Akhirnya saya tahu juga seperti apa rasanya casting bintang iklan. Jadi ceritanya Sabtu kemarin kami mengantar Vay untuk ikut casting sebuah merek susu formula di bilangan Tebet. Info tentang casting susu ini dapat dari bounya Vay, yang diinfokan temannya. Temannya itu lihat foto Vay lagi pose di pp BBM si Bou dan bilang coba saja ikutan casting. Ya sudahlah, saya setuju saja, nambah-nambah pengalaman bergaul si Vay. Lagipula tempatnya gak terlalu jauh untuk diakses. Dan dengan catatan, gak pakai acara menunggu kelamaan, karena kalau anak capek dan jatuh sakit ya buat apa.
Berbondong-bondonglah kami ke Tebet. Saya, hubby, Vay, mbaknya, dan si Bou. Katanya casting mulai jam 12, tapi saat kami tiba di sana jam 12, pintu flat sudah dibuka tapi pendaftaran belum dibuka. Baru ada satu anak saja, laki-laki, usianya sekitar setahun setengah. Dia datang ditemani bapak ibunya, abangnya, juga neneknya. Sebuah bola kecil tak pernah lepas dari tangannya. Seorang pria gendut keluar dan menyapa kami dengan ramah, katanya sepuluh lima belas menit lagi baru pendaftaran dibuka.
Lima belas menit berlalu, tidak ada tanda-tanda juga. Satu persatu peserta lain berdatangan. Ada yang berdua saja dengan ibunya, ada yang seabrek-abrek seperti kami, kelihatannya sudah pengalaman ikut casting, karena semua anak itu masing-masing membawa mainan kesayangannya, sementara Vay tidak bawa apa-apa. Saya baru ngeh kalau mainan kesayangan bisa jadi booster yang pas untuk mood anak ketika nanti casting sudah mulai.
Dan ternyata juga ada cewek-cewek yang datang untuk casting – entah untuk produk apa – di tempat itu juga. Seorang lelaki paruh baya berbaju hitam datang — saya menduganya fotografer dan ternyata benar – lalu masuk ke flat. Wajahnya merengut, tanpa senyum. Wajah seperti itu memberi saya dua dugaan, yang pertama dia memang jutek, dan yang kedua mungkin itu hanya topeng untuk menghindari para orangtua lebay yang berharap anaknya lolos casting. Tapi itu tampang yang – kalau saya dan teman saya bilang – minta digebukin. Bagaimana anak-anak bisa nyaman nanti kalau mukanya jutek begitu, huh!
Pendaftaran pun dibuka dan Bounya Vay yang masuk untuk mendaftar, secara doi lebih berpengalaman dengan urusan beginian. Saya menunggu saja di luar. Vay dapat nomor urut satu, dan akhirnya kami malah ragu. Kami pikir wah Vay kan belum pernah casting, apa gak lebih baik kalau dia nomor berikutnya saja. Anak kecil yang tadi datang duluan dari Vay kelihatan sudah bete dan rewel. Ibu dan bapaknya sudah pulang duluan karena kesal menunggu terlalu lama. Tapi si nenek tetap bersemangat, walau tadi sempat saya lihat berantem dengan ibu si anak, karena ibunya memaksa mau bawa anaknya pulang tapi si nenek ngotot mau nunggu. Kebetulan, pikir si Bou. Kami pun menawarkan tukar nomor, agar si anak kecil itu masuk duluan. Si nenek tentu saja senang.
Vay sendiri heboh main kesana-kemari ditemani mbaknya, saya dan Bounya mengamati saja. Si Bou sudah bilang Vay jangan terlalu capek karena takut moodnya jadi jelek. Hubby nongkrong di warung di samping flat. Emang casting itu disuruh apa saja sih, tanya saya sama si Bou. Katanya sih tergantung sutradaranya. Kalau bisa nyanyi ya nyanyi, nari ya nari, atau disuruh pose. Wah, apa si Vay mau disuruh nyanyi di depan orang gak dikenal? Pasti deh ogah.
Sekitar jam satu, keluarlah seorang laki-laki muda. Dia memanggil nama-nama di kertas pendaftaran. Ternyata sekali masuk langsung empat anak. Haha.. kalau tahu gitu mah untuk apa tuker nomor ya. “Satu anak satu pendamping saja ya, yang paling dekat saja,†katanya. Bimbanglah saya.
Ah sud. Saya putuskan Vay masuk bersama mbaknya saja. Alasannya jelas, Vay sudah terbiasa main dengan mbaknya, jadi kalau di dalam nanti disuruh main or apa, dia akan lebih rileks kalau main dengan partnernya. Sementara kalau dengan maminya, sudah pasti manja dan minta disayang-sayang terus.
Saat pintu studio dibuka, Vay menghambur masuk dengan tiga anak lain. Dua masih kecil, satu lagi lebih tua setahun. Ketiganya anak laki-laki. Di tengah ruangan sana ada tumpukan boneka-boneka besar, dan Vay langsung happy bermain. Pintu ditutup. Saya menunggu saja di luar dengan bounya. Sesekali pintu terbuka kalau sutradaranya ada keperluan keluar, atau ketika si nanny keluar sebentar mengantarkan name board untuk diisi. Saat itulah saya kesempatan mengintip dari jendela teras. Dan pas banget saya lagi lihat si fotografer yang jutek tadi sedang menunjukkan hasil foto di SLR-nya ke Vay sambil mengajak Vay berbincang dengan hangat. Vay kelihatan akrab dan bersemangat. Weh?! Ternyata saya salah. Si fotografer itu ternyata pintar ambil hati anak-anak. Saat nanny-nya Vay keluar, dia juga bilang kalau fotografernya itu pintar ambil hati anak-anak, tapi yang satu lagi — yang tadi manggil peserta — itu bagian shooting, orangnya kurang dekat sama anak-anak.
Tapi ketenangan itu tidak berlangsung lama. Vay kecarian maminya. Saya dengar dari luar dia merepet mau cari maminya. Pintu terbuka dan keluarlah dia, diikuti mbaknya. Vay minta saya yang ikut ke dalam, mbak gak usah katanya. Akhirnya masuklah saya ke dalam. Ruang studio ukuran 3 x 4 meter itu terasa cukup sempit karena penuh orang di dalam.
Saat itulah saya lihat suasana castingnya. Ada seorang anak yang sedang di-shooting pakai handycam oleh anak muda tadi. Sepertinya dia juga merangkap jadi sutradara. Anak itu bermain dengan ibunya, mulai dari bercanda, lempar-lemparan bola, lalu terakhir sama sutradara disuruh peluk ibunya. Dan saat sudah mulai rileks, sutradara dengan cepat menyuruh satu dari para cewek peserta casting tadi untuk join, dan menggantikan si ibu. Perlahan-lahan si ibu akan menyingkir dan anaknya akan main dengan ‘ibu baru’.
The problem is, si Vay ini lho. Moodnya mulai berantakan. Nakalnya kambuh. Anak lain yang disuruh ngegebuk beduk, dia gak mau kalah. Langsung direbut stiknya dan dia pukul-pukul beduknya. Ampun, egois sekali anakku ini. Setelah saya tegur, baru dia kembalikan stiknya dengan manis. Tapi habis itu kumat lagi. Marah-marah lalu ngerebut mainan anak lain. Ya Tuhan, aku kapoookk…! Pengen kabur aja rasanya. Pasti emak yang lain mikir, “Ya ampun ini anak ribut banget sih! Nakal pula.â€
Tibalah giliran Vay mau di-shoot. Oleh si sutradara, saya diminta mengajak Vay bermain seperti biasa di rumah. Duh bingung deh mau ajak main apa, karena yang seharian di rumah main sama Vay ya si mbak. Dan saya sama Vay biasanya main joget-jogetan atau lompat-lompat di kasur. Kan gak mungkin saya joget-joget di situ. Dan saya juga gak ready, karena yeah you knowlah, baru kali ini saya ikut gini-ginian, jadi gak siap lahir batin.
Ah sud, main bola sepak aja. Saat sedang asyik bermain begitu, si sutradara memanggil seorang cewek peserta casting berbaju pink untuk segera berbaur dengan kami. Dia disuruh main dengan Vay, sementara saya menyingkir pelan-pelan. Si cewek ini wajahnya mirip banget dengan Arzetti, dan kata mbaknya Vay, doi itu bintang iklannya KB Andalan. Benarkah? Ada yang hapal iklan itu?
Vay masih mau bermain dengan ‘ibu baru’ nya saat sejurus kemudian, si sutradara menyuruh si cewek bintang iklan KB ini mengajak Vay nyanyi bareng. Si cewek ini agak grogi dan kurang lepas main sama Vay, dan jadi diomelin si sutradara. “Kamu mukanya jangan kelihatan mikir dong. Masa ibu guru mikir.†Lalu sutradara berpaling pada Vay. “Ayo Vaya, coba peluk tantenya.†Dan yang terjadi adalah, Vay melirik ‘si Tante’ sebentar lalu malah lari ke maminya. Saya dipeluk kuat-kuat dan dia minta gendong. Ih gimana sih si mas, giliran tadi anak orang disuruh meluk emaknya doang bukan orang lain, ya jelas lebih gampanglah daripada disuruh meluk orang asing, saya ngedumel dalam hati. Vay ini memang begini kelakuannya kalau udah ada maminya, mendadak jadi anak manja dan cari perhatian maminya banget.
Dan itu berulang sampai tiga kali, Vay tetap tidak mau memeluk si model tadi. Dan yang parahnya lagi, mungkin karena sudah mulai capek, dia marah-marah terus, semua orang digebokin sama dia! Heeellpp….!! Maminya maluuuuuuuu…!!
Sampai akhirnya si cowok muda tadi bilang ke saya agar kami menunggu di luar saja dulu sampai si Vay tenang. Sampai di luar, Vay minta masuk lagi. Saya langsung ultimatum dia. “Kalau Vay mau masuk ke dalam lagi, boleh, tapi tidak boleh nakal. Tadi ingat gak, disuruh keluar sama Om-nya. Kenapa? Karena Vaya nakal. Sekarang masuk, tapi sama mbak. OK?†Dan dia mengangguk. Masuk lagilah dia ke dalam dengan mbaknya. Saya langsung minum teh botol dingin untuk mendinginkan kepala. Hihi…
Kalau disuruh memilih, saya lebih suka membawa Vay pulang saja daripada meneruskan casting. Dia sudah hilang mood begitu, yang ada kan mengganggu semua orang toh. Tapi kalau kabur, kok kesannya tidak bertanggungjawab ya, hehe..
Sepuluh menit kemudian, keluarlah semua peserta casting gelombang pertama, termasuk juga si cewek-cewek pemeran ibu guru. Saya lihat dari teras, Vay kasih cipika cipiki dengan si sutradara tadi. Ih, ngapain juga, sutradara bawel begitu. Gimana tadi di dalam, tanya saya. Mbaknya pun laporan, katanya tadi si Vay mau kok waktu disuruh meluk tantenya, “Tapi bukan cewek yang baju pink tadi bu, tapi yang lain, yang baju hijau. Disuruh peluk mau, disuruh kiss juga mau.” Katanya waktu tadi foto-foto ama si fotografer juga dia cooperate banget. Gak nakal, gak jerit-jerit. Kekacauan yang terjadi itu ya begitu ada maminya. Dia gak mau mandiri, padahal dia bisa. Saya bilang sama hubby, next time kalau ada casting-castingan lagi, mending saya gak usah ikut. Emaknya gak bisa acting soalnya, yang ada nanti malah jadi marahin anak.
Sebelum pulang, para parents diminta mengisi selembar kertas berisi biodata dan kegiatan anak yang ikutan casting. Kata si Bou, biasanya sih sering ada praktek-praktek gak sehat juga. Kalau gak ditelepon sutradara untuk minta tip biar si anak yang terpilih, sebaliknya ya ada aja orangtua yang mengejar sutradaranya biar si anak bisa tampil. Hmm? Benarkah? Segitunya? Entahlah.
Yah sekian cerita pengalaman casting pertama Vay. ^_^
Vay… ayo gebokin sutradara yang cerewet itu sekalian hahahah. Duhh.. udah lah kecil, suka gebukin orang. She is trully your daughter kakkk
Haduh Wiiidd… kapok kali aku Wid, masa semua orang dipukulnya, anak2 kecil jg. Itulah da capek dia kurasa. Pulang2 tepar di mobil…
waah, ribet banget ya ternyata. semoga Vay kepilih deh 🙂
Wkwkww…
Ga kepilih juga gak apa sih. Pengennya sih kepilih klo emg dia dianggap talented, tp klo belum lolos berarti memang belom rejeki.
Tante doa’in moga Vay yang teripilih yaa..
Susu formula? Mmm…kok saya agak kurang sreg ya? Bagaimana dengan program ASI Intensif 2 tahun? Hehehe. 🙂
Eh? Di foto dicap dengan watermark juga ya Bu? 😀
Ya gak perlu gak sreg toh. Kalo bicara ASI, kan semua ibu tentu maunya kasih ASI. Tp harus ingat juga bahwa tidak semua anak & ibu beruntung bs memberikan ASI s/d 2thn. Bgmn dgn anak2 di panti asuhan?
Dan lagipula anak saya sudah 3thn. Dia memang minum susu formula sbg tambahan.
Wohohoho.. sebuah pengalaman yang menarik mbak.. vay ikut casting.. Wah wes semoga Vay bisa keterima lah, ya kalo ndak minimal bisa jadi artis buat maminya saja deh.. 😛
Huehehee… klo itu so pasti dong ya. Dia memang bintang dan artis di mata mami dan ayahnya :).
semoga Vay terpilih yang mbak…
Vay memang adorable kok…
duh, mbayanginnya aja kayaknya capek banget ya…. gak kebayang kalo syuting beneran…Mudah-mudahan Vaya kepilih ya mbak…
Huaduh… capek banget memang. Emaknya juga capek, gak sabaran hehee..