Sudah jadi kebiasaan, kalau ada temannya Vay yang ulang tahun, saya pasti memilih kasih buku anak-anak sebagai hadiah. Kecuali kadang kalau load di kantor sedang tinggi dan saya tak sempat-sempat ke toko buku, maka pergilah saya ke gift shop dekat rumah berburu kado.
Nah yang namanya membeli kado untuk anak-anak itu pasti deh harus dobel, karena anak-anak gak gampang ikhlas kalau temannya dikasih tapi dia enggak. Daripada kado yang udah cantik-cantik dibungkus lalu dibongkar lagi sama Vay (padahal dari awal sudah wanti-wanti bahwa kado yang akan dibeli itu untuk temannya), jadi dia juga saya belikan. Saya memberi istilah kado bayangan. Itu juga salah satu alasan kenapa saya suka sekali kasih kado buku. Rasanya lebih ikhlas beli buku sebagai kado bayangan untuk anak sendiri. Jauh lebih berguna daripada membelikan mainan yang cuma sebentar saja umurnya. Pernah nih si Vay saya bawa ke gift shop untuk cari kado temannya. Eh belum lima menit, dia sudah memecahkan magnet kulkas dan saya harus bayar 7 ribu. Grrr… rugi deehh…! Memang tokonya itu pun terlalu sempit, interior dan barang-barang diatur pas-pasan, trik yang bagus memang agar dari jauh toko terihat full dan menarik, tapi pengunjung sendiri jadi susah bergerak di dalam. Kalau berpapasan dengan pengunjung lain harus miringin badan biar bisa lewat.
Buku favorit saya untuk hadiah anak biasanya buku pengetahuan atau buku dongeng. Ganti-ganti. Misalnya kemarin udah beli buku binatang, maka kali ini belinya buku dongeng. Pas banget kan emang umur-umur segini lagi suka dengerin dongeng. Vay juga sudah punya beberapa buku dongeng tebal yang memuat banyak cerita. Dan buat saya, mencari buku dongeng yang cocok itu gampang-gampang susah. Vay sekarang mulai suka lihat yang cantik-cantik kayak princess-princess gitu, tapi saya rasa belum pantas dia dibelikan dongeng-dongeng semacam dongeng 1001 malam, yang ada putri dan pangeran dengan ending “”and they lived happily ever afterâ€. Menerangkan ending cerita itu ke dia, siapa laki-laki itu, kenapa begini kenapa begitu, dst. Belum pantes.
Jadi pilihan saya masih seputar dongeng binatang. Dulu buku-buku cerita yang ada selipan budi pekerti juga sudah pernah dibeli, tapi Vay lebih suka dengan cerita binatang. Apalagi buku dongengnya ini gambarnya juga bagus-bagus, dengan warna-warna yang memanjakan mata, jadi saya juga betah membacakannya. Jadi beberapa waktu lalu, saat sedang hunting buku untuk kado, saya dapat satu buku animal tales collection yang tebal dan covernya bagus. Saya gak bisa lihat isinya karena diplastikin, tapi melihat tampilan dan harganya, saya percaya bahwa isinya pastilah juga bagus. Langsung beli dua.
Nah, ternyata memang isinya bagus. Ada banyak cerita di dalamnya, dan salah satu cerita favorit Vay adalah : “Johnson, The Arrogant Dragonâ€. Tiap malam cuma mau dibacakan Johnson melulu, dan kalau Johnson udah kelar, sambung lagi dua cerita lain, yaitu “Phy, The Shy Butterfly†lalu “Drake, the snake who likes to bake,â€. Kadang biar saya tidak capek sendiri, saya minta dia yang bercerita ke saya. Dan ternyata dia sudah mulai bisa story telling, meskipun masih terbata-bata. 🙂
So, ini dia “Johnson, The Arrogant Dragon†dan beginilah lebih kurang cara saya menceritakannya pada Vay :
Kemudian apa yang terjadi? Ternyata gua tempat tinggal Johnson tertimbun oleh reruntuhan batu. Saat dia terbangun dan mendapati dirinya terkurung, Johnson menangis meraung-raung. Ia mencakar-cakar batu, tapi tak satupun batu yang mau bergeser. “Hawwww…. huhuhu…. tolong, keluarkan aku… hu hu hu..” Air mata mengalir deras dari kedua mata si Naga Hijau itu. Selama berhari-hari, Johnson menangis. Kondisi badannya semakin lemah karena ia kelaparan dan kehausan. Ia sudah hampir mati.
Saat itulah, tiba-tiba Johnson mendengar suara. Gruduk gruduk gruduk…! Dan tiba-tiba…. cahaya matahari masuk. Lubang kecil terbuka, dan Johnson melihat wajah para penghuni hutan. Ternyata mereka kembali. Mereka kembali dan membantu menggali timbunan gua Johnson. Johnson mengusap air matanya. “Maafkan aku teman-teman, karena selama ini telah bersikap buruk pada kalian. Ternyata kalian malah kembali dan membantu aku. Hiks.”
Lalu si Singa berkata, “Tak apa Johnson, kami sudah memaafkanmu….”
**Itu hanya beberapa cuplikan saja ya, saya memang tidak memfoto perhalaman… hemat benwit :).
Ternyata membacakan dongeng itu menyenangkan, ya. Sambil membaca, kita juga ikut belajar kembali tentang budi pekerti. Karena semakin bertambah umur kita, plus makin banyak ilmu atau materi yang dimiliki, kadang telinga pun semakin tebal untuk mendengar nasihat orang. Lumayan, dengan seringnya mendongeng untuk anak, secara tidak langsung hati dan kepala pun di-refill.
Saya kalau nulis cerita anak, menghindari cerita yang pasangan begitu.
Setuju sama Zee, seumuran Vaya dan Kayla, anakku juga belum cocoklah cerita happily ever after itu 😀
Karya picbook Arleen memang bagus, favorit anak-anakku juga.
Gambarnya memang menarik ya.., Johnsonnya imut ya Vaya, pantesan suka ya.
Hahaha…. Johnsonnya g ada serem2nya.. dan memang vaya lbh suka binatang2 begitu, lbh imut di matanya kali ya.
*tertidur karena sudah di dongengin bunda* zzzzz …. :p
nice story bunda ^_^v
wah.. bagusnya.. bisa merangsang minat baca anak.. 🙂
iya klo gambarnya engga bagus malah mamanya yg ketiduran bacain buku dongeng 🙂
ember…jd ga minat ngbacain 🙂
Banyak pembelajaran budipekerti dari setaip cerita-cerita dongeng yang sangat kental dalam kehidupan keseharian manusia itu dapat dipraktekkan. Semoga kita dapat mengambil yang tersirat dari setiap cerita dongeng yang kita ceritakan ke anak-anak kita.
Sukses selalu
Salam
Ejawantah’s Blog
Sama… kalau ngasih kado sukanya ngasih buku (biar orang doyan baca buku) dan selalu beli kado bayangan. Tapi kado buku itu kecil ya.. ga besar kayak kado mainan. Padahal harganya sama aja. hihi..
Tp klo buku anak2 rata2 gede juga krn ada banyak gambar.. jadi agak mayanlah bungkusannya :D.