si empunya merk ngeluarin tasnya dua versi, kelas asli sekali dan kelas asli menengah. Hahahaha… bolotnya…. pokoknya saya benar-benar tidak updated fashion, karena saya memang bukan branded mania. Maklumlah, saya tidak lagi baca Cosmopolitan. Cuma beli lepas satu dua tahun saja, setelah bosan dan saya beralih baca PC Media. Jadi jelas, saya tidak terlalu full knowledge soal merk fashion. Waktu itu satu-satunya tas bagus yang saya punya adalah Esprit yang dibeli papi saya waktu dia dinas ke Eropa.
Saat Sun Plaza buka di Medan, beberapa merk fashion menengah pun bermunculan pula. Akhirnya saya punya beberapa merk tas branded seperti Elle dan Guess, yang menurut saya merk-merk itu juga harganya luar biasa mahal. Merk-merk itu modelnya lebih casual dan cocok dengan pembawaan diri saya… ciee soknya hahahaa…
And then, saya pun pindah ke Jakarta. Seperti layaknya orang daerah pindah ke Jakarta, saya pun terkagum-kagum campur kaget melihat aneka merk terkenal di Jakarta ini. Kagum karena buseeet ini merk banyak bener ya, sampai susah ngapalinnya, dan kaget mengetahui harga-harganya. *tp memang benar, ada harga ada muka, jadi harga mahal juga umumnya kualitasnya oke.
And…. akhirnya kebenaran itu terungkap sudah, saya pun akhirnya bener-bener melek merk setelah saya lihat tas-tas branded – yang sering saya lihat dipakai para girl friends di Medan – bersanding “sombong†di toko yang luar biasa mewah, dan tidak ada price tag. Artinya kalau kita penasaran ingin tahu harganya berapa, harus masuk dan tanya ke pelayan tokonya. Kecuali buat yang cukup cerdas, bisa cek harga dulu di website resminya.
Wah berarti Bur***ry yang dulu pernah saya beli itu memang palsu. Ya sebenarnya mana ada istilah asli kelas satu dan asli kelas dua. Palsu ya palsu. Lha wong beda harganya bagaikan langit dan bumi. Aslinya puluhan juta, kw-nya ratusan ribu. Ya jelas ga mungkin asli itu. Hihihi….
Memang, itu hak pribadi orang, dia mau beli tas branded kw or asli, bebas-bebas saja mah itu kan duit dia. Tapi kalau saya, sejak saya rada melek brand, saya tak mau lagi terjebak istilah kw-kw an itu. Saya lebih memilih beli merk biasa-biasa saja yang sesuai kemampuan kantong saya daripada beli yang bermerk tapi gak asli. Malulah. Serasa tampil dengan penuh kepalsuan :D. Gak lah, mending apa adanya saja. Tapi saya tidak menolak sih kalau ada yang mau belikan tas branded asli, hehe…
Anyway ini hanya pendapat saya saja kok, toh kalau kita bicara soal maraknya branded kw ini, ini semua tidak lepas dari tingginya permintaan. Katanya permintaan paling tinggi itu dari daerah, ya maklumlah.. mana ada coba toko LV asli di daerah. Cuma ada di Jakarta doang. Singkat kata, daerah memang butuh banyak asupan fashion. Soalnya buyers Devushka juga paling banyak dari daerah, hehehe…
So, any comment about branded kw?
Zee …
Kalau saya …
Branded atau tidak …
Itu semua tergantung dari yang memakainya …
Kacamata Oakley Jutaan …
Kalau yang make “idih sekali”
ya tetep aja kayak tukang ojek jadinya …
Sebaliknya …
Kacamata Cendem … dari Emperan Kuta … kalau yang make … OK …
Ya nampaknya akan seperti merek Jutaan pula …
ini menurut saya …
Salam saya
Wkwkkww… bener Om. Apapun yg keren dipakai itu tergantung yg makai juga.
kalo saya mah ga terlalu memperhatikan antara kw ama yang branded, yang penting bagus, n i like it.. just it..
yah sedikit banyak brand juga berpengaruh di pikiran kita, seperti nama baik seseorang, orang yang terkenal baik tentu lebih dihargai daripada orang yang tidak menonjol, meskipun mereka sama-sama menyumbang anak yatim sebesar 100 ribu per bulan…
Kalau saya mah, beli sesuatu lebih mengutamakan pada butuh tidaknya saya saat itu, lalu harga, dan terakhir model.
BTW, prinsip yang lugas en mantab, hehehe…
Hahahaha…senasib anak daerah jarang2 kenal brand terkenal, sekalinya kenal eh barang KW. Tp itu dulu mbak..skrg aku dah nga ngeliat brand atau jd branded mania. Yang penting suka, bagus, dan menarik hati pasti dibeli. 🙂
*yg males pakai brg KW*
saya lebih baik beli tas distro yang paling mahal banget cuma 300ribuan drpd beli tas KW. lbh baik pake barang murah sekalian yg cuma sekian puluh ribu drpd tas kw. klo perlu, lebih baik bikin sendiri, jahit di tkg jahit :p
tp, klo tas kw punya si mamah, ya udah gpp kupinjem sehari klo bentuknya gak norak2 amat XDDDD
saya juga ngak terlalu perhatiin sama KW segala macamnya yang penting modelnya bagus, kualitasnya ngak kalah oke dan juga nyaman dipakai. uangnya cukup