Baru selesai nonton Philadeplhia di HBO, film yang bercerita tentang Andrew Beckett, seorang pengacara yang dikeluarkan dari firma tempatnya bekerja karena dia menderita AIDS. Sebuah akting luar biasa dari Tom Hanks (yang waktu itu masih muda dan cakep banged pula :)) ) dan Denzel Washington. Ada adegan ketika mereka sedang sidang di pengadilan dan saat itu Joe Miller (Denzel Washington) bilang begini, “Ayolah blak-blakan saja, tidak perlu ditutupi. Saya yakin bahwa kalian memberhentikan Andrew bukan karena AIDS-nya tapi karena dia seorang gay. Kalian takut akan kaum homoseksualitas.” Kira-kira begitulah artinya kalau diterjemahkan.
Saya jadi tergelitik untuk mengungkapkan apa yang ada di pikiran saya sejak dulu. Apakah Indonesia siap dengan eksistensinya kaum homoseksualitas? Komunitas homoseks ada banyak di negara kita ini, dan seiring kemajuan jaman, eksistensi mereka juga semakin terlihat.
Saya sering bertemu dengan pasangan sejenis, wanita-wanita atau pria-pria. Saya juga punya teman yang punya orientasi seksual pada sejenisnya. Mari kita menyebut mereka dengan kaum gay. Suatu istilah yang lebih elegan daripada menggunakan istilah “homo”.
Kenapa seseorang bisa menjadi gay? Beberapa kalangan mengatakan bisa jadi karena salah pergaulan, trauma masa lalu, dan yang mayoritas mungkin adalah bawaan lahir. Sejak masih kecil sudah bisa merasakan bahwa dirinya berbeda dengan yang lain. Lalu bisakah mereka yang berbeda ini diarahkan untuk kembali menjadi “hetero”? Banyak yang mengklaim bisa membuat seorang gay kembali normal. Dulu pernah ada acara TV yang mengklaim bisa buat seorang bertobat dalam tujuh hari. Di beberapa episodenya memang selalu berhasil, tapi tidak ada kelanjutan bagaimana sekarang? Apakah para “pasien” bisa terus melangkah di “jalan yang benar” atau kembali ke pilihannya yang dulu?
Sedikit yang saya tahu adalah, kaum gay banyak berkumpul dengan komunitasnya sendiri tanpa berani keluar menunjukkan eksistensi mereka. Well, tidak semua memang. Di daerah mungkin tidak seagresif di Jakarta ini, karena Jakarta ini kota semua orang. Siapapun bebas berekspresi di sini selama tidak mengganggu orang lain. Tapi mereka yang berani terang-terangan itu juga sedikit sekali, mungkin hanya berani tampil di klab-klab atau di mal-mal menengah atas karena di mal mewah itu kita mau bergaya ala Britney Spears pake rok mini yang kelihatan pantat sedikit juga no problem gitu lohhh.. 😀
Kembali kepada ucapan Joe Miller di film Philadelphia itu. Apakah kita takut pada kaum homoseks? Takutkah Anda bila ada seorang homoseks di lingkungan Anda?
Salahkah menjadi seorang gay? Nistakah itu? Kalau tanya saya, saya tentu ingin keluarga dan teman saya menjadi hetero semua, tapi kan saya tidak bisa memilih. Menurut saya, tidak ada salahnya menjadi seorang gay. Dia hanya punya orientasi seks yang berbeda dengan mereka yang hetero.
Film Philadelphia itu mengingatkan saya kembali bahwa di belahan dunia manapun, diskriminasi pasti terjadi. Diskriminasi buat mereka yang sangat minoritas dan berbeda, karena ketakutan bahwa yang minoritas bisa menjadi mayoritas.
Lalu, kapan negara kita ini bisa menerima keberadaan mereka yang berbeda dengan tangan terbuka? Biar mereka yang mau menikah tidak harus repot-repot ke luar negeri untuk melegalkan hubungan karena negara ini tidak bisa mensyahkannya secara undang-undang.
Hanya masalah waktu. Perubahan itu pasti datang, dan kita harus siap dengan itu.
Mbak Zee, aku pernah loch punya pacar yang ternyata gay…untung ngga jadi nikah yachhh….7 tahun loch aku jalan sama dia, sebenarnya udah banyak orang2 yg mengingangkan aku cuma waktu itu aku gak peduli, aku pikir mereka syirik aja, tapi akhirnya pada satu waktu ALLAH membukakan mata hatiku….
Waktu itu dia nyuruh aku mainin games di hapenya supaya baterynya cpt habis krna mau di charge, trus iseng2 aku baca smsnya…ternyata isi smsnya sangat mencengangkan ” kalau mau putus ya udah putus aja…gw juga udah ngga cinta lagi sama loe” dan itu sms dari B (cowok) yang aku juga kenal sama orangnya krna sering jalan bareng….oalahh langit terasa runtuh, 7 tahun aku buang2 waktu….trs krna penasaran aku tanya temenku satu gang yg suka main sm dia, akhirnya temenku itu cerita semuanya kalo ternyata dia emang gay.
Dan dia itu tinggalnya persis disebelah rumahku. Sampai sekarang dia masih gay, dan hidup “serumah” dengan pacarnya yang sekarang. Tetangga sempet mau ngegrebek rumah itu tapi ngga jadi karena menghargai kakaknya (yang punya rumah).
kalau aku perhatiin, untuk berubah kayaknya ngga mungkin krna dia begitu sepertinya udah bawaan dari lahir. Kecuali ada mukjizat dari ALLAH hehehhe….
dari kejadian itu sekarang aku udah bisa bedain mana co yang jantan sama yang gay heheheh…..ternyata masih ada hikmahnya juga yachh….
sayang belum pernah nonton 😀
Huhuhu … tema yg kontroversial 🙂
Btw ada pertanyaan : Takutkah Anda bila ada seorang homoseks di lingkungan Anda?
Saya pernah ada di lingkungan itu dan rasanya sih biasa saja. Selama saling menghormati gak pernah ada masalah.
Hm… gimana ya…
ga bisa komen apa apa..
komenin tempalte barunya aja dah…
Bannernya keren, apalagi tulisan yang dibawah judul…
hahaha…
***membayangkan bagaimana bila yang “hetero” menjadi minoritas dan gay adalah mayoritas..
Ini adalah perdebatan yang panjang dan datang ke titik yang sama terjadi perkawinan seks. Seperti di Amerika Serikat bahwa beberapa negara mereka memperdebatkan rancangan undang-undang dalam pernikahan seks sama.
sejak ayahnya blue meninggal blue ikut kelompok GAY………..Gerakan Anak Yatim singkatannya…….hehehe
wah gay itu sebuah rasa yg entah bisa kita dapat mensuportnya atau tidak
salam hangat dari blue