Siapa di sini yang suka makan burger? Kalau saya, saya suka makan burger. Tapi tidak semua burger bisa pas di lidah dan hati. Halah, makan burger aja bawa-bawa hati ya. Eh tapi ini bener. Kalau kita sudah cinta sama satu makanan, rasanya tak akan pernah terlupakan. Malah kalau diminta mempromosikan, pasti sampai berbusa-busa membela makanan pilihan kita.
Jaman saya kuliah, burger ala gerobak menjadi makanan terfavorit dan paling hype saat itu. Setiap beberapa ratus meter jalan raya Kampus USU itu pasti ada gerobak burger. Dan saya selalu penasaran dengan cara orang memasak burger. Roti bulat yang ada wijennya itu dibelah dua kemudian dilempar ke penggorengan tebal. Lalu si abang burger mencoel sedikit mentega dengan sendok dan dihempas ke penggorengan lalu digosek-gosek pakai sudip agar merata. Selembar daging dilempar dan ditekan-tekan pakai sudip. Sebutir telur yang sudah diaduk di mangkuk kecil dituang di atas mentega panas dan dibiarkan melebar. Ketika telur sudah cukup masak, daging dipindah ke tengah telur, dan zap zap zap … telur membungkus daging dengan sempurna. Bagian bawah roti disusun di atas plastik bening yang sudah dialasin tisu. Kemudian berturut-turut, daging bungkus telur, dua lembar ketimun, satu lembar tomat, tambah abon sapi, ceprotin saus cabe secukupnya, dan tutup pakai roti. Setelah itu burger dibungkus ΓΒΎ bagian dan diantar pada pemesan. Ah sedaaaaaap banget. Yang membedakan enaknya rasa burger antar satu gerobak dengan gerobak lain adalah dari daging dan sausnya. Dan menurut saya, Burger Bang Iwan di FE USU adalah yang paling uenakk…. murah meriah (dulu sih harganya 5rb) dan enakkkk banget.
Saya pernah lho buka usaha jualan kafe tenda di pinggir jalan Krakatau Medan. Kami berjualan makanan siap saji, seperti nasi goreng, mie goreng, mie rebus, dan sandwich. Sebenarnya inginnya sih juga jualan burger, tapi penggorengan khusus burger itu harus dipesan khusus dan harganya juga lumayan mahal, dan berarti kami harus punya gerobak cukup besar agar muat dua penggorengan. Jadilah kami beralih saja jualan sandwich. Mudah sekali tentu saja, karena sandwich masaknya pakai pan dadar itu saja sudah cukup. Bisa pakai telur, bisa pakai coklat. Ah, so easy… *sooookkk…mentang-mentang laku, hahaha… Dan sebelum semuanya bertanya bagaimana kabar si kafe tenda sekarang, kabarnya si kafe sudah tutup saat umurnya berjalan 1 tahun. Dipaksa tutup oleh bos besar alias si Papi, karena kami anak-anaknya (saya dan abang) malah asyik berjualan dari sore sampai tengah malam, dan mengabaikan skripsi. Uhuk. Terpaksa kafe tenda di-hand over ke teman.
Tapi saya tetap menaruh perhatian sama yang namanya burger. Tetap pengen nantinya punya restoran burger sendiri. Sekarang ya cukup menikmati dengan makannya saja dulu. Apalagi sekarang daging burger kan mudah didapat, roti bun yang bulat itu juga ada di mana-mana. Jadi kalau saya lagi pengen makan burger, biasanya saya beli stok bahan untuk seminggu. Dan setiap pagi acara memasak burger ala kadarnya pun berlangsung. Favorit saya tetep seperti burger di USU, dagingnya dibungkus telur, lalu sebelum ditutup, ditambahkan abon sapi sedikit. Eh iya, sebelum lupa. Tanpa tomat.
Bagaimana dengan burger-burger mahal yang dijual di resto-resto franchise itu? Menurut saya nih, resto yang burgernya sudah saya coba dan rasanya enak hanya ada beberapa. Pertama, yang katanya burger raja itu. Bukan karena ukurannya yang big size, tapi the whole packagenya memang OK. Selain itu burger dari resto bermaskot badut baju kuning, itu juga enak, tapi ya jangan pilih yang harga 5 ribu, itu plain banget. Lalu restoran ayam goreng yang rootbeer-nya terkenal, nah itu juga enak.
Cara makan burger biar terasa nikmat? Pegang burger dengan kedua tangan lalu gigit sebesar-besarnya. Gak usah malu-malu gigitnya, kalau belepotan dikit kan tinggal lap pakai tisu. Kalau malu takut dilihat orang, bisa nyempil di kursi paling sudut, haha… Eh, tapi pernah juga saya dikasih pisau ama garpu waktu mesan burger di kafenya rocker. Itu karena burgernya luar biasa besar. Berasa aneh aja, masa makan burger pakai pisau garpu? Emangnya makan steak?
Hahaha! makan burger ya…semua ranjau tersingkirkan
yang ada tinggal roti dan beefnya aja yang dimakan π
Sriyono orang endonesia asli… nggak suka burger, walo gratisan mending pecel aja dah… klo makanan impor ya fraid ciken boleh lahhhh π
mungkin karena lidahnya cenderung lidah jawa, maka mending milih cucur dari pada burger bu… π
Iya, burger sih enak, tapi sering kali saya malah ndak suka memilihnya. Seandainya ada pilihan antara burger dan onde-onde, saya sih pilih onde-onde. Mungkin bukan kebiasaan orang Indonesia kali mengginggit roti dengan daging.
Ahihihi, walaupun terbilang sangat jarang pesan burger, tapi so far sih saya suka kok, apalagi yang ada sayur-sayurannya gitu. Nggak gitu tertarik makan burger yang “sepi”, cuma roti yang disisipi daging doang..
Hi Zee… di sini semua resto burger memang menyajikan burger bersama garpu dan pisau.
Kegunaannya sebenarnya bukan untuk memotong burger tapi untuk memilah-milah isi burger kalau perlu dikurangi atau dimakan belakangan atau bahkan dibuang.
Aku suka burger tapi lebih suka asian food karena aku orang asia hahaha…
Beberapa burger yang kusuka di sini adalah produk Subway yang isinya fresh dan mengenyangkan.
Burger di Indonesia dijual dengan bumbu yang sangat kaya (rich) dan aku selalu kangen dengannya meski sebenarnya bumbu yang rich itu bukan ciri khas burger yang seharusnya ‘tawar’ dan hanya berisi roti dan daging.. dressing itu baru dikenal belakangan π
Ow ic, jd dressing itu bAru belakangan aja ya trendnya.
Tapi burger asia alias burger gerobak menurutku juga sangat tasty…. sedap bener.
ama burger sih gua biasa2 aja. gak pernah sampe kepengen gimana… π
disini ada resto yang burgernya bisa milih sendiri. dari rotinya mau jenis apa, isinya apa aja boleh milih. enak juga kalo bisa milih begini… π