Banyak yang bilang jadi lajang itu enak. Sebab bisa bebas sebebas-bebasnya mengambil keputusan untuk diri sendiri. Jadi lajang juga tidak perlu izin pacar untuk pergi dengan teman lawan jenis, tidak perlu izin untuk hangout sampai malam. Bener gak sih?
Beberapa tahun lalu, ketika usia saya masih under 30, masih single dan hobi kongkow dan clubbing every wiken, banyak orang yang berkomentar. Ya wajarlah ya, namanya juga kasih komentar itu gratis.
Macam-macamlah komentarnya. Ada yang bilang saya ini pilih-pilih, maunya cari calon suami yang sempurna, musti ganteng, dan berpenghasilan besar. Lho, bukankah wajar kalau kita punya target dalam hidup kita? Ada juga yang bilang saya terlalu galak dan keras hati, jadi banyak cowok yang takut untuk mendekat. Padahal yang bener, cowok takut karena saya ini too good to be true… halahh… :p~
Saya juga sempat mendapat julukan Lajang Kaya dari para mami-mami di kantor, entah karena apa. Dugaan saya sih karena waktu itu saya sering pp Jakarta Medan every month, dan pesen tiketnya kan selalu melalui hrd (karena saya orangnya suka segalanya cepat beres). Gile keren banged kan tuh julukan? Kayak anak konglomerat aja, secara saya cuma anak pns. Banyak teman mengira uang saya lebih banyak dari mereka, tapi sebenarnya uang saya tidak banyak dan juga gak pernah dapat jatah dari ortu, tapi kebetulan aja saya bisa mengatur keuangan dengan baik.
Biarpun setiap ketemu orang saya selalu ditanya kapan merid, bahkan ada pula orang kantor yang mencemooh seakan saya ini gak laku, katanya ntar keburu tua, saya tidak begitu ambil pusing. Saya bilang saya ini high quality single, jadi wajar dong kalo saya mencari yang benar-benar cocok dengan hati. Kenapa musti sirik sama saya, lha saya gak ganggu situ kok. Siapa suruh kawin cepet-cepet? Hehehe…
**Sampai akhirnya ketika saya cuti dua hari dan kembali ke kantor dengan pengumuman, “I’ve been married,” semua orang di kantor terkaget-kaget. Biasalah kan, namanya juga kantor, mulai deh pada bergunjing. Pada gosip-2 gitu kenapa saya merid tiba-tiba, bla bla bla. Lah, waktu gue blom merid salah, giliran sekarang gue merid salah juga. :)**
Saya tidak perduli sama mereka, yang penting saya tidak mengambil milik orang. Bukan pacar orang, dan bukan juga suami orang. Ya, biarpun katanya jumlah wanita di dunia ini lebih banyak dari pria, bukan berarti saya lalu memindahkan target menggaet suami orang. Sorry ya, gak gue banged. Bukan sok suci, tapi saya tidak ingin ada perempuan lain yang tersakiti gara-gara kita yang single ini takut kehabisan cinta. Cembetol aja gak ada laki-laki yang masih single di dunia ini bah!
Postingan ini sebenarnya ingin mengutarakan betapa kecewanya saya pada beberapa teman wanita saya — single and single parent — karena membiarkan mereka terbawa pada hubungan sulit dengan pria beristri.
Apa sih yang dicari? Cinta? Materi? Mungkin. Salah satu dari mereka (teman-teman saya) mengakui itu. Dia bilang dia mencari cinta, karena katanya sebagai single parent dia gak sanggup hidup sendiri, tapi juga butuh materi karena sekarang biaya hidup makin tinggi, sementara kerjanya cuma pegawai biasa di sebuah biro perjalanan. Jadi dia pun dengan tegas mengubah prinsipnya selama ini. Gak papa jadi simpanan yang penting terjamin. Tak apalah berbagi cinta, yang penting dia tidak sendiri, begitu katanya. Hmm… begitukah? Ternyata tidak tuh. Kabar terakhir yang saya dapat, dia malah berniat untuk take over si pria dari keluarganya. Dia bilang dia yakin bahwa pacarnya itu mau meninggalkan keluarganya demi dia. Hmm.. apa benar pria yang berselingkuh ada niat untuk ninggalin keluarga demi selingkuhannya? Yang bisa jawab hanya para pria tentunya. Saya cuma bilang ke teman saya itu, “Udah mulai gila kau kurasa.”
Nah, siapa bilang jadi single itu selalu enak? Anggapan orang terhadap wanita single memang tidak selalu bagus, mau single karena gadis, single karena bercerai lalu jadi single parent… tetap tidak mudah menjalaninya. Siapa yang harus disalahkan bila kejadiannya kayak teman-teman saya yang single tapi punya hubungan sulit seperti di atas? Laki-laki beristri itu atau yang single?
Kalo tanya saya, saya akan bilang Jodoh itu di tangan Tuhan. Tidak perlu memaksakan diri untuk buru-buru mengakhiri kesendirian. Take your time lah.. Semua sudah diatur.
Kalo mau berusaha nanti dapat mbak
orang2 emang usil dan gak ada kerjaan lagi, makanya suka ngurusin privacy orang lain.
segala kondisi ada enak gak enaknya. ketika single, yah ngelakuin apa2 gak perlu mikirin banyak orang. skrg mana bisa seenak jidat. dulu bebas aja mau naik gunung, manjat tebing. sekarang..apa anak mau ditinggal demi hobby? apa kata suami, apa kata mertua, apa kata sodara2nya mertua. weleh…! skrg mana ada waktu mikirin shopping. hampir gak pernah shopping. kalo butuh apa2, online shopping aja lah. tapi kebayang kalo single terus2an, bete juga…dengan orang2 usil yg ngasih komentar gratis. atau orangtua mungkin kebanyakan orang tua bakal nanya terus…dah punya calon belum, dstny. (*untung ortu ku gak pernah mengusik2.. aku merid di usia 30tahun*). aku juga yakin, jodoh itu di tangan tuhan. ngapain kudu mengusik suami orang (apa pun alasannya! even sang istri dah nyaris meninggal pun.). kasian istrinya dan anak2nya. kalo di china, jumlah laki2 lebih banyak dari jumlah perempuan. cari suami ke china aja…hehehehehe…!
wah tulisannya strong dan penuh emosi,
jadi menarik bacanya.
duwh, kalau sampai rebut merebut pasangan “resmi” orang lain, kalau bisa jangan sampai deh.
dibawa nyantai aja ya mbak hehehe
mau single, mau double, ada enak dan enggak enaknya *kayaknya
haha… kalo saya sih mau single kek mau apa kek sama aja rasanya 😀
Yah..apapun dilakukan demi uang, demi materi..so sad..:(
harta emang menjadi hal utama dalam hidup ini, tapi ketika kita merasakan hangatnya sebuah cinta dalam suatu lingkup keluarga justru itulah harta yang kita dambakan selama ini…
saya menikah diusia 26, hanya karena berprinsip apalagi yang saya cari kerjaan tetap udah ada, calon udah ada dan saya ingin hidup lebih berarti dan bermakna dikehidupan ini setidaknya tatkala saya meninggalkan dunia fana ini ada yang mau merawat dan menjaga apa yang selama ini kita cari atau setidaknya warisan kita bisa dinikmati oleh anak dan istri kita