Postingan saya kali ini masih seputaran anak. 🙂
Saat saya pertama kali dihadapkan pada kenyataan bahwa saya telah menjadi seorang ibu dengan lahirnya seorang putri, rasa negatif yang pertama kali hinggap di kepala saya adalah khawatir. Khawatir apakah setelah pulang dari rumah sakit saya akan bisa mengurus anak saya dengan baik, lalu khawatir apakah saya dapat memenuhi kebutuhan minum bayi saya, khawatir apakah ASI yang saya berikan bisa melindungi dia dari kuman dan penyakit, serta menjadi sangat over protective terhadap bayi saya. Minggu-minggu pertama jadi ibu adalah minggu penuh cobaan karena banyaknya hal baru yang saya temui. Betul-betul penuh cobaan. Sedikit saja bayi saya terbatuk saya langsung deg-degan, atau ketika ASI saya belum lancar dan bayi saya menangis marah karena kehausan, mata ini langsung berkaca-kaca. Ah cengeng sekali rasanya kalau ingat saat-saat itu. 🙂
Tapi saat semua syndrom baby blues itu berlalu, ketika masuk bulan kedua jadi ibu, akhirnya saya bisa berpikir jernih dan lebih logis. Saya sadar bahwa khawatir berlebihan tidaklah perlu. Yang harus saya lakukan adalahĂ‚Â mempersiapkan diri dengan amunisi. Saya harus banyak belajar dan menimba ilmu, mulai dari membaca buku dan majalah tentang bayi baru lahir, juga join dan sharing di milis yang membahas topik seputar anak. Ternyata banyak juga ibu baru yang kebingungan seperti saya hehee….
Mempersiapkan kekuatan fisik juga wajib. Sebagai ibu menyusui, saya mengatur ketat jenis makanan yang masuk ke perut saya. No junkfood, no soda, no caffein. Ditambah lagi kondisi bayi saya yang alergi, makanan yang boleh saya makan juga terbatas. Semua makanan yang masuk ke perut saya harus yang benar-benar jelas kandungan gizinya. Demi anak, saya rela selama satu tahun makan sayur katuk terus (sesekali sayur bayam), tidak makan seafood dan ikan laut. Dan karena saya tidak suka ikan air tawar saya hanya makan daging sapi (dan melulu dibikin sop karena cuma itu yang saya suka) dan sesekali daging ayam kampung. Dan satu lagi perjuangan yang harus saya lakukan demi memperbanyak kuantitas ASI, yaitu : minum jus pare 1 liter setiap hari. Ini saya minum selama tiga bulan ketika saya mulai ngantor dan terasa kuantitas ASI sedikit menurun. Rasanya, luar biasa pahit…!!!
Alhamdulillah saya punya mami tercinta yang selalu siap membantu. Mami saya bidan. Waktu di Puskesmas Biak dulu, mami saya kerja di bagian Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dan begitu pula ketika beberapa tahun lalu pensiun dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, beliau juga jebolan KIA, jadi memang beliau punya ilmu lengkap tentang urusan kesehatan ibu anak termasuk juga urusan gizi.
Beliau yang selalu mengingatkan agar saya memperhatikan kandungan gizi pada MPASI yang akan saya berikan pada bayi saya. Bukan berarti anak saya harus gemuk, akan tetapi harus ideal sesuai umurnya dan sehat. Jangan sampai anak mengalami malnutrisi.
Ok, mari kita bicara tentang MALNUTRISI. Malnutrisi adalah suatu kondisi dimana kebutuhan tubuh akan karbohidrat, protein, dan lemak, tidak terpenuhi. Malnutrisi adalah istilah yang lumrah dipakai untuk keadaan gizi kurang (undernutrition), dikarenakan asupan makanan yang masuk sangat kurang, ditambah pula dengan penyakit penyerta yang kemudian memperparah kondisi gizi kurang tersebut. Kasus gizi kurang ini sangat sering menimpa anak-anak dan balita.
Tetapi, banyak yang belum paham bahwa malnutrisi sebenarnya tidak hanya mencakup gizi kurang saja. Sebaliknya, mereka yang mengalami kelebihan nutrisi atau overnutrition akibat pola makan berlebihan dan tidak memperhatikan keseimbangan asupan gizi yang masuk juga digolongkan sebagai kondisi malnutrisi. Umumnya memang terjadi di kota-kota besar dan menimpa keluarga berkecukupan. Overnutrition ini perlu diwaspadai, karena bisa beresiko tinggi pada gangguan kesehatan ketika anak beranjak dewasa, seperti kemungkinan mengalami obesitas dan penyakit-penyakit penyerta lainnya.
Kembali ke kasus undernutrition. Di Indonesia sendiri, kasus gizi buruk masih sering terjadi. Kasus-kasus terakhir yang saya baca, terjadi di Medan, Lumajang, dan Jember. Bahkan di Jember, 4 anak penderita undernutrition sejak Januari – Juni 2010 meninggal dunia, dikarenakan penyakit penyerta yang memperparah kondisi. Umumnya kasus gizi buruk lebih banyak menimpa balita dari keluarga miskin (gakin).
Tapi bukan berarti keluarga non gakin tidak mengalaminya. Keluarga berkecukupan juga bisa mengalaminya, seperti terjadi pada salah satu rekan sekantor teman saya tahun lalu. Saat itu anaknya harus masuk RS karena berhari-hari tidak mau makan. Anaknya berumur setahun dan badannya sangat kurus, kalau diukur di KMS, anaknya itu sudah masuk area berwarna kuning yang artinya harus diwaspadai. Si anak mengalami kesulitan mencerna makanan padat, jadi setiap kali ada makanan yang masuk ke perut, dia langsung muntah. Satu-satunya yang bisa masuk hanyalah susu formula yang memang sejak lahir sudah diminum si anak, soalnya emaknya memang sekadarnya saja menyusui bayinya. Dokter di Jakarta menyerah, dan si anak dirujuk ke Singapura. Saya dengar dari teman saya bahwa dokter di sana menduga terjadi kesalahan saat pengenalan MPASI pada anak. Anak itu akhirnya harus mengkonsumsi obat-obatan yang bisa membantunya untuk bisa makan normal. Kasihan ya. Tapi semua kejadian memang ada hikmahnya, karena sekarang ibu si anak jadi lebih concern memperhatikan kandungan gizi untuk makanan anaknya.
Dari kenyataan di lapangan bahwa kasus gizi buruk juga bisa menimpa keluarga non gakin, berarti dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab malnutrisi adalah kurangnya pengetahuan tentang pentingnya asupan nutrisi dan pola pemberian makan yang benar.
Mencegah terjadinya malnutrisi ini sebenarnya tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan bahan makanan untuk mereka yang miskin, tapi lebih tepat bila dibarengi dengan penyuluhan akan pentingnya gizi agar masyarakat paham dan sadar benar akan pentingnya nutrisi yang masuk ke dalam tubuh.
Tahukah kalian, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan pada tahun 2007, ternyata 36,8% balita di Indonesia mengalami “stunting” yaitu tinggi badan di bawah rata-rata, dan kenyataan bahwa Indonesia menempati urutan pertama di ASEAN dalam hal jumlah kematian ibu, balita, dan anak. Ah, menyedihkan sekali mengetahui fakta itu.
Jangan mengira saya sudah pakar untuk urusan gizi lho. Belumlaaah… masih jauh bo’ :). Saya hanya seorang ibu yang masih belajar, belajar dari setiap hal kecil yang menyangkut tumbuh kembang anak.
Info nih ya. Sebenarnya sejak pertengahan tahun lalu saya sudah bergabung jadi member di NutrisiUntukBangsa.Org. NutrisiUntukBangsa.Org adalah sebuah organisasi yang didukung oleh Sari Husada yang punya tujuan sangat mulia, yaitu mengurangi kasus malnutrisi di kalangan ibu hamil dan anak-anak Indonesia dengan program-program mereka. Website-nya informatif, banyak artikel bermanfaat seputar nutrisi, gizi, dan juga tentang mpasi untuk bayi. Tulisan ini juga saya posting di NUB. 🙂
Memang tidak mudah mengentaskan kondisi gizi buruk di Indonesia, hal ini sama sulitnya dengan mengentaskan kemiskinan di negara ini. Tapi saya yakin hasilnya akan siginifikan bila program-program tersebut dilakukan bersama-sama dan mendapat dukungan semua pihak, termasuk juga dari para netizen. Salah satu partisipasi aktif yang dapat kita lakukan adalah dengan memberikan dukungan di website Nutrisi Untuk Bangsa.
Ayo, berikan dukunganmu di Nutrisi Untuk Bangsa!
Mirisnya,pemberantasan gizi buruk di Indonesia hanya sebatas pada daerah2 tertentu
belum secara total dan menyeluruh..
apalagi di daerah pelosok yg minim masalah kesehatan..
Memang Mbak, segala sesuatu yg instan memang enak di awal tapi efek ke belakangnya lebih parah..
peluk sayang buat Vaya ya mbak.
semoga pemerintah indonesia bisa mengurangi jumlah penderita gizi buruk di negeri ini..
Barusan mampir ke web Nutrisi untuk Bangsa.. resep-resep sehat darurat nya lucu-lucu deh.. hihi
jadi orang tua itu khawatir tiada henti ya Mbak.. Bikin gelisah.
Setahu saya malnutrisi itu ya kasus kasus kekurangan nutrisi gitu. Ternyata kelebihan nutrisi juga termasuk didalamnya ya. Wah baru tahu, hihi.. Makasih;
tapi pahitnya pare ada kekhasannya, beda dengan pahitnya daun pepaya, atau selada. Pahitnya pare ngangenin.
semua makanan yg dimakan pascal dia baca dulu ada msg nya ga, apalagi dr sekolah tiap hari dihimbau untuk tidak jajan
Beberapa waktu sebelum pulang ke Indonesia, oleh dokter pribadinya, Odilia dilarang makan makanan jadi dari yang biasa diberikan. Tau ngga Zee alasannya apa, ternyata makanan yang dijual di negara kita kebanyakan mengandung garam dan penggurih lainnya yang menggemukkan.
Aku dulu sk heran knp anak2 di Amrik sana bebas saja makan makanan kaleng. Tnyt kata tanteku yg kerja di sana, makanan kaleng di luar neg ya beda dgn di sini. Kalo di Indonesia, banyak bahan kimia & MSG jg ikut masuk ke dalam kaleng. Syukurlah aku ga membiasakan Vaya makan yg instan Don, semuanya hrs masak di dapurku hehe..