Akhirnya Vay jadi juga les privat di rumah. Walaupun jatuhnya jadi sedikit lebih mahal, tapi tak apalah yang penting dia tidak harus ketiduran di mobil jemputan karena terlambat dijemput itu.
Memang awalnya dia kecewa karena dia ingin les di tempat lesnya itu, tapi setelah dikasih pengertian bahwa dia akan kecapekan, akhirnya dia mengerti juga. Saya mendapatkan seorang Miss untuk datang ke rumah di waktu sore yang akan mengajar sesuai dengan apa yang Vay inginkan pada hari itu. Lumayanlah, si Miss selalu janjian dulu dengan nanny-nya Vay, memastikan bahwa Vay sudah cukup tidur siangnya, baru si Miss bergerak datang ke rumah. Konsep belajarnya adalah satu jam untuk tracing, drawing or coloring, pokoknya terserah mood-nya Vay, lalu setengah jamnya lagi dipakai untuk melatih conversation biasa dengan Vay. Anak saya ini sudah mulai mengertilah dikit-dikit kalau diajak berbicara dalam bahasa Inggris, tapi memang karena penguasaan vocabnya juga belum banyak (plus maminya agak malas practise :p) jadi dia masih belum pede. Kalau ditanya sesuatu dia mengerti, tapi masih suka menjawab pakai Bahasa. Iya sih, lidahnya belum terbiasa keriting. Tak apalah, nanti saat dia gedean bergaul dengan teman-teman sekolahnya lama-lama juga lancar.
Nah kalau les di rumah kan berarti semua tool harus disediakan sendiri. Awalnya kita masih pakai activity book yang didapat dari tempat lesnya dulu, tapi sampai tiga kali pertemuan sudah habis, dan harus cari yang baru. Miss-nya pesan agar saat mencari activity book ke toko buku, bilang ke petugasnya phonics book.
Kalau saya googling, definisi dari phonics di Wikipedia adalah:
Phonics is a method for teaching reading and writing by developing learners’ phonemic awareness—the ability to hear, identify, and manipulate English phonemes—in order to teach the correspondence between these sounds and the spelling patterns (graphemes) that represent them.The goal of phonics is to enable beginning readers to decode new written words by sounding them out, or in phonics terms, blending the sound-spelling patterns. Since it focuses on the spoken and written units within words, phonics is a sublexical approach and, as a result, is often contrasted with Whole language, a word-level-up philosophy for teaching reading. (see History and controversy below). Since the turn of the 20th century phonics has been widely used in primary education and in teaching literacy throughout the English-speaking world. More specifically synthetic phonics is now the accepted method of teaching reading in the education systems in the UK and Australia.
Mencari phonics book susah-susah gampang. Terutama bila menggunakan istilah itu kepada petugas, karena ternyata petugas di toko buku Gramedia Matraman kurang paham saat ditanya di mana rak untuk phonics book. Saat ditanyakan “calistung versi english†baru diarahkan ke rak buku import. Tapi ternyata rak itu juga isinya story book. Yang persis atau mendekati seperti yang didapat dari sekolah atau tempat lesnya tidak ada. Besoknya saat ke Gramedia Mall of Indonesia, baru deh dapat. Petugasnya melek saat ditanya. Langsung saya diantar ke rak phonics book.
Dan, ya, benar di rak itulah terdapat buku yang dicari. Sebenarnya seperti kata saya tadi, sama aja dengan buku calistung, tapi kalau beli buku calistung takutnya nanti gak nyambung dengan cara dia belajar di sekolah. Dan, ya, harganya muahall……! Langsung garuk-garuk kepala saat melihat harganya. Buku kayak gitu kan sebentar aja juga selesai, dan sepertinya seri yang kemarin saya beli itu baru ada 1, jadi kalau habis, berarti harus berburu phonics book lagi di tempat lain.
Sepertinya harus hunting online dan juga hunting ke “Gramedia Jongkok” lagi nih, biar ketemu yang lebih murah.
Btw saya termasuk orang yang ketinggalan dengan istilah ini, untunglah membaca tulisan ini. Jadi tau…. 🙂
Hmmm, mikir juga nih, buku belajar baca aja mahal gitu ya, Mbak..
Kalau yang jongkoknya ada di mana? Bagi-bagi lagi di tulisan kalau udah dapet ya. 😀
waaahhh anak anak sekarang emang perlu english ya mbak.. aahh malu bgt deh english aku skrg aja kurang baik 🙁
Saya setuju Mbak jika kecerdasan bahasa itu mesti dilatih sejak usia dini, karena akan berpengaruh besar pada kecerdasan logika si anak.
Tapi kalau mendatangkan pengajar privat, mungkin saya juga akan berpikir kembali.
Yeah itu mungkin karena kamu menduga bahwa anak2 diajarkan utk benar2 belajar. Pdhl les privatnya ini sama dgn metodenya di sekolah, bermain sbl belajar. Jd kalau anak gak mood ya tidak dipaksa. 🙂
Ya, maksudnya kan sambil membiasakan begitu. Kalau kata-kata belajar pada anak kadang agak gimana gitu, jadi bermain bahasa mungkin jadi ungkapan yang lebih pas :).
untung mamanya arya tidak sesibuk zy :), metode pembelajaran dirumah dengan cara bermain terbukti efektif. pada masanya arya yang 2,5th sudah berhitung 1-4 (bukan berucap lho) ketika 3 tahun dia pengen sekolah alhamdulillah minimal bintang 4 tapi sering 5. Hingga kelas 1 SD diragukan oleh gurunya karena masih 5tahun, alhamdulillah nilai rata2nya 9. hanya saja zy, usia berpengaruh pada mental anak, terbukti sekarang arya tidak menemukan hoby belajar sambil bermainnya. lebih banyak mainnya sekarang, dirubah ke metode lain malah gak masuk2 🙁 tapi semangat semoga vay semakin cerdas
Yah mudah2an si Vay belajarnya gak cepet bosan ya… asal seimbang jg dengan mainnya :).
yang penting selama vay ga merasa dipaksa dan dia senang menjalaninya….go ahead dan maju terus zee. Jangan sampai dia merasa bosan….nanti bisa2 mogok deh jadinya….keep spirit high…
iya pak, tantangan nih jgn sampai dia bosan…