Saat Anak Mulai Kenal “Label”

Saat Anak Mulai Kenal “Label”

Setiap malam adalah saatnya saya bercerita dengan Vay. Biasanya saya tanya hari ini dia ngapain aja di sekolah, dan dengan satu pertanyaan itu saja dia akan bercerita panjang lebar Γ’β‚¬β€œ pakai terengah-tengah karena gak sabar Γ’β‚¬β€œ tentang apa saja kejadian di sekolah, dan porsi terbesar adalah tentang apa yang dia dan temannya lakukan di sekolah.

Biasanya Vay akan cerita tentang teman-teman perempuannya di sekolah. Nah pada suatu malam dia bilang ke saya begini, Ò€œMami, Mami, kata Val… gak usah main sama Jisel lagi…Ò€

Ò€œGisel itu yang mana?Ò€ Saya tahu ada temannya namanya Giselle.

Ò€œJisel Mami, panggilnya, bukan Gisel…Ò€

Ò€œOh, oke. Kenapa emangnya?Ò€

Ò€œIya, soalnya di hidungnya Jisel ada merah-merah.Ò€ Vay menunjuk pucuk hidungnya.

Saya terperanjat dengarnya. Terperanjat kenapa anak saya sekarang jadi begitu, mulai melihat dan melabeli teman berdasarkan fisik. Ini sama sekali bukan Vay, karena saya tahu dibanding teman-temannya, Vay itu masih sangat anak-anak. Dulu saat di Kiddy 2 beberapa temannya sudah kelihatan Ò€œlebih dewasaÒ€ karena mereka sudah bisa marah-marahan, sudah bisa pilih-pilih mau teman yang mana, dan tidak ingin dekat-dekat dengan teman yang sama-sama keras kepala. Nah saat naik ke Kindergarten, pelan-pelan Vay juga Γ’β‚¬Λœmulai gedeÒ€ℒ. Dia semakin pintar berinteraksi, sudah bisa main Γ’β‚¬β€œ benar-benar main dan bukan hanya sekedar kejar-kejaran seperti jaman Kiddy dulu Γ’β‚¬β€œ dengan temannya dan sudah pula punya sahabat, meskipun kalau saya perhatikan, bukan Vay yang memilih sahabat, tapi sahabatnyalah yang memilih dia. Kenapa? Karena Vay masih dalam proses bersosialisasi dan sedang excited punya teman sehingga dia lebih sering ikut-ikutan temannya. Saat ini saya membiarkan dia bersosialisasi tapi juga mengawasinya agar dia tidak terikut-ikut perilaku kurang tepat dari sekitarnya.

Pelan-pelan saya coba ajak Vay bicara. Awalnya saya pakai perumpamaan becanda, agar dia mengerti bahwa tidak ada orang yang suka dijauhi karena kekurangan fisiknya.

Saya bilang begini, Ò€œVaya gak boleh begitu, Nak. Coba kalau ada teman Vaya yang gak mau main sama Vaya gara-gara dia lihat Vaya masih hisap tangan, rasanya gimana? Terus dia bilang ke teman-teman lain, jangan mau main sama Vaya, udah gede masih hisap tangan.Ò€

Vay terdiam sebentar. Lalu dia akhirnya mengelak begini, Ò€œTapi itu Val, Miii…Ò€

Ò€œIya, tapi Vaya janganlah ikut-ikutan. Gak baik lho Nak pilih-pilih teman. Kita semua harus saling sayang kalau berteman. Yang penting orangnya baik dan cocok main sama Vaya, jangan lihat wajahnya.Ò€ Vay mengangguk-angguk sambil melanjutkan kegiatan hisap tangannya.

Yah, mudah-mudahan saja Vay bisa memahami apa yang saya katakan. Terus terang urusan melabeli seseorang karena fisik ini sangat mengganggu. Kalau anak sedari kecil sudah terbiasa dengan perilaku seperti itu, saya takut terbawa sampai dia besar, dan kemudian terbiasa memberi stereotip pula pada orang lain.

Tapi sebagai orangtua saya pun tidak bisa mengatakan temannya tidak baik karena mengajaknya untuk pilih-pilih teman, jadi harus dicari pendekatan yang tepat, termasuk memberi contoh yang baik sih. Yaitu tidak mengajarkannya melihat orang dari fisiknya.

Sebenarnya kebiasaan Γ’β‚¬ΛœmenilaiÒ€ℒ ini tanpa disadari bisa juga berasal dari lingkungan terdekat. Keluarga saya sendiri tanpa sadar terbiasa dengan perilaku seperti itu. Seperti Opung Boru-nya Vay yang terakhir kali ketemu Vay langsung protes dengan mengatakan, Ò€Loh kok Vaya tambah item ini?Ò€ Dalam hati saya komplen, memangnya kenapa ya kalau anak saya jadi item? Kan maminya memang gak putih. Memangnya kulit item itu jelek? Saya tak pernah komplen anak saya mau item atau putih, yang penting kulitnya dijaga saja agar sehat.

Sama pula dengan ipar saya yang sering berujar kecewa kenapa anaknya kulitnya gak putih ngikut dia. Ò€œIh syukur kali ya, si Vaya putih. Ini Sasha makin itam aja dia, apalagi suka berenang pula, kan.Ò€ Berujar seperti itu pun di depan kedua anak perempuan ini, jadi keduanya bisa mendengar kalau mereka dibanding-bandingkan.

Tapi untungnya keponakan saya itu tidak pernah malu dengan warna kulitnya.  Pernah saya tanya ke Sasha waktu dia lagi main ke Jakarta, Ò€œSha, kok berenang tiap hari. Sasha gak takut tambah itam?Ò€

Jawabnya, Ò€œGak papalah itam Bou, Sasha suka kok itam… itam kan cantik..!Ò€

Dan Vay pernah bilang begini ke saya, Ò€œMami, Mami kok itam?Ò€

Ò€œYa gimanalah Nak, udah dari sananya itam.Ò€

Ò€œItam itu jelek, Mi?Ò€

Ò€œEnggaklah Nak. Kayak mami Vaya, biarpun hitam tapi cantik kan?Ò€ Hahaha…. maaf ya, maminya narsis pulaaaa. Vaya ketawa.

Ò€œTapi Mami kok mukanya gak sama kayak Vaya?Ò€ tanyanya lagi.

Ò€œIya, kan biasa begitu Vay, ada yang mukanya ikut ayahnya, ada yang ikut maminya. Tapi biarpun gak sama, tapi kan tetap maminya Vaya. Mana bisa diganti.Ò€

Ò€œMami sayang sama Vaya?Ò€ Nah, biar tahu saja ya, Vay ini tidak pernah bosan mengajukan pertanyaan ini. Biarpun sudah tahu jawabannya, tetap saja dia deg-degan menunggu saya mengucapkannya.

Ò€œSayanglah. Sayaaaaang sekali.Ò€ Lalu dia tersipu-sipu dan memeluk saya erat-erat.

(Ah. Saya pun teringat dulu pernah bertanya pada papi saya begini, Ò€œPa, Papi pernah malu gak Pa karena anak Papi hitam?Ò€ Lalu Papi saya menjawab sambil terkekeh, Ò€œAh! Malu kenapa? Orang anak Papi, kok!Ò€ Soalnya papi saya kan termasuk putih, jadi saya gak pede karena kulit saya yang gelap ini. :D)

 

Malam itu, sambil memeluk Vay yang sedang hisap tangan saya katakan padanya, bahwa di dunia ini ada banyak sekali anak dari beragam suku, yang mempunyai warna kulit, mata, rambut dan bahasa yang berbeda. Dan tidak ada satu pun anak yang jelek. Semua anak itu pasti cantik dan keren. Yang bikin anak itu kelihatan agak jelek hanyalah perbuatannya. Ò€œKalau wajahnya cantik tapi suka marahin teman atau marahin orangtuanya, pasti jadi gak kelihatan cantik, karena orang jadi takut berteman sama dia.Ò€

Vay diam saja. Mungkin sedang mencerna kali ya (atau mungkin juga udah ngantuk). Saya hanya berharap semoga semua obrolan kami berdua malam itu bisa masuk di logika dan di hatinya Vay.

…….

Dan tadi, iseng saya tanya padanya, Ò€œVay, sekarang gimana? Masih gak mau main sama Jisel?Ò€

Ò€œEnggak kok, Vaya sekarang sudah main sama dia lagi.Ò€

Ah senang dengarnya. Yeah, meskipun sifat anak-anak ya begitu Γ’β‚¬β€œ sekarang bertengkar, dua puluh menit kemudian baikan dan main lagi Γ’β‚¬β€œ tapi untuk kasus ini, saya senang karena Vay sudah kembali seperti Vay yang dulu. Yang senang berteman dengan siapa saja tanpa pilih-pilih.

71 Comments

  1. Ahhh vay bagus.. Sasha juga.. dewasa ya.. gak papa lah anak itam gara-gara berenang.. daripada putih tapi ga boleh keluar rumah.

    • Zizy

      Iya, justru dgn banyak aktivitas, jd sehat dan kuat…. πŸ™‚

  2. oma

    pelabelan kalau ga cepat-cepat diatasi bisa berujung pada bully. kasian kan kalau anak kita jadi tukang bully πŸ™

    • Zizy

      Betul Oma. Saya ga mau ah nanti anak jadi tukang bully..

  3. Vaya mulai memasuki masa ‘kritis’ ya, Mbak? Kritis dengan lingkungan sekitarnya πŸ™‚
    Untung Mbak Zee langsung menyadarkan Vaya tentang pelabelan. Nggak kebayang kalau sampai keterusan. Moga-moga sih enggak ya, Mbak… πŸ™‚

    Btw, Vaya itu kalau aku perhatiin fotogenik, ya πŸ™‚

    • Zizy

      Semoga gak keterusan deh, krn memang ga gampang memberi pengertian pd anak kecil yaah…
      Iya, nih Vay fotogenik, walo kadang pernah jg dapat yg ga OK fotonya πŸ™‚

  4. Taruli sampai SMP ini, masih suka terbawa-bawa dengan temannya. Apalagi kalau dia sedang akrab dengan seorang teman, trus temannya itu musuhan sama teman yang lain, dia suka terbawa.
    Suka kubilang saja, jangan terlalu dekat sama satu teman, karena dia masih perlu banyak teman:)
    Anak-anak memang banyak ceritanya πŸ˜€

    • Zizy

      Betul banget. Vaya juga kemarin aku ingatkan, kalau main ya sama semua aja, jgn gap-gap-an gitu. Lbh enak punya banyak teman kan drdp tergantung sama 1 orang aja… πŸ™‚

  5. Emang susah dihindari, at one point anak pasti akan mengenal ‘label’ semacam ini dan menggunakannya. Akan lebih delicate lagi kalau pelabelan ini terkait soal SARA. Anak saya di TK saja entah denger dari teman yang mana, tiba-tiba suatu hari berbisik, “Bu, si A kan Hindu…” Saya jawab, “Berarti dia ibadah di pura dong…” Pancingan saya kena, si anak pun bertanya “Pura apa sih?” Jadilah saya googling gambar2 tempat ibadah dari berbagai agama dan saya jelaskan ke anak. Ya itung-itung ngajarin toleransi deh…

    • Zizy

      Yap benar…
      Vay jg sudah nanyain ttg teman2nya yg ke gereja dan ke pura, dan kita di rumah jg sebisa mungkin menerangkan perbedaan itu pada dia…

  6. kayak anakku (2th) maunya cm main sama tetangga sebelah sama dpn rumah, mungkin krn sama mereka srg ktmu yaa

    • Zizy

      nanti klo udah gede dikit lagi udah mulai ngerti tuh sahabat2an… πŸ™‚

  7. hehehe… emang kita mesti sering2 ngomong2in aja ya… πŸ™‚

    • Zizy

      Iya Man, harus sering2 perhatian sama anak…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.