Ternyata Saya Sudah Tua

Anak saya sekarang sedang gandrung dengan kartu karakter. tanpa sengaja dia menemukan kartu “Kitten Dance” di kamarnya. Yang saya maksud dengan kamarnya ini adalah kamar si Vay, yang kalau siang dipakai untuk dia tidur ditemani nanny-nya. Kartu kucing itu ditentengnya kemana-mana; sambil nonton TV, ke kamar mandi, naik ke tempat tidur, sampai akhirnya kartu itu pun lecek. Kartu Kitten Dance itu boleh dapat waktu dia main di Funworld. Sekali gesek kartu Rp.7500 (mahal bo’….) dan langsung keluar satu kartu kucing. Dan karena Vay memang belum bisa main, nanny-nya tak pernah lagi menggesek kartu itu. “Sayang bu, soalnya mahal.” **Goodlah, pengertian. Jadi Vay hanya pura-pura main saja di depan video game itu, dan itu saja sudah cukup bikin dia senang.

Hari Kamis lalu, saat kami pergi ke MoI, di tengah jalan Vay bertanya pada saya: “Mami, mami punya kartu kayak begini gak?”
Saya menggeleng dan menjawab, “Mami gak punya. Dan waktu kecil dulu mami gak main kartu kayak gitu, Nak.”
“Jadi mami punyanya apa?”
“Mami dulu punyanya perangko.”
“Apa itu perangko?

Kartu

Yang terbayang di kepala saya saat dia bertanya apa itu perangko adalah: “Ternyata saya sudah tua.” Itu jelas lebih dari dua puluh lima tahun yang lalu, jaman dimana koleksi perangko bekas adalah hobi paling bergengsi saat itu. Sebenarnya koleksi perangko saya biasa saja, karena ya namanya juga kota kecil (Biak), semua serba terbatas. Berhasil mendapatkan satu perangko bekas yang agak bagus dari Om yang dulu sekolah di luar negeri, jelas merupakan anugerah luar biasa buat anak-anak seperti saya waktu itu. Waktu pindah ke Medan, saya tak sempat tahu apa anak-anak di SD baru saya itu juga suka mengoleksi perangko, karena saya hanya bersekolah sekitar 8 bulanan saja di situ.

Tapi kalau mengingat-ingat apalagi sih yang dulu suka saya kumpulkan, ternyata ada satu lagi. Kertas surat harum! Yak. Dulu saya tergila-gila dengan kertas surat cantik yang harum, yang harumnya itu berbanding lurus dengan harganya (hiks!). Karena memang uang jajan saya terbatas, saya hanya bisa beli kertas surat biasa yang kadang harum kadang enggak, di supermarket biasa. Daimarutama – supermarket tertua dan terkenal di Medan para era 80-90an – adalah tempat saya berburu kertas surat.

Ada sebenarnya toko stationary yang isinya bagus-bagus, tapi muahaaaal. Sanrio, di Kampung Keling. Harga kertas suratnya (isi 10pcs) 20-30ribu… hiks. Sumpah tak sangguplah belinya. Saya cuma pernah masuk satu kali saja menemani kakak sepupu saya yang ingin membeli kertas surat, dan saya hanya bisa ngences saja. Gak pengen minta, malu hati ah minta-minta. Dan sampai sekarang masih terngiang-ngiang toko Sanrio yang mahal itu. Selalu terbayang dulu gak sanggup beli hehee…

Tiba di MoI, ternyata ada satu toko akesoris Hello Kitty yang menjual kartu karakter. Satu kotak isi 16 harganya Rp.12 ribu. Vaya bilang pengen beli, pakai uang jajannya yang 10 ribu itu (sekarang saya sudah mulai ngasih dia uang jajan, perminggu 10ribu). Jadi saya tinggal menambahkan 2 ribu saja. Agak kaget juga saya harganya tak begitu mahal. Soalnya jaman dulu kan kertas surat harum aja Rp. 20.000.

Ah. Benar kan. Ternyata memang saya sudah tua. Waktu SD dulu masih jalan sama mami ke Daimarutama minta beli ini itu, eh sekarang masanya saya yang bawa anak jajan. Hehee…

85 Comments

  1. wah sama, aku dulu juga suka koleksi kertas surat yg harum. lalu saling tukar dengan teman di sekolah. memang, dulu kertas makin harum, makin mahal. anak sekarang masih koleksi kertas surat nggak ya? hehehe. belum tentu juga mereka surat2an ya

  2. Mbak Zee, maap ya saya gak nanggapi email Mbak yang dulu itu… 🙁
    Saya bener2 gak sempet buka email, sampe BW pun gak ada waktu… 🙁

  3. Betul, Mbak. Jaman saya SMP dulu, filately adalah hoby yang dianggap cukup bergengsi, tapi kini? Pertanyaan Vay cukup menjadi jawabannya.

    Ternyata saya juga sudah tua, Mbak. Tapi bukan karena pertanyaan Sabila melainkan warna putih yang sudah mulai meraja di kepala 🙂

    Sekedar informasi, kontes menulis Endorsement for Abi Sabila masih digelar sampai tanggal 4 November 2011. Ditunggu partisipasinya dan terima kasih sebelumnya.

  4. DV

    Refleksi yang mengena, Zee..
    Aku suka bagaimana kamu menggunakan ‘perangko’ untuk menempatkan diri di posisi ‘tua’…

    Ah, dunia pun semakin menua kok.. tak ada yang tak ketinggalan untuk menjadi tua, though 🙂

    • Zizy

      Bener Don.
      Actually aku menikmati proses menua ini … 🙂

  5. ya ampun….kerta harum itu…jadi inget dulu kakak saya juga koleksi 😀

  6. Ria

    ternyata hobby kita sama Mbak! Sampe Sekarang moleskin prangkoku masih Ada tuh, masih rapih karena pake buku khusus. Dannnn yesss aku juga suka ngoleksi kertas Surat harum, paling suka merknya harvest udahlah bagus, wangi and kertasnya kualitasnya jg oke.

    Btw, koleksiku satu lagi. Aku suka ngoleksi uang2 jadul aku sampe punya uang kertas gulden 😀 Dan koin2 Dari luar negeri kalau papaku pulang berlayar.

    Skr udah beda memang hehehehe

  7. Dan saya pun baru menyadarinya bahwa kita memang senasib ya, Teh ^_^ Btw, laporannya sudah dibuat ya, Teh, hehehehe …

    • Zizy

      Makasih ya bang…. sudah datang. 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *