Setiap kali ada iklan es krim merk Walls di TV, anak saya akan mengulik-ulik saya. Katanya, “Mami, itu es krim Vaya..”. dan saya mengangguk membenarkan. Lalu dia melanjutkan dengan terbata-bata. Mimiknya menunjukkan bahwa dia sedang membongkar koleksi kosa kata di kepalanya. Dia bilang, “Kok mami gak beli es krim buat Vaya? Mami lupa?”
“Mami gak lupa, cuma…” Saya menariknya ke pangkuan. “Kemarin itu kan Vaya batuk, jadi es krimnya distop dulu ya.” Memang sudah tiga bulan ini saya tidak stok es krm di freezer. Biasanya saya beli es krim yang mini itu lho, yang sekotak isi 12 pcs. Itu untuk stok sebulan, maksudnya Vay boleh makan es krim setiap 3-4 hari sekali saja kalau memang dia mau. Tapi ternyata kemarin-kemarin itu nanny-nya mengizinkan dia makan es krim setiap hari, malah pernah sehari makan 2. Katanya, si Vay buka kulkas sendiri dan mengambil es krim di freezer. Kulkas kita di rumah memang freezernya di bawah, jadilah tak bisa jadi tempat penyimpanan yang aman dari anak-anak. :p
Karena sempat batuk pilek akibat makan es krim itu, sayapun stop nyetok es krim buat Vay. Dan sepertinya keterusan nih, hehe…sudah 3 bulan lho.
Melihat kedoyanan anak saya terhadap es krim, saya jadi ingin mengingat-ingat masa kecil dulu, kapan tepatnya saya mulai mengenal es krim. Sejauh yang bisa saya ingat, semasa di Biak dulu saya termasuk jarang makan es krim. Es krim, baik yang bermerk atau tak bermerk tapi pakai wadah dan ada sendoknya, bukan termasuk benda yang mudah didapat di kota kecil. Hanya ada beberapa toko yang menjual, dan mahal pula. Jadi kalau Mami lagi berbaik hati alias ada uang lebih, kami pun diajak ke toko untuk makan es krim. Saya pasti pilih rasa coklat, sementara abang saya suka rasa vanilla atau strawberry. Waktu saya bernostalgia dengan Mami, saya tanya Mami, “Ma, toko yang dulu di Biak dulu itu apa ya namanya? Sa tra ingat, kan masih kacil too…. Pokoknya dulu tong jarang-jarang beli es krim disana.†Lalu Mami langsung protes : “Jang bilang begitu… kan dulu baru-baru mulai too…†Hahaha…. Tak apa kok, Ma. Berhemat itu wajar sekali.
Kelangkaan es krim tentu saja bikin orang jadi kreatif. Di jalan belakang rumah kami, dekat kantor pos, ada toko yang menjual agar-agar beku. Warnanya hijau, tapi rasanya enaaakkkk sekali…. Lalu tante saya, juga suka bikin es macam-macam rasa, kalau bukan es coklat, ya es kacang ijo. Sesuai namanya, esnya cuma bubur biasa dimasukin ke plastik lalu dibekukan dalam freezer.
Pertama kali pindah ke Medan, saya terkagum-kagum dengan aneka macam rasa es krim yang enak-enak. Awalnya papi mengajak kami ke Restoran Tip Top, untuk mencoba es krimnya yang terkenal. Tidak terlalu seringlah makan ke situ, soalnya Tip Top itu termasuk mahal. Selain Tip Top, saya juga suka dengan es krimnya Royal Holland. Saat saya SMA, beberapa hari sekali saya dan Mami pergi ke Kampung Keling untuk beli roti di Suans, lalu singgah ke Royall Holland untuk beli ice cream. Sambil duduk di dalam mobil menunggu Mami pilih-pilih roti, saya menghabiskan es krim. Nikmat bener dah. Pilihan saya mulai beragam. Tidak cuma coklat, tapi mulai suka Tutty Frutty. Mami saya sukanya Rum Raisin. Abang saya tetap dengan strawberry dan vanillanya. Papi saya? Semuanya mau, hehee…
Es krim Haagen Dazs adalah perkenalan berikutnya setelah pindah ke Jakarta. Es krim ini bukan cuma enak, tapi juga menunjukkan kelasnya, alias mahal. Favorit saya Cookies & Cream. Dan karena mahal – buat saya ya – tak bisa sering-seringlah duduk di situ. Yah sekali-kali tak apalah kalau baru dapat bonus :D. Di Jakarta ini banyak sekali es krim bermerk (yang mahal) tapi saya tak tertarik mencoba semuanya karena sudah kadung cinta dengan Haagen Dazs dan Royal Holland.
Namun.. dari semua es krim yang sudah saya coba di atas, mulai dari es krim resto, es krim biasa yang dijual di supermarket, sampai es krim abang-abang naik sepeda yang makannya pakai roti (dan saya selalu pesan double), saya masih penasaran sampai sekarang, sama es krim potong keliling.
Itu hanya es krim kampung biasa, didorong pakai gerobak. Esnya dipotong kemudian ditusuk pakai lidi atau bambu. Ah, entah dimana ya masih ada jual es krim potong begitu. Kalau di komplek saya tidak ada yang lewat.
Eskrim yang enak itu adalah eskrim yang kita tidak perlu membayar untuk menikmatinya, alias eskrim traktiran. Hwehe. 😀
Mungkin karena dulu waktu kecil saya abis-abisan makan es krim, eh sekarang malah merasa jenuh..
Tapi kadang kangen juga bereskrim ria..
Saya suka es krim rasa coklat, apapun bentuknya, hmm…, enak sekali kalau pas sedang panas-panasnya siang atau menjelang sore begitu.
ngak hanya anak-anak aja yang suka es krim, orang dewasa pun juga doyan 🙂
ngak menghilangkan haus tapi bikin ketagihan
anak saya juga jadi langganan batuk kalau ia sudah menyantap es krim, entah alergi kali ya mbak
Hmm.. Es krim.. jadi pengen tapi sayang pas Baca posting mbak surabaya lagi ujan n dingin.. jadi urungkan niat untuk kepingin.. hehe..
Btw kalo eskrim potong saya masih sering lihat ada yang jualan di kampung halaman saya mbak. Mojokerto tercinta. hehe.. Enak memang.. Asin campur manis.. hehe..
di daerah saya, jaman sekarang kalau ada yang nikah, di acara resepsinya biasa disediakan es krim 🙂
hihihi, kalo itu sih jelas, Bli :mrgreen:. Hampir di setiap pesta perkawinan eskrim itu salah satu hidangan “wajib” pencuci mulut 😀