Irritability

Saya paling tak suka dengan dokter gigi yang tidak menepati appointment. Ini serius. Sudah dua kali dokternya molor dan yang terakhr kemarin itu sampai 40 menit! Saya sudah pasang muka ketat dan komplen berat ke pegawainya, saya suruh telepon lagi dokternya sudah di mana. Memangnya kita tidak ada pekerjaan lain gitu, terus kalau giliran kita yang telat, langsung di-switch dengan pasien lain.

Saat itu saya berkeras saya mau ganti dokter, tapi kata pegawainya tidak bisa. Sebelum saya makin marah dan rasanya ingin mengobrak-abrik ruang praktek dokter yang terletak satu lantai di atas lantai tempat saya kerja, tiba-tiba si pegawai berkata, “Bu, dokternya sudah siap.” Loh? Kapan dia datangnya ya? Perasaan dari tadi saya berdiri di depan meja registrasi yang berhadapan dengan pintu dengan bibir maju tiga senti (memang sih, membelakangi pintu). Hmm.. mungkin dokter giginya tadi masuk pelan-pelan karena tahu ada pasien yang jengkel dengan keterlambatan dia.

Sebenarnya ada kemungkinan lain kenapa saya tidak tahu dokter itu datang. Ya. Karena saya sedang dilanda rasa kesal luar biasa  sehingga konsentrasi saya pun terpusat hanya ke perasaan marah itu sendiri, sehingga tidak menyadari ketika dokter gigi masuk dari belakang. Rasa kesal itu masih ada sehingga saya merepet juga saat dokter gigi kasih excuse kalau dia terjebak macet berat di Bunderan HI. Ya, namanya juga Jakarta Dok, macet sudah makanan sehari-hari.

Tapi saya harus mengakui bahwa di samping saya adalah tipe pemarah yang susah menutupi ekspresi saat sedang kesal, saya juga gampang reda dengan cepat. Ini berkat hidup bertahun-tahun tentu saja, melewati semua proses hingga menemukan cara terbaik untuk mengatasinya.

Saya bertemu Tere di pintu masuk, sedang duduk menunggu giliran. Dia kelihatan gemuk dibanding terakhir kali bertemu. “Eh ngapain, Te?” “Inilah Kak, lagi nunggu giliran. Berarti Kakak ya yang mengambil jam-ku,” katanya tertawa. “Gaklah, dokternya tuh yang telat, 45 menit mundur jadwalku.” Kami cerita-cerita sebentar – lebih kurang dua menit, ternyata Tere jadi tambah gemuk karena baru melahirkan. “Kan ditanggung tiga Kak, jadi tigalah kubuat anakku.”

Gambar pinjam dari: http://www.sheknows.com/

Bertemu Tere membawa kenangan saya kembali ke waktu bertahun-tahun yang lalu, saat kami masih sama-sama kerja di Medan, sama-sama masih pegawai baru. Kenangan itu adalah betapa gampang marahnya saya dulu, sampai kami mengalami benturan-benturan dalam pekerjaan. Saat itu saya bagian dari tim Marketing Support yang tugasnya banyak. Mulai dari merangkap sebagai markom, card inventory, juga activation. Tim kami hanya berdua saja dengan supervisor saya Mb Dew, dan load pekerjaan memang tinggi karena perusahaan kami terus mengejar peluang bersaing dengan kompetitor (dan kemudian akhirnya menarik perhatian perusahaan yang sekarang, dan diakuisisi). Tere dan beberapa teman lain adalah AE, yang tugasnya adalah jualan kartu postpaid, dan tugas saya adalah mengaktivasi semua formulir yang masuk. Load yang tinggi membuat saya stress sehingga gampang marah, apalagi kalau menemukan formulir aplikasi yang tidak lengkap, misalnya AE-nya lupa menuliskan kode pos, tidak ada nama ibu kandung, belum ada materai, sampai nomor yang sudah tidak available karena dobel. Saya emosi dan marah pada teman-teman AE, karena ketidaktelilitian mereka membuat pekerjaan saya tertunda. Para AE mengeluhkan sikap saya yang high tempre serta tidak simpatik ke supervisor mereka, sehingga supervisor mereka kemudian memanggil saya untuk bicara. Saat Mba Dew tahu kalau saya mau ‘diadili’ tanpa sepengetahuan dirinya, dia ngamuk. Kocak memang, pada akhirnya para supervisor ikut bertengkar karena anak-anak yang tidak akur. Tapi tentu saja kemudian ditemukan jalan tengah. Mba Dew minta kepada teman-teman AE agar pengertian dengan saya yang load-nya tinggi sehingga selalu high tempre, caranya dengan tidak membebani saya dengan hal-hal kecil yang harusnya jadi tugas mereka.

