Seorang Lelaki Tua

Kemarin sore, di Foodhall Grand Indonesia, saya melihat seorang bapak setengah tua. Dia duduk di kursi roda, dan dia mendorong sendiri kursi rodanya. Saat saya bertatap mata dengannya selama beberapa detik, tatapan matanya kelihatan tidak ramah. Wajahnya cemberut terus. Bahkan dia seperti marah karena saya melihatnya. Padahal saya memang tidak sengaja berpapasan dengan dia, tentu saja wajar kalau mata saya melihatnya.
Di belakangnya kemudian muncul seorang perempuan setengah tua juga, sedang memegang keranjang belanja. Oh, itu istrinya, mereka saling berbicara sebentar sebelum kemudian si istri pergi ke rak lain untuk mencari kebutuhannya.

Old Man

Saya melihat amarah di matanya. Seperti ada rasa keterpaksaan. Mungkin sebenarnya si bapak itu tidak nyaman harus keluar rumah dengan keadaannya, dan rasa kesalnya itu dipancarkannya dengan bebas pada setiap orang. Dia menatap saya dengan marah, lalu melirik anak saya di stroller dengan rasa tidak suka, sebelum dia mengalihkan pandangannya dan pergi ke arah lain.

Lalu ketika saya mengantri di depan kasir, ternyata si bapak dan istrinya juga sudah selesai membayar. Si bapak lewat dari kasir sebelah, tetap dengan wajah cemberut. Istrinya terlihat sudah berjalan lebih dulu di depan dan dia tertinggal di belakang dengan kursi rodanya. Saya sebenarnya tidak ingin melihatnya terus karena saya tahu kalau dia tahu saya melihat dia, dia pasti akan menatap saya lagi dengan pandangan bengisnya, tapi saya tak tahan untuk melihat si bapak itu. Dia mendorong kursi rodanya sendiri untuk menyusul istrinya. Di belakang punggungnya, di pegangan wheel chair itu tergantung sebuah kantong plastik belanjaan.

Terpikir tanya di kepala saya, untuk apa dia keluar rumah kalau dia merasa terpaksa?

53 Comments

  1. Tentang keterpaksaan, saya rasa pada kondisi tertentu kita tak bisa lepas dari keterpaksaan, misalnya kelumpuhan. Saya juga penasaran, isterinya sendiri enggak membantu dorongin kursi roda si bapak. Anyway, hanya mereka yang tahu persis keadaan mereka, kita hanya meraba-raba kulit luar saja.

  2. u sua e grand indonesia di jakarta,kawn
    wih blue uga sering kesana
    heheh………..postmu bikin blue jadi membayangkan jika blue setua itu mengalami hal yag sama degan ejadiannya pasti blue sangat tak mawas emosinya
    salam hangat dari bluesemoga cinta selalu ada di hati semua makhluk

  3. kenapa istrinya jalan duluan dan gak bantu dorongin kursi rodanya ya?
    bisa jadi si bapak emang gak mau dikasihani atau..istrinya emang gak peduli?

  4. bukannya terpaksa munggkin bu’

    mungkin dia gak mau di anggap kasiahn oleh orang lain

    kan ada beberapa orang yang gak mau di kasihanin, dia merasa mampu ko’, knp harus di kasihanin orang”

    makanya dia melakukannya sendiri…

  5. menurut saia, dia merasa sangat ingin dianggap sebagai orang normal yang gag perlu dikasihani…

  6. aku malah kasihan zee…..menurut aku, dengan raut muka seperti itu ditambah dia tidak berjalan beriringan dengan istrinya…kesimpulan aku sih….si bapak itu udah ga kenal lagi ama yang namanya cinta kasih dan keikhlasan…

    seandainya hidup dia dikelilingi dan dipenuhi oleh perasaan cinta kasih dan keikhlasan akan kekurangannya mungkin mukanya ga akan begitu yaa…memang utk ikhlas itu susah…tapi mungkin dibantu dengan cinta kasih yang dilimpahkan akan menjadi lebih mudah utk mencapainya…*sok taaauuu deh elo sil…* 😛

    cuma takut…Naudzubillah…jangan ampe kaya gitu, udah tua nanti semoga masih terus diselimuti cinta kasih…baik antara saya dan hubby juga kami dan anak cucu nanti…aaminn…jadi InsyaAllah ga akan ketemu si muka cemberut dan ga ramah…halaaah kepanjangan iniiii…. 😉

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *