Minggu lalu, saat medical check up di sebuah rumah sakit dekat daerah Sudirman, iseng merhatiin peserta-peserta medcheck lainnya.
Ada bapak-bapak yang genit dengan rekan sekantornya, ada pria yang sangat kelaparan karena harus menahan lapar dua belas jam hingga menghabiskan semua roti tawar di dining room, juga ada ibu-ibu yang datang medcheck sambil membawa anaknya.
Saya diam-diam memperhatikan ibu dengan anak kecil tadi. Anak itu lincah sekali, cerewetnya minta ampun, menggemaskan. Langsung kangen lho sama Vay. Anak kecil itu umurnya 4 tahun – saya dengar ibunya bicara ke orang lain – tapi badannya memang sedikit mungil, sering dikira masih tiga tahun. Dia ngomoooonnng terus, suaranya pun kencang seperti Vay. Dan ibunya senyum-senyum saja, tidak berusaha melarang ataupun mendebatnya. Mereka kelihatan sangat apa adanya.
Pemandangan yang menyenangkan. Saya senyum-senyum. Lalu, mendadak saya merasa seperti dijewer. Semua tentang anak kecil, apa yang dia katakan, apa yang dia lakukan, memang begitulah adanya. Namun kadangkala, orang tua berusaha membatasinya dengan norma-norma yang mungkin – mungkin nih ya – belum terlalu perlu diajarkan pada anak-anak. Langsung terbayang di kepala, saya – juga ayahnya – kadang suka kurang sabar menghadapi talkative-nya Vay, yang kalau ngomong, selain kencang, juga suka main potong dan minta langsung dijawab. Suka merasa gak enak hati kalau-kalau Vay dengan suara dan tingkahnya bikin orang lain gak nyaman. Padahal, kalau diingat dan dipikir-pikir lagi, orang-orang yang kebetulan melihat Vay malah senyum-senyum – seperti saya kemarinlah! Iya, anak aktif dan ceria itu menyenangkan dan menghibur. Saya langsung menghela napas, ceritanya ya menyesal suka lebay sama Vay. Moral di sini: too much stress will kill you.
Saat kami lanjut periksa mata, saya dan ibu dari anak perempuan itu juga satu grup. Kami dibawa ke lantai lain, dan mengantri menunggu nama dipanggil. Anak perempuan kecil itu lagi-lagi mencuri perhatian saya dan seorang pasien lainnya. Ceritanya dia sebel karena pasien cowok yang satu itu senyum-senyum melihat dia. Dengan lidahnya yang masih agak cadel, dia bilang, aahh aku gak mau dilihat-lihat….. lucu deh. Aahhh aku juga punya satu yang lucu dan cute di rumah. Rasanya ingin terbang pulang ketemu Vay!
Lalu tak lama, datang seorang ibu lain bersama anak perempuanya, saya taksir usianya sepantaran Vay. Ibu itu kayaknya salah satu dokter di rumah sakit itu (dia pakai jubah dokter), membawa anaknya untuk berobat gigi. Mereka berdua berpenampilan keren, anaknya juga kelihatan happy. Ibu dari anak perempuan kecil tadi melipir, mengajak anakanya duduk menjauh dari ibu yang baru datang itu. Anak kecil itu menurut, dan juga tidak bersuara lagi. Kenapa ibunya jadi diam? Merasa terintimidasi?
Anak perempuan yang kedua ini kemudian asyik main game di handphone ibunya. Sesekali tertawa, lalu ibunya menimpali permainannya. Saya mendengar ibunya sesekali menggunakan bahasa Inggris bicara dengan anaknya, kayak ngasih tahu cara mainnya gitu. Tapi kemudian, mungkin karena dia ingin memberitahu si anak cara mainnya – tapi capek harus berbahasa Inggris – maka dia pun memelankan suaranya lalu berbicara dengan bahasa Indonesia. “Bukan gitu, deek…. kamu tuh harusnya di sini….â€
Lalu anaknya main lagi. Dan begitu lagi. Dia ulangi lagi instruksi-instruksi pendek dalam bahasa Inggris, tapi lalu berbisik dengan suara pelan dalam bahasa Indonesia. Berhubung saya di dekatnya, saya bisa dengarlah. Saya menahan tawa. Aduh, mamak satu ini berusaha tampil sempurna, tapi agak-agak gak pas, ya. Mau pindah ke bahasa ibu aja malu. Mungkin biar orang lain gak dengar kalau dia menyerah pakai bahasa Inggris.
Waktu lihat itu, saya pun mikir lagi. Duh sinis banget sih mami Vay ini. Jangan-jangan saya pun seperti ibu dokter yang satu ini? Berusaha mengingat-ingat, pernah gak saya sok berbahasa Inggris sama Vay, tapi terus capek sendiri dan tukar pakai bahasa Indonesia. Pernah pasti! Tapi mudah-mudahan gak di depan umum ya. Di rumah juga hanya kadang-kadang aja berbahasa Inggris dengan Vay. Vay sudah setiap hari di sekolah berbahasa Inggris (soalnya ada 1 best friendnya yang kata Vay gak bisa bahasa Indonesia), dia juga capek katanya. Lebih enak pakai bahasa Indonesia sama maminya, enak manja-manjanya. Ngomong-ngomong soal teman Vay yang katanya gak bisa bahasa Indonesia itu, bukan turunan bule sih. Tapi memang sejak masuk sekolah dia selalu pakai bahasa Inggris, konsisten lho. Jadi kalau diajak bicara pakai bahasa Indonesia malah agak bingung dia.
Tapi ya, bagaimana pun, buat saya, sih, kalau mau bercerita sesuatu dengan seru, tetap lebih enak pakai bahasa ibulah. Dulu jaman lajang waktu suka nongkrong sama Tie, sahabat saya, kita kan suka english environment. Tapiiiii… begitu ada gosip seru yang mau dibahas, langsung diubah. Udahlah, pakai bahasa Indonesia aja kita, gak seru cerita kita nanti…. *dengan gaya Medan tentu saja. LOL.
Ah, memang inspirasi dan pembelajaran itu bisa didapat kapan saja, ya. Pulang medical check up, dalam hati saya mengingatkan diri sendiri lagi. Jangan pernah terlalu memaksakan diri. Memang iya, semua ibu pasti ingin jadi ibu sempurna bagi anaknya, tapi di mata anak, sosok ibunya sudah pasti sempurna, seperti apa pun bentuknya.
Dan saya tak ingin melewati setiap momen emas darinya. Cintaku Krasivaya.
Setujuuu…
gimanapun ibunya pasti ya terbaik untuk anaknya.
Soal bahasa, dulu shaina dibawah 4thn (seblm masuk TK) ngomongnya juga inggriiiiisss terus. Karena dari kecil mainan edukasi + pengenalan segala2nya pake bahasa inggris & preschool nya juga inggris.
Untungnya masuk TK dia mulai mencintai bahasa Indonesia (krn temen2nya ga semuanya ber-inggris-ria lagi) malah kebablasan sekarang diajak ngomong inggris dia ga mau lagi, dikit2 aja maunya (kalo dipaksa) ga cas cis cus kayak dulu -_-
Jadi yaa soal per-inggrisan ini, semuanya balik ke anaknya sih, mana yg dia lebih comfort buat bicara aku orangtua ikut aja. Toh kalau soal bisa, dia bisa banget bahasa inggris, tapi ga mau ngomong terus-terusan. Katanya, “kita kan di Indonesia maaa” hahahaha
Setuju Bunda tetap yang terbaik bagi putra-putrinya….periksa kesehatan berbonus modul bunda idola ….
Akh mba Zeeee…
ternyata perjalanan sederhana ke medcheck itu bisa dapet hikmah yang begitu besar yah mba 🙂
Aku pun sepertinya harus banyak2 introspeksi nih mba, karena masih sering ngomel2 dan gak sabaran sama anak anak nih mbaaaa 🙁
Aman dan nyaman menjadi diri sendiri ya, Mba. Enggak dipaksa2in. Hehehe
Lho ada yang malu switch ke bahasa ibu? Errr… padahal kan anak bilingual ya begitu 🙂
Vay makin gede makin cantiiiik
anak juga perlu tahu dan bisa bahasa ibu ya. Kanapa harus malu memakai bahasa ibu 🙂 aku juga kalau sama keluarga pakai bahasa sunda kok hehehe
Hahaha si ibu dokter jam tuh ya.. :p
Kalo kita problem nya kebalik. Anak-anak jd lebih nyaman ngomong inggris jadi kita lg berusaha banget ngomong Indo lebih banyak.Sayang kalo mereka sampe lupa bahasa indo nya…