Saya Suka Kopi (juga Bir)

Saya Suka Kopi (juga Bir)

Saya addicted sama kopi. Sekarang. Dulu tidak begitu. Makanya saya suka posting foto-foto minuman kopi, baik di Path ataupun di Instagram. Emang penting, ya? Mungkin ada yang bilang begitu. Oh iya, penting buat saya. Saya suka, dan saya senang memostingnya.

Pertama kali kenal kopi enak itu sekitar sepuluh tahunan lalu deh, waktu Starbucks baru buka di Medan. Saya dan Utie sahabat saya selalu nongkrong di Starbucks. Ngecengin cowok. Bergosip. Ngomentarin orang-orang yang lewat. Merasa keren karena duduk di kedai kopi yang harga satu cup-nya bisa untuk makan tiga hari di warteg. Minimal seminggu sekali kami ke sana. Yang sering kami order adalah minuman dingin, blended ini itu. Belum suka dengan latte atau cappucino, apalagi americano, karena itu terlalu pahit dan terlaluย tua buat kami waktu itu.

Latte

Waktu pindah ke Jakarta, saya kurangi minum Starbucks. Mahal. Saya mau berhemat. Apalagi sudah punya anak. Gaji juga segitu-gitu aja karena karir gak naik. Tapi tak bisa dipungkiri saya rindu sama kopi yang mahal itu. Maka sesekali saya kembali ngopi, di Starbucks, Coffee Bean, Bengawan Solo, Excelco, dan banyak lagi. Kembali ke rutinitas masa dulu, minimal seminggu sekali. Lalu, kemana perginya niat untuk hemat tadi? Saya hemat kok. Ngopi, adalah hadiah, dari saya buat saya. Mentraktir diri sendirilah. Jangan pelit-pelitlah sama diri sendiri.

Minum kopi dari bean yang bagus itu beda memang dibanding kopi instan. Saya merasakannya sendiri ketika saya dan teman saya membuka sebuah franchise kedai kopi di 2011. Belajar mengenal biji kopi yang bagus, membuat minuman, dan serve. Setahun kemudian usaha kami itu pensiun dini karena kesulitan mencari lokasi yang harganya murah. Tapi kami masih menyimpan asa untuk membukanya lagi. Tenang saja.

Nah, karena jadi tukang kopi selama setahun lebih, lidah mulai bisa merasakan kopi enak itu seperti apa. Dan saya jatuh cinta dengan latte. Lebih milky, cocok di lidah cocok di hati. Halah. Lalu rajin pula berkeliling kedai kopi yang sekarang bertabur, dan setiap kali masuk ke kedai kopi lokal (dengan harga sama dengan harga Starbucks), sering ditanya bagaimana dengan rasa kopinya. Kopi Indonesia punya taste beda dengan kopi luar yang dipakai Starbucks. Saya bukan buzzernya Starbucks, saya penikmat semua kopi. Minum kopi harus dinikmati sesuai kondisi. Sudah coba latte-nya KeKun? Mantaaaap banget. White coffee-nya Bangi Kopitiam juga lumayan, meski agak manis karena pakai susu kental. Kopi hitam biasa di Kedai Sedap Pematang Siantar juga enak, saat kau sandingkan dengan roti bakar srikaya. Kalau lagi pengen kerja alias butuh recharge, baru saya pesan latte-nya Starbucks. Saya tak suka kopi instan, kecuali kepepet. Terlalu manisssss….. dan lekat sekali di leher rasanya. Kepepet itu adalah, ketika ingin sekali ngopi tapi tanggal tua. ๐Ÿ™‚

Yang menarik dari kondisi suka pamer foto minuman kopi ini, suka ada aja gitu komentar-komentar. Ih, tiap hari Starbucks. Wah, mainannya Starbucks bok. Kok lu ngopi terus, sih?

Eh, tapi, fyi… saya juga suka bir. Saya selalu sedia bir di kulkas. Tapi kebiasaan nyetok berhenti 6 tahun lalu ketika saya tahu saya hamil. Stok bir di kulkas dan di kolong laci pantry diungsikan, kasih ke sepupu. Setelah tidak lagi menyusui, saya kembali minum bir, tapi sesekali saja, social drink lah….

Jadi wondering, kalau saya posting foto botol bir tiap beberapa hari atau minimal seminggu sekali, kira-kira komentarnya apa ya? Kalau tidak berani comment langsung, pastilah di dalam hati berucap, “Mabok kok bangga, pake dipamerin segala!” Hahahaha…

Sama halnya dengan mereka yang diam-diam di dalam hati mengomentari foto “Infused water”. Pada mikir, “Ngapaiiinn air putih cuma dikasih jeruk doang difoto?”ย Tapi kemudian di rumah dia ikutan bikin. LOL!

Minum kopi = dapat banyak ide
Minum bir = biar relax
Minum air putih = biar sehat

Jadi, kalau Anda adalah penikmat kopi dan juga sekaligus penikmat bir, nikmatilah. Selama masih mampu. Mampu kantongnya, mampu tubuhnya. Yeah, asal tidak berlebihan. Kebanyakan kopi bisa bikin gendut, kebanyakan bir juga bikin gendut (perut).

 

Thanks sudah berkunjung ke TehSusu.Com. Subscribe to Get More. Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

26 Comments

  1. hehehe… ngikik pas baca tentang infused water… aku tuh ya kepikiran ama infused water ini.. ๐Ÿ˜€ pengen bikin tapi kok ada tentangan kecil dalam hati *halah* ngapain sih buah segitu enak dimasukkin ke dalam air? kenapa ga dimakan langsung aja? trus abis itu minum air putih.. hihihihihih… jadi gak pernah tuh bikin infused water, walo pengen banget beli gelasnya yang lucu-lucu ๐Ÿ˜€

    hlaaa… warkopnya tutup toh? baru aja mau nanya, kenapa ga nongkrong di warung kopi milik sendiri ๐Ÿ™‚

    semoga cepet buka lagi yaaaa…

  2. kopi is the best mbak, sampai detik ini saya suka hunting kedai-kedai kopi di jogjakarta. Rasa kopi rata2 sama, tapi menu uniknya pengen di coba terus dari kedai ke kedai. Harga pilih aja yang kedai mandiri, tidak nangkring di mall, harga bisa sama tapi rasa bisa juara ๐Ÿ˜€

  3. Saya nge teh saja …
    Saya sudah berhenti ngopi …
    Saya lupa sejak kapan, mungkin sekitar sepuluh tahunan lah …

    Salam saya Zee

  4. pas kecil suka dikasih pembantu minum kopi dan dulu sih berasanya suka. tapi gede2 malah jadi gak terlalu suka minum kopi. bisa minum, tapi gak prefer. ๐Ÿ˜€

  5. AKu suja jg kopi mbak Zee, walopun kopi abal2 ya *yg instan sachetan ituh maksutnyah hihihi*, kyknya ada yg kurang kalo sehari ga ngopi, badan lemes, otak lemot, semacam itulah pdhl cuma sugesti doang ๐Ÿ˜›

    suka juga nyobain kopi ‘beneran’ di kedai kopi yg mahal2 ituh, seringnya krn terpaksa (coz janjian sm temen) atw krn ditraktir, jarang yg menyengajakan diri, dan biasanya krn kopi ‘beneran’, aseli aku bakalan susah tidur nantinya hahahaha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *