Potret Jakarta

Aih. November sudah masuk sepertiga bulan tapi saya belum menulis satu postingan pun. Padahal ini kan bulannya saya, harusnya lebih semangat, bukan begitu? Musim hujan juga sudah dimulai, dan banjir pun sudah datang satu kali ke komplek kami.

Jakarta ini sesak saudara-saudara. Manusia dengan tetek bengeknya, menghimpit kota. Manusia dan kesibukannya, menyumbang polusi. Kendaraan-kendaraan bermesin, gerobak-gerobak jualan yang berjejer sepanjang jalan, juga warung-warung makan musiman (kalo musim seafood, jual seafood. Musim pecel lele, tuker jual pecel lele).

Tembok-tembok polos tak berwarna atau sebagian yang penuh coretan, lapak-lapak sederhana berisi pakaian-pakaian bekas, lobang galian gorong-gorong yang tak ditutup, pengemis dan pengamen di setiap lampu merah … adalah sebagian dari sinetron nyata tentang Jakarta.

Adakah yang pernah menghitung, berapa banyak jumlah gerobak jualan yang dijumpai dalam perjalanan ke suatu tempat? Saya belum.

Pernah melihat anak jalanan, perempuan kecil, jongkok buang air kecil di sebelah pohon pada tengah malam buta? Saya pernah.

29 Comments

  1. segala cara dilakukan buat menata wajah Jakarta sepertinya masih belum berhasil ya, mbak?

  2. berapa jumlah gerobak jualan yang beroperasi tiap menit di jakarta? sepertinya perlu dibuatkan algoritma biar statistiknya diketahui secara real time

    *kurang kerjaan saja * hehe

  3. Lalu aku pun pernah ngotot ngelawan gerobak ‘botot’ yang jalan ngelawan arah.. Mereka tak terlawan =))

  4. bulannya kamu?? ulang tahun ya? makanya androidnya baru πŸ˜€

  5. kalo di indonesia pemerataannya bagus…mungkin gak akan begini yah…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *