Perkara Sepuluh Ribu
Perkara Sepuluh Ribu

Perkara Sepuluh Ribu

Kali ini kita bicara perkara sepuluh ribu. Sekarang ini nilai sepuluh ribu itu sebesar apa ya? Lontong sayur pakai telor masih bisa dapat sembilan ribu, mie rebus pakai telor tujuh ribu, teh botol tiga ribu, harga majalah Bobo sepuluh ribu. Tapi untuk menu makan siang di kantin bawah, jelas gak dapat sepuluh ribu, minimal ya dua belas ribulah. Tapi sepuluh ribu tetap bernilai lumayan lho, terutama saat tanggal tua.

Perkara yang mau saya ceritakan di sini adalah tip sepuluh ribu untuk parkir. Ada dua cerita di sini. Yang pertama adalah tip parkir di kantor kami. Jadi begini, di kantor kami ada ketentuan bahwa yang bisa parkir di basement adalah mobil operasional, dan karyawan setara minimal general manager. So bagi karyawan level di bawah GM tidak dapat jatah parkir. Halaman parkir yang tidak seberapa itu khusus untuk tamu. Jalan keluarnya adalah, parkir di gedung tetangga, atau pakir umum di dekat kantor, yang biayanya waktu itu masih dua ribu perjam. Nah tempat parkirnya itu lumayan jauh, dan terutama cewek-cewek, malaslah kalau disuruh jalan kaki, apalagi kalau lagi pakai heels misalnya.

Tapi beberapa pihak ada juga yang bandel, memaksa parkir di halaman parkir kantor, dengan berbagai trik. Datang lebih pagi dan pilih parkiran paling ujung yang tidak mudah terlihat, kemudian memberi tip sepuluh ribu pada security. Trik ini kemudian diikuti juga oleh banyak orang, datang lebih pagi dan memberi tip. Kan jadi lebih murah, seharian cuma bayar sepuluh ribu saja. Sebaliknya yang memaksa parkir tapi tidak mau kasih tip sudah pasti diusir oleh security. Yaaa.. istilahnya tahu sama tahulah. Setahun lalu, ada yang mengadu ke HRD dan parkiran pun kembali steril. Saya sih tidak masalah waktu itu karena saya tak pernah juga parkir di depan, soalnya malas berantem dengan security, bahkan mau ngasih sepuluh ribu saja saya enggan. Takut menyinggung, meskipun kata teman saya — yang langganan parkir sogok di bawah — cuek saja, karena dia sudah biasa.

Perkara Sepuluh Ribu

Lalu beberapa bulan lalu, halaman parkir kembali ramai. Kali ini yang ikutan parkir sudah banyak, mungkin dapat kabar kalau cukup kasih sepuluh ribu saja. Nah, karena gedung belakang tempat saya parkir itu menaikkan tarif parkirnya jadi lima ribu untuk jam pertama dan empat ribu untuk jam kedua dan seterusnya, saya pun mau tak mau terpikir juga untuk coba parkir sogok di depan. Akhirnya dengan ditemani teman saya itu, suatu pagi kami beriringan masuk ke halaman parkir kantor. Soalnya teman saya sudah biasa, dia mah cuek banget. Katanya kalau ditanya pak security-nya, jawab aja, “Biasa…” Hari itu saya belajar parkir di depan dengan menyediakan tip. Huhuy…. begitu dikasih tip, security-nya langsung hormat banget. Tapi saya tidak kasih sepuluh ribu, saya selalu kasih empat belas atau lima belas ribu. Gak tega soalnya. Saat teman saya tahu saya kasihnya bukan sepuluh ribu, katanya, “Kau Zy, merusak harga pasar ajaaa….”

Tapi kemudian justru sepuluh ribu atau lima belas ribu itu jadi perkara. Kali ini ada email masuk ke HRD, mengadukan proyek cari uang para security di bawah. Dan sepertinya para security mendapat teguran keras, barang siapa yang ketahuan memberi parkir pada karyawan dan menerima tip, maka akan di-phk. Begitu kata pak securitynya saat teman saya bertanya padanya. Tapi sebenarnya di depan itu, ada nota dinas yang mengatakan bahwa pegawai boleh parkir, tapi tidak boleh lebih dari lima jam. Jadi kita bisa tricky dikit, parkir sampai siang di gedung belakang, lalu jam istirahat pindahin mobil, parkir ke depan. Hanya saja saat ini gak ada yang berani ambil resiko, karena lahan parkir itu pun ditutup pakai tali. Security tidak peduli, kalau kita mau parkir silahkan tapi mereka tidak mau mengatur. Jadi ya resiko pegawai sendirilah.

Nah, cerita kedua, di samping kantor, kebetulan ada gedung perkantoran yang baru buka. Dari beberapa bulan lalu kita sudah tanya ke securitynya, kapan sudah bisa dipakai tempat parkirnya. Dan tiga bulan lalu, akhirnya bisa juga parkir di sebelah. Masih free! Tapi, securitynya minta sepuluh ribu untuk tip, dibayar saat keluar. Awalnya hanya group kami saja yang kami informasikan, agar tidak semua pindah ke sana, dan nanti malah berabe. Tapi tak sampai sebulan, sudah banyak yang parkir di sana, dan tiba-tiba seorang petugas parkir bilang pada saya, bahwa info dari pengelola gedung, pegawai dari kantor kami tidak boleh parkir di situ. Saya rasa sih itu bohong, karena sepertinya mereka berantem soal bagi hasil. Security bilang jangan kasih ke petugas parkir, dan petugas parkir sepertinya cemburu. Oh ya sudah. Saat itu teguran dari HRD kantor kami ke security belum ada, jadi kami kembali parkir di depan.

Lalu awal bulan lalu, kami dapat info bahwa gedung sebelah sudah mengizinkan lahan parkirnya digunakan, asal tidak di lantai 3, lantai khusus yang punya gedung. Masih free juga, dan seperti biasa kasih sepuluh ribu di pintu keluar. Sepertinya sudah ada kesepakatana antara security dan petugas parkir, karena mereka senyum-senyum saja (tidak melirik-lirik curiga saat kaca jendela dibuka) setiap kami keluar parkir.

Minggu lalu, ada kejadian nih. Saat saya masuk ke mobil, siap-siap mau pulang, datang seorang petugas parkir. Saya ingat ini orang mukanya agak sirik-sirik gimanaaa gitu, soalnya dia jarang bertugas di pintu keluar, jadi mungkin tidak kebagian tip. Kali ini pasti ada apa-apanya nih, pikir saya.

Saya buka kaca jendela dan bertanya padanya, ada apa. Jawabnya, “Bu, Ibu biasa kasih tip ke petugas parkir kalau keluar ya, Bu?”
“Iya. Kenapa?”
“Lagi ada orang pusat, Bu, di bawah. Jadi Ibu kalau masih tip, di sini saja.”

Wooo… ilmu kali kau, kambing!

“Oh. Mas, saya hanya mau kasih tip di pintu keluar, bukan di sini.”

“Iya, Bu. Ini barusan teman info, katanya ada yang awasi di bawah.” Dia mengangkat HT-nya. Iiihh, plis ya, padahal suara yang keluar dari HT-nya itu bicara topik lain, tidak ada soal parkir.

“Jadi lebih baik Ibu gak usah kasih tip nanti ya, Bu!”

“Oh, ya sudah. Kalau hari ini saya tidak kasih, besoknya saja saya kasih dobel.”
Petugas parkir itu cengar-cengir masam, karena tidak berhasil mendapatkan sepuluh ribu.

Saya berlalu dengan perasaan agak dongkol. Saat di pintu keluar, saya tanya pada petugas parkir yang biasa mengambil tiket apa benar ada ‘orang pusat’ yang mengawasi dan kita tidak boleh kasih tip. Jawabnya dengan sopan, “Memang parkir disini masih free kok Bu. Kalau Ibu mau kasih tip, itu terserah kepada Ibu saja,” sambil tangan kanannya dilipat ke dada. “Itu teman kamu di atas bilang saya gak usah kasih tip karena ada yang mengawasi. Ini kalian rebutan uang parkir, ya?” Tak sabar saya menyela begitu. Petugasnya terkejut sedikit lalu hanya tersenyum dan menjawab, “Wah kurang tahu saya, Bu, kalau ada teman kami yang begitu.”

Tapi.

Ternyata cerita parkir sepuluh ribu harus berhenti juga. Karena sejak Senin kemarin, pakir di gedung sebelah sudah berbayar, tiga ribu perjam. Huaaaa…! Bangkrut!

46 Comments

  1. Masalah parkir juga jadi masalah di Jakarta. Saya rasa Jakarta harus mencontoh Tokyo. Waktu saya berkunjung ke sana, diceritakan bahwa yang jadi pertimbangan orang jepang untuk membeli mobil adalah lahan parkir dan garasi di rumah. Kalau ndak punya garasi, harus bayar parkir di luar yang tarifnya kalau dirupiahkan, bukan puluhan ribu lagi harganya, tapi ratusan ribu. Maka dari itu orang jepang lebih memilih menggunakan transportasi umum.

    Di jakarta, sulit menciptakan transportasi umum karena biaya yang dikeluarkan untuk sebuah mobil pribadi cukup murah dengan cicilan ringan. Pajak dan parkir juga masih murah. Maka sebagus apapun transportnya, saya yakin masyarakat mampu akan lebih memilih tetap berkendaraan pribadi.

    • Zizy

      Di Jkt ini ya, ga punya garasi tp parkir di jalan, bikin macet. Kalau pajak kan standar ya di Indonesia, cuma memang progresif, jatuhnya mahal di mobil kedua dst..
      Sbnrnya ga juga sih, di Jkt ini semua mau pake transportasi umum, tp pengennya yg juga bagus dan nyaman….

  2. kalo dihitung-hitung, berapa orang yg kasih tip 10.000 ke tukang parkir mba? Wah sehari kalo 100 orang bisa Rp 1.000.000 donk yg mereka bawa pulang 😮

    • Zizy

      nguras bangeeeett…. huhuhuhuhu….

  3. Binar

    Saya orang jogja yang sampai saat ini belum pernah kerja di jakarta. Suami saya baru beberapa bulan ini pindah kerja di Jakarta dan cerita bagaimana lika-liku parkir disana. Bandingin dengan Jogja yang parkir minimal cuma 2000 (parkir umum), cuma bisa bilang woowww!!!

  4. parkir di pool travel bandung juga 10rb klo tukang parkirnya tahu kita mau ke Jakarta dan di situ nitip motor :D. kalau tukang parkir tidak tahu, yaa ditarik tetep 1000 saja. hihihihi…. cuma itu jarang. tukang parkirnya pengamat sejati laah.
    gapapa deh at least masih lebih murah daripada klo nitip di parkiran mall.

  5. aih ribetnya…
    mahalnya…
    bisa bikin bangkrut bener tuh, 10 ribu sehari kali berapa hari kerja…

  6. Saya termasuk beruntung, karena parkir di tempat kerja saya tak berbayar dan halamannya luas. Aman lagi…

    • Zizy

      Wah syukurlah Pak. Gratis, aman pula… 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *