Dulu sekali, Vay pernah tanya. “Mami, Vaya umur berapa boleh nyetir mobil?”
Yang kemudian saya jawab, “Kalau usianya sudah tujuh belas tahun, ya.”
“Ha? Seventeen?” Dia sedikit membelalak. “Tapi kenapa Mami sudah nyetir sejak umur fourteen?”
Saya tak langsung menjawab, tapi mikir dulu mencari jawaban yang kira-kira bisa dipahami oleh Vay. Meskipun apa pun jawabannya sebenarnya tidak bisa menjadi pembenaran kan, karena berdasarkan undang-undang, usia minimal untuk dapat memperoleh surat izin mengemudi adalah tujuh belas tahun.
“Sebenarnya gak boleh, sih, Nak. Mungkin waktu itu, maksud Opung melatih Mami nyetir sejak dini biar bisa mandiri, gak perlu pakai sopir. Tapi dulu itu jamannya beda, kendaraan tidak sebanyak sekarang, jalanan juga masih cukup sepi.” *Alesan. Padahal dalam hati saya sudah menjawab, bahwa hanya sedikit orang terpilih yang punya bakat bisa menyetir cepat sejak dini, termasuk maminya. Begitulah ya, kalau ego udah keluar. Hahah… tapi ya tidak diucapkan.
Tapi sebenarnya, setelah bertahun-tahun menyetir, dan saya melihat ke belakang, memang tak seharusnya anak di bawah umur diizinkan mengendarai kendaraan. Secara emosional belum matang, sehingga bisa membahayakan dirinya dan orang lain. Termasuk saat dulu abang saya menyetir saat masih SMP pun dia tak sengaja mencium mobil di depannya, dan itu mobil polisi hahahah….! Papi saya akhirnya datang, dan ternyata kenal pula sama pak pol-nya.
Dan sekarang. Ketika saya sering melihat di pandangan Vay bahwa dia mengagumi ibunya serta merasa ibunya hebat sekali karena bisa nyetir (Yes! Mami yang besar kepala! LOL), saya jadi semakin ekstra hati-hati. Kenapa? Iya, karena namanya anak-anak, kalau penasaran pasti ingin mencoba kan?
Dia tanya, ini untuk apa dan itu untuk apa. Saya lalu mencoba menerangkan.
“D ini drive, kalau ini ditarik begini maka mobil akan langsung jalan. Lalu R ini adalah singkatan dari reverse, digunakan untuk mundur. Dan P, artinya park, kalau mobil sudah berhenti, harus dipasang di P.”Semua itu saya terangkan ke Vay biar dia tahu kegunaannya dan juga bahayanya bila dia menyentuhnya.
Lalu saya tutup dengan satu aturan: “Hanya driver yang boleh menyentuh area ini.” Sambil menunjuk ke gagang kemudi, dan perseneling. Dia mengangguk.
Tapi kepatuhan itu tak bisa dipertahankan cukup lama. Pernah ya, ketika kami sedang di jalan, ekor mata saya menangkap tangan kecil mengarah ke perseneling, entah hanya mau merasakan sensasi memegang atau mau diarahkan, entahlah.
Lalu pernah juga waktu kita mau pergi jalan-jalan bertiga dengan tante saya. Setelah saya keluarkan mobil, saya turun untuk mengunci pagar. Ketika buka pintu mobil mau naik, eh Vay sudah duduk sambil pegang kemudi sambil cengar-cengir. Kaget! Haduh, untung dia tidak penasaran lalu memindahkan perseneling, meskipun sudah saya pasang rem tangan. Kadang saya juga lupa pindah ke “P” sebab kita kan bukan parkir, hanya berhenti sebentar.
Beberapa bulan lalu, ada kejadian di sekolah Vay. Sebuah mobil berisi dua anak ditinggal sopirnya dalam kondisi hidup karena sedang menunggu anak lain yang belum keluar. Anak yang di dalam ternyata penasaran, eehhh mobilnya jalan! Langsung dong mencium mobil yang ada di depannya, yang parkir dekat pintu keluar basement. Coba kalau saja tidak ada mobil di depannya, bisa jadi mobilnya nyungsep ke basement. Waktu dengar cerita itu, saya langsung ceritakan ke Vay, untuk menambah pemahamannya betapa bahayanya anak kecil bila bermain-main dengan kendaraan.
Kalau kata mereka, bila mengajarkan atau memberitahu sesuatu pada anak, tak cukup hanya sekali diucapkan. Harus terus diulang, agar anak ingat.
But eniwei, kendali itu ada di orang tua atau driver. Ingat-ingat, jangan sampai lupa. Pastikan untuk selalu memasang perseneling P ketika mobil sedang diam meskipun ditinggal sebentar. Lebih aman lagi kalau mesin dimatikan.
Safety adalah yang utama.
Mobil saya gak ada perseneling P nya Mbak. Gmn? hehehe. Pake nanya lagi.
Mending kayak Mbak Zi aja, anak kudu diberitahu ini loh fungsi, bahayanya jika anak kecil yang pake begini, dan ini dan itu.
setujuuuu banget mba…safety adalah yang paling utama..apalagi saya sendiri seorang reckless driver yang memang lebih memilih naik kendaraan umum atau disupiri :). Tapi anak-anak sekarang memang semangatnya tinggi yaaa 🙂
Plusss….di Indonesia itu dapetin sim gampang banget, org yang belom ngerti banget cara berlalu lintas, bisa dg mudah dapat sim. Baru kerasa waktu tinggal di sini, sim susah banget dapetinnya, salah dikit udah ga lulus. tapi kita jd ngerti berkendara dengan baik itu gimana. nerobos lampu merah aja di sini dendanya penjara loh dan itu beneran, kejadian nih pembantuku lagi dipenjara seminggu gegara nerobos lampu merah
Safety adalah pengamanan yang paling utama di perhatikan sebelum melakukan perjalanan jauh..
Sangat menginspirasii tks.
Sayangnya, masih sj ada ortu yg memfasilitasi anak di bawah umur utk nyetir…dg beragam alasan mereka.. 🙁
Sabar ya Vay…sampai ke 17 g akan lama lok..hehe…
makanya anak2 gak boleh duduk di bagian depan harusnya. harus duduk di belakang. for their own safety.
Bener bangetttt! Gw selalu suruh dia duduk di belakang, tp seringnya dia memaksa juga mau duduk di sebelah driver…
Baru denger cerita yang kakak sebutkan di artikel. Ngeri juga ya, anak ditinggal di mobil gitu apalagi pas mobil nyala. Bener, untuk anak, memang harus diulang-ulang, Kak. Sekarang mungkin dia ingat dan seterusnya bisa ingat, tapi nanti rasa penasarannya tetap belum hilang.