Duh Kualitas Menurun Nih…

Ada pepatah, alah bisa karena biasa. Semakin diasah akan semakin berkilau, seringlah berlatih biar semakin mahir. Semakin matang usia, maka bertambahlah ilmunya tentang hidup ini. Semakin matang usia seorang pria, semakin menarik dia di mata gadis-gadis muda. Jadi banggalah Anda para pria bila sudah berusia di atas 30. Lho, apa hubungannya? Hihihi…

Cuma saya mulai rada-rada gak percaya lagi sama pepatah itu. Gara-gara tadi sore, saat sedang menyetir mobil pulang dari kantor ke rumah, saya mulai merasakan bahwa kemampuan saya menyetir sudah menurun. Pertama, saya sudah susah berkonsentrasi, wilayah kening ke atas terasa tegang, sudut-sudut mata juga terasa tertarik. Kedua, kaki juga terasa malas padahal kerjanya cuma injek gas rem gas rem. Tahun lalu, sebelum saya melahirkan, saya masih menyetir mobil sendiri kemana-mana hingga usia kehamilan 32 minggu. Dan waktu itu, biarpun mengalami banyak tekanan di jalan raya – karena macet, berisik, kendaraan berebutan lewat – tapi saya masih bisa bertahan, biarpun pulangnya sering telat yang notabene terjebak macet lebih parah. Saya pernah juga terjebak banjir waktu tahun lalu.

Nah sekarang? Udah keluar kantor lebih cepat, jalan juga lebih lengang, tapi kok kayak orang baru belajar nyetir mobil aja saya ini. Padahal saya belajar nyetir mobil itu pertama kali umur 14 tahun lho! It means, lebih dari separuh usia saya sudah saya pakai untuk menyetir mobil kesana kemari. Kelas 3 SMP, saya sudah bawa mobil sendiri ke sekolah, bareng dengan abang dan kakak sepupu saya. Pertama dari rumah di Krakatau, kami ke sekolah dulu di Jl. Timor, abang saya turun karena dia masuk jam 7, lalu saya antar kakak sepupu ke Tiara Conv, baru balik lagi ke sekolah. Itu perjalanan yang cukup jauh untuk seorang anak esempe.

Hehee… sebenarnya kami disuruh bawa mobil ke sekolah sama papi kami bukan karena kami anak orang kaya lho, yang berlebihan duit beli mobil mewah untuk anaknya. Tapi karena papi saya yang ingin kami mandiri sejak kecil. Maka dia beli sebuah mobil kijang kotak sabun – bekas mobil pemerintah – yang dilelang dengan harga murah, yang kemudian dicat ulang biar gak kelihatan bahwa itu bekas mobil pemerintah. Mobil itulah yang boleh kami pakai, dan hanya untuk ke sekolah, bukan jalan-jalan. Sementara itu papi saya pakai mobilnya sendiri plus ada sopir jabatan. Bisa saja sih sopirnya itu disuruh mengantar kami ke sekolah, tapi ya itu, papi saya tidak mau kami jadi anak manja. Semua harus bisa dikerjakan sendiri. Tentu saja kami berdua curi umur waktu buat SIM A (hehee… ketahuan). Saya sih belum pernah diberhentikan polisi waktu bawa mobil saat SMP itu, cuma pernah papasan di lampu merah sama polisi, dan polisinya cuma komentar, “Loh?!” waktu saya yang berseragam putih biru lewat di depannya. Mungkin dia shock ya :p. Yang pernah ketangkap itu abang saya, gara-gara dia jalan-jalan di Minggu pagi sama sepupu kami, dan mengizinkan sepupu kami yang belum mahir menyetir itu untuk pegang kemudi. Alhasil mereka menyundul sebuah mobil, dan itu adalah mobil seorang perwira polisi. Wakakakaak…. terpaksa deh orangtua yang turun tangan.

Karena selalu menyetir mobil sendiri – mulai dari smp, smu, kuliah, sampai kerja – saya makin mahir. Waktu papi saya ditugaskan di Siantar, saya termasuk sering bolak balik Medan Siantar (buat yang belum tahu, jaraknya itu lebih kurang 120km). Biasanya ya karena mau liburan ke Prapat (yang jaraknya 46km dari kota Siantar), atau pernah juga ke pelosok-2 kampung guna menjemput bedinde yang mudik. Atau kalau habis lebaran di rumah famili di kampung sana, saya yang disuruh nyetir pulang ke Medan sementara papi saya tidur di sebelah. Kenapa bukan abang saya? Karena abang saya mulai ugal-ugalan bawa mobil, jadi kena hukuman tidak boleh menyetir mobil kalau keluar kota. Beberapa tahun lalu waktu mudik bareng hubby ke Medan, saya juga yang menyetir dari Medan ke Siantar. Makanya sering dibilang supir Medan Siantar, kekekeke…

Tapi semakin mahir juga bisa berarti makin ceroboh. Pernah gara-gara keasyikan ngobrol di jalan saya hampir menabrak bus di depan yang berhenti tiba-tiba. Untung sempat ngerem, walaupun mengakibatkan barang-barang di jok belakang bertaburan. Tahu sendiri kan kalau lintas luar kota, suka banyak bus antar kota yang berhenti sembarangan. Belajar dari situ, saya sadar bahwa kuncinya kalau jalan keluar kota adalah jangan terlalu dekat dengan kendaraan di depan (kecuali saat mau motong), dan satu lagi : jangan sampai mobil kita berada paling depan. Karena kita yang akan jadi bumper, alias kena samber terus sama mobil-mobil dari arah berlawanan.

Sekarang ini nih, sejak melahirkan saya mulai dikasih supir. Sebenarnya gak mau pakai supir, tapi karena jalanan selalu macet dan bikin stress, ternyata lama-lama enak juga ada supir karena kita jadi bisa tidur di mobil. Mungkin gak sih gara-gara keeanakan disupirin, feeling menyetir jadi berkurang? Tapi kayaknya gak mungkinlah. Atau mungkin karena badan saya yang sedang kurang fit? **ngeles dot com.

Tapi kalau saya bilang ke hubby saya, dia dengan tenangnya – sambil tepuk-tepuk punggung saya – akan bilang begini : “Umur memang gak bohong kok, sayang….” Hahahaha…… penghinaan bener. Kalau memang karena faktor U, barangkali pepatah “Makin tua makin kental santannya,” harus diganti menjadi “Makin tua makin keropos.” Hehehe…

58 Comments

  1. Makanya.. minum anlene.. *ya, betul mbak, saya dibayar untuk ngomong gini*.. Ahahahah!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *