Jadi ceritanya hari Sabtu kemarin saya pergi untuk menghadiri acara pernikahan keponakan saya. See? Keponakan. Cucu tertua dari Bou, yang merupakan kakak tertua papi saya – which is papi adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Makanya beda usia antara kami para anak dari Damanik dengan cucu dari Bou kami ya beti-betilah…. beda tipis gitu maksudnya, kak.
Lalu seperti biasa saya pun berkeliling membawa Vay, menyalami Ompung-ompungnya – saudara-saudara dari Opung Dolinya – baik yang memang tinggal di Jakarta, maupun sebagian yang datang dari Medan. Eniwei, papi dan mami saya sendiri memang tidak bisa datang ke pesta karena berhalangan.
Para undangan sudah terlihat memenuhi gedung. Saya mengedarkan pandangan dan pertama kali tertumpu pada sebuah raut wajah yang sudah sangat saya kenal. Salah satu uwak saya dari Medan, yang sudah lama tidak saya lihat. Saya mengamatinya sebentar dari jauh sebelum datang menyalaminya. Ah, si Uwak sudah semakin tua. Badannya mengurus, dan rambut ubannya semakin banyak. Saya pun teringat papi saya di Medan, yang juga sudah menua. Saya hampiri Uwak saya, menyalaminya dan mengajaknya berbincang-bincang sebentar.
Uwak bilang yang lain ada di ruang VIP. Saya pun berlalu dari situ menuju area khusus keluarga dan tamu VIP. Saya menyebutnya VIP karena saya lihat seorang petinggi kepolisian yang wajahnya sering saya lihat di televisi duduk di dalam. Kebetulan memang abang sepupu saya — yang punya hajat — adalah polisi. Saya membawa Vay menyalami Makela saya, dan saat saya menyalam beliau, dalam hati saya berujar iya, benar ternyata Makela juga sudah semakin menua.
Belakangan ini saya memang merasa bahwa diri ini semakin tua, haha… Yeah, bukan hanya karena anak saya semakin besar, tapi karena saya juga melihat para orang tua yang mulai renta. Seperti yang terakhir kali saya ke Medan itu, saat saya menunggu di luar terminal 2 dan melihat Bou saya turun dari mobilnya dengan tertatih-tatih, lalu Bou masih pula mau menarik kopernya, saya langsung mengambil alih. Well, saya pikir, kan saya yang paling muda di rombongan saat ini, dan keadaannya terbalik sekarang. Mungkin dulu saya yang digandeng-gandeng Uwak saat dibawa main ke Dufan, tapi sekarang saya yang bolak-balik mengambilkannya air minum. Ah, senang deh berada dalam posisi itu. Di situ saya menjadi ‘anak’, bukan ‘mami’…. 🙂
Waktu di Siantar kemarin itu, saya bilang ke si Kakak, “Kak, gak terasa ya Yano udah mau pesta. Perasaan baru kemarin ketemu masih SMA.†Terus si Kakak menjawab, “Iyalah, umurku saja sudah berapa.†“Tapi Kakak gak berubah deh kayaknya dari dulu, begitu-begitu saja mukanya.†“Iya, mungkin karena badanku gak tambah gemuk kali ya…†Padahal si Kakak sudah di atas 50 tahun, usianya beda sekitar 5-6 tahun sama mami saya.
Menurutmu, usia tua itu berkah gak sih? Saya merasa bertambahnya usia saya adalah berkah, karena semakin bisa mensyukuri hidup, semakin bisa merasakan sayang dan peduli pada orang tua dan abang saya (padahal waktu masih kecil dulu selalu bertengkar). Sekarang juga suka mikirin siapa yang jaga papi mami saya di rumah Siantar kalau si abang lagi turun ke Medan, secara gak ada asisten laki-laki di rumah. Tapi ya bisa sedikit tenang juga mengingat masih banyak teman dan kerabat yang dekat dengan papi mami di sana. Ego yang dulu cukup tinggi saat masih remaja, sekarang kadarnya sudah menurun sedikit, meski masih emosional juga (hehe ini bawaan lahir ya). Yeah, merasa semakin matang oleh waktu, begitulah singkatnya.
Btw… Sebagai penutup, ini foto saya dan Vay saat akan ke pesta. Vay kayaknya agak gak nyambung ya warna brokat dengan rok ulosnya, tapi tak apalah. Tabrak warna untuk anak-anak menurut saya tetap menarik. Nanti tinggal jahit atasan dengan warna lain yang lebih nyambung hehe…
Ya, maminya ini pengen banget Vaya mengenal adatnya sejak kecil, jadilah untuk roknya pun dijahit dari ulos. Saat pesta adik ipar saya bulan lalu, pakai rok dari ulos Toba, nah kemarin pakai rok dari ulos Simalungun. Biar adillah hehe….
Yeah. Usia, anak, keluarga, kehidupan ini, semuanya adalah berkah. Ya toh?
Vay cantik sekali…model tabrak warna kan lagi musim dan juga keren lho.
Saya punya berbagai ulos yang saya jadikan sarung, yang mengirim teman saya yang kerja di Medan.
Seneng sekali saat dipuji alm isteri Menteri Pendidikan, sarungnya keren…..
Jadi tua kalau dinikmati tetap menyenangkan kok, tenaga sudah berkurang tapi masih banyak hal lain yang bisa dinikmati, dan hati tak kemrungsung karena tak mengejar target kehidupan.
Wah gak sangka ibu punya sarung dari ulos… 🙂
yang penting makin tua makin cantik y mam,…
hehehehe
Yups,,bener banget Mbak.. 🙂
menjadi tua itu berkah
kita bisa banyak belajar dari pengalaman yang telah lewat..
salam cium untuk Vay ya Mbak..
Haha, soal warna yang ndak nyambung di akhir itu, pernah juga di sebuah pabrik seorang Kabid memberi hadiah seluruh karyawan lakinya dasi berwarna biru, padahal dalam hari-hari kerja efektif karyawan tidak memiliki seragam polos berwarna senada. Well, akhirnya dengan terpaksa dasi panjang itu dipadu dengan setelan hijau terang. Beberapa hari ke depan, hanya sedikit yang pede dengan gaya ‘tabrakan’ tersebut, dan itu hanya mampu bertahan kurang dari dua minggu.
Wah memang hijau itu gak nyambung sih sama biru….. hijua terang pula…..
Setuju mba…
sepertinya tambah sini tambah berasa ya mba…
kalo dulu diundangnya ke pesta nikahan…
kemudian belakangan seringnya nengok temen yang lahiran…
kemudian jadi seringnya diundang ke pesta ulang tahun anak atau sunatan…
dan yang terakhir…rada shock…karena ternyata ada temen seangkatan yang udah meninggal…
waktu berjalan begitu cepat ya mba…
Vay cantik banget 🙂
Aih iyaaa….
Waktu emg berjalan cepat banget… sekarang udah ngurusin anak…. terus tahu2 udah ada teman yang meninggal.
namun menjadi tua kadang-kadang tenaga berkurang
Rok merahnya Vay lucu 😀