[soliloquy id=”7839″]
Kalau ditanya, tokoh film apa yang begitu membekas di memory dan di hati karena karakter – dan juga jalan ceritanya – yang menghibur hati, maka Kung Fu Panda 3 adalah jawabannya, setidaknya buat saya dan Vay.
Seminggu yang lalu kami pergi menonton film favorit ini di XXI Cipinang Mall. Dengan pedenya datang sejam sebelum waktunya karena menduga kalau ini termasuk mall baru, tak mungkin seramai di theater lain, eh ternyata sudah full semua, hanya tersisa baris depan. Yang kosong di jam 9 malam, dan Vay bilang tak apa, dia mau menunggu tiga jam untuk itu. Yang penting tidak pulang ke rumah. Haha… memang ada aja alasan Vay ini. Dia lebih suka menunggu di mall daripada pulang ke rumah yang hanya dua puluh menit dari situ. Di mall lebih banyak yang bisa dilihat, dan dia bisa main sandiwara. Iya, jadi dia suka main sandiwara sendirian, di manapun. Cuek.
Saat foto-foto di area bioskop, sempat ditegur security dong, karena saya memotret pakai mirrorless. Ah, norak ya. Sekarang sudah jamannya share langsung saat itu juga di social media, dan sudah biasa menggunakan kamera yang proper, apalagi blogger, kok masih saja ada peraturan seperti itu. Kita juga paham kali, gak akan memotret atau mengambil gambar di dalam bioskop.
Eniwey, dari sisi cerita, Kung Fu Panda 3 kali ini mengangkat tema tentang Po yang harus bisa menguasai chi, agar bisa mengalahkan musuhnya, Kai. Yang menarik adalah di sekuel ketiga ini, Po akhirnya bertemu dengan ayahnya – yang di episode pertama memang diceritakan bahwa Po adalah panda yang diadopsi oleh angsa – dan cerita pun mengalir dengan smooth ketika Po harus kembali ke desa Panda untuk menjalani kehidupan ala panda dulu, baru dia dapat menguasai chi. Dalam flashback sebelumnya, diceritakan bahwa master Oogway (si kura-kura) pernah cedera berat saat bertarung dan diselamatkan oleh sekelompok panda yang menguasai chi. Dan sebuah bisikan datang ke ayah Po untuk mencari Po, dan disitulah universe mempertemukan mereka.
Selengkapnya tentu bisa ditonton langsung di filmnya. Namun saya bisa katakan bahwa film ini memang luar biasa magnetnya. Kekocakan dari setiap tokoh animasi di dalamnya sungguh sangat menghibur buat kita orang dewasa – yang mungkin sebagian masih beranggapan kalau itu film anak-anak. Bukan hanya menghibur, tapi banyak juga pelajaran tentang kehidupan yang ditampilkan di dalamnya. Salah satunya yang terlihat adalah, respect. Ketika master Shifu menunjuk Po sebagai master pengganti dirinya, dengan respek dan hormat, teman-temannya langsung memberi hormat pada Po. Karena jabatan dan gelar yang diberikan, maka dia pantas dihormati, meski dalam keseharian mungkin tidak lebih pintar dari teamnya.
Nah. Kehebohan Kung Fu Panda tentu saja bukan hanya di filmnya saja. Mall Kota Kasablanka pun membuka area khusus Kung Fu Panda 3, berisi beberapa wahana untuk bermain anak-anak dari pengunjung. Di situ juga ada beberapa stand yang menjual produk makanan minuman untuk anak-anak, dan juga merchandhise Kung Pu Panda 3. Di jam-jam tertentu malah ada ‘badut’ Po yang keluar di panggung, dan siapa pun boleh berfoto dengannya.
Sayangnya, ketika hari Minggu kemarin kami tiba di bawah dan baru mau mendaftar, pas sekali waktunya habis. Aduh, Vay kecewa. Mau menunggu sampai jam 6 sore, kelamaan. Tapi untuk mengobati kekecewaan Vay dan juga demi menghibur dirinya yang sedang sedih, saya biarkan dia bermain dulu di wahananya. Kebetulan baru berbelanja di mall, dan kita otomatis boleh main di wahananya.
Wah? Vay lagi sedih? Kenapa? Okay, jadi begini ceritanya. Sebelumnya, pagi sekitar jam 10.30, saya dan Vay ada di Yamaha Pantai Indah Kapuk karena Vay akan mengikuti ujian piano JXC 2. Sebelum-sebelumnya saat latihan di kelas, Miss-nya sudah bilang kalau dia sudah ready banget, dan Vay pun masih pede paginya saat latihan di rumah. Cuma memang untuk ujian yang sekarang, dia sudah tidak boleh ditemani oleh teacher atau pun parentsnya, jadi harus sendirian benar-benar masuk ke ruangan, bertemu dengan orang asing yang merupakan team penguji. Tiba di lokasi, register ulang, naik ke atas, lalu parents harus turun. Bisa dibayangkan sih, betapa deg-degannya, kayak mau disidang.
Sepuluh menit kemudian, dia turun, dengan wajah datar. Lalu tiba-tiba memeluk saya erat-erat dan mulai terisak. Dalam perjalanan ke KoKas baru dia bercerita sedikit, dia bilang ada satu penguji yang wajahnya tidak bersahabat, galak, jutek, membuat dia tidak nyaman dan kehilangan kepercayaan diri, akhirnya mainnya grogi. Ah, kasihan. Sungguh suatu didikan kuno yang masih dibawa sampai sekarang, penguji harus galak di depan murid. Seharusnya musik itu membawa rasa nyaman dan happy, bukan rasa takut dan sedih. Yang seperti ini bisa jadi yang di kemudian hari membuat anak jadi ciut dan malas latihan.
Paham sih kenapa dia kecewa berat, wong sejak kecil anak sudah kita ajarkan untuk bersikap nice dan sopan terhadap lawan bicara atau orang yang lebih tua, tapi ini mendadak ketemu orang dewasa yang memandang dengan jutek tanpa alasan. Jadi kaget. Tapi tentu saja di depan Vay, saya tetap harus menyemangatinya. Saya bilang itu memang settingan, harus ada yang pura-pura galak, toh. Belajarlah sering-sering berbesar hati, meski tak mudah.
Makanya begitu di KoKas, saat dia les vokal, saya melipir sebentar ke Justice, beli pulpen bulu-bulu yang cute sebagai reward karena dia sudah selesai ujian piano. Keluar les, wajahnya berseri-seri dapat hadiah pulpen, sampai nyengir lebar banget. Lol. Setelah itu kita makan ice cream – sampai nambah dua scoop – dan kemudian main di wahana Kung Fu Panda.
In general, dia totally bisa cheer up lagi setelah keluar dari wahana Kung Fu Panda itu. Tersalurkan sudah kekecewaan (dan kekesalannya!) setelah lompat-lompat di trampolin, mainan chopstick, dan bikin topeng.
wah asyik tuh, bisa maen bareng keluarga..
mantap nih ceritanya…
aduh Vay manis banget yak 😉