Sebenarnya saat itu saya sempat sakit hati karena merasa diadukan di belakang saya, tapi kemudian terjadi hal di mana kami semua menjadi teman baik. Tere menelepon saya esok harinya, dia minta maaf karena merasa tidak enak bersama teman-teman mengadukan saya di belakang punggung. Tapi kemudian saya menyadari juga bahwa tidak ada satu sisi yang sepenuhnya benar. Saya juga minta maaf atas sikap saya selama ini. Kemudian dengan Mir juga begitu, dia menelepon minta maaf karena sudah mengadu, dan saya pun juga minta maaf. Dan akhirnya? Sampai sekarang kami semua masih berteman baik, saling merindukan & menanyakan kabar bila bertemu, dan menertawakan cerita-cerita lama saat masih di Medan dulu.

Namun, saat saya menuliskan ini, saya sadar betul bahwa sifat yang sudah dibawa sejak lahir itu tidak bisa hilang begitu saja. Saya mungkin tetap seseorang yang irritability (maklum sudah turunan dari Papi saya yang hari ini berulang tahun, happy birthday ya Pa!), tapi bukankah semua masalah itu pasti akan berlalu. Kuncinya adalah berdamai dengan diri sendiri. Itu saja.

(semoga minggu depan dokter giginya gak telat lagi)

Sharing is Caring

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

26 thoughts on “Irritability

  1. gua juga kayak lu lho zy, suka gampang kesel. hahaha. tapi emang kita kudu bisa berdamai dengan diri sendiri, soalnya ‘gampang kesel’ itu sebenernya melelahkan ya…

    btw happy bday ya buat papa lu!

  2. kalau aku, sebisa mungkin menepati waktu kalau berjanji sama orang. cuma, ya gitu, kak. Kadang aku mau ontime, ada aja halangannya. Ya keretanya ngaret. Ya macet. jadi rada susah sih

  3. nunggu adalah hal yg paling menyebalkan. aku jg termasuk orang yg ga sabaran kalo ada orang yg ngaret padahal dia udah janjiin dan nentuin jamnya.

  4. ngak kebayang kalau aku di posisimu saat itu mbak, sudah meledak aku sama mereka deh, kalau di sini nggak mungkin mbak ada dokter nggak tepat waktu, bisa ditinggal mereka sama pasien

    setuju banget dengan berdamai dgn diri sendiri mbak, itu memang kuncinya

    Selamat ulang tahun buat papinya, semoga sehat dan berbahagia selalu beliau 🙂

    • Zizy

      Itu dia, minggu lalu pengen ninggalin dia tp gigi yg dirawat aga ga enak smtr dokter ini hny datang 1x seminggu. Bisa2 nunggu 2mgg lagi. Jadi gt datang lgsg saya semprot aja.

  5. hahaha aku ingat sama pasien yg nggerutu pas kami sama2 menunggu antrian di sebuah rumah sakit. dari hasil nguping aku tau klo dokter mereka itu masih di jalan entah dimanalah itu. setelah menunggu lama eh tiba2 susternya bilang; apa mau diganti jadual karena dokternya terjebak macet di depan MOI?!
    Entah gimana, saya tiba2 berharap pasien menolak dan tetap menginginkandokternya datang. Dan untungnya sehati 😀 si pasien bilang telanjur nunggu 1jam lebih dan terus mau tunggu krn jauh dari Tangerang.
    Saya gak tau akhirnya apakah dokternya datang ato tidak, tapi saya kok curiga itu dokter sebetulnya blom berangkat, dan cari2 alesan sampai mau membatalkan janji.

    Untungnya pasien itu orang yg sabar, entah apa yg terjadi klo itu saya 😀 yang kayaknya kita 11-12 nih kadar dartingnya hahaha

    iya deh moga2 mingdep dokternya tepat waktu yak .

    • Zizy

      Nah kemarin itu juga begitu. Tahu2 pegawainya telepon, katanya dokter ga datang, jadi bisa 2 mgg lagi krn kamis depan kan libur. Eh terus jam 16.15 telepon katanya drg sudah datang, kalau mau bisa siap2 15mnt lagi. Sy tunggu2 g ditelpon, trs ke atas jam 17, ktnya msh ada 1 antrian pasien. Lgsg emosi. Sudahlah! Batal saja. LOL.

  6. Sama dong, aku juga cepet marah,ibaratnya sumbu kompor yg udah ada minyak tanahnya. Kayaknya sampe sekrng masih tuh…. lol
    Iya paling sebel yah kalau udah appointment terus harus nunggu. Kemaren2 aku harus call dental insurance provider 3 kali, baru ursannya beres. Udah dongkol banget, makanya mereka di ujung telpon tau nada suara gw udah dongkol setengahmampus, akhirnya mereka iya-iya. Gga terbayang nanti ObamaCare, asuransi bakalan lebih buruk lagi servicenya, aku bisa2 hypertensi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *