Dua hari ini dibuat geleng-geleng kepala dengan berita kekerasan seksual yang terjadi di salah satu sekolah internasional di Jakarta. Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun mengalami kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh petugas penjaga toilet. Pelakunya lebih dari satu orang dan diduga berkomplot. Jadi diduga perbuatan tersebut sudah berlangsung cukup lama, namun belakangan ini ketahuan karena si ibu curiga melihat perubahan pada sikap dan kondisi fisik anaknya. Ibunya heran dengan berat badan anak yang turun drastis, anak jadi pemurung, sering mengalami mimpi buruk, dan malas sekolah karena katanya di sekolah ada orang jahat. Akhirnya ketika didekati dan diajak bicara pelan-pelan, barulah si anak bercerita kalau ada yang jahatin dia, dan dilakukan di toilet sekolah.
Omaigat. Hancur hati saya membaca dan menonton berita itu di media online dan televisi. Prihatin. Sungguh sangat prihatin. Marah. Sangat marah. Sungguh keterlaluan, sungguh kelewatan. Tak percaya rasanya, sekolah yang selama ini saya kira paling secure karena untuk bersekolah di sana melalui proses seleksi luar biasa, bahkan kendaraan pribadi pun tidak bisa masuk ke dalam sekolah, ternyata bisa kebobolan.
Namun, saya tak ingin membicarakan soal tanggung jawab atau kelalaian sekolah dalam hal ini, biarlah itu menjadi ranah pihak berwajib dan KPAI dalam mengusutnya.
Yang jadi pe-er adalah, bagaimana caranya membekali anak kita agar terhindar dari ancaman kekerasan seksual? Nyatanya, kekerasan seksual bisa terjadi kapan saja dan kebanyakan dilakukan oleh kalangan terdekat. Menurut para ahli, kekerasan seksual sering terjadi karena kurangnya pengetahun anak mengenai pendidikan seks yang seharusnya mereka dapatkan sejak dini.
Lalu kapan saat yang tepat mengenalkan anak pada pendidikan seks? Jawabnya adalah, mulailah sedini mungkin, sejak anak berusia 0 – 5 tahun, dan seterusnya hingga remaja. Lalu bagaimana triknya agar orang tua nyaman mengenalkan pendidikan seks pada anak? Tiap orang tua pasti akan menemukan triknya sendiri karena orang tua adalah yang paling mengenal kebutuhan anaknya.
Bagaimana Mengenalkan Sex Education pada Anak Balita
Berikut adalah pengalaman saya saat mengajarkan anak tentang seks:
- Saat dia mulai masuk usia setahun setengah lebih, kita mulai mengajarkan dia untuk mengenali bagian tubuhnya dan menjelaskan fungsinya dengan bahasa yang mudah dimengerti. Memang gak mudah ya, ini bukan pekerjaan sekali, tapi berulang kali dan terus diingatkan sampai sekarang.
- Mengajaknya untuk mengenali perbedaan mendasar laki-laki dan perempuan. Agar dia paham kenapa toilet laki-laki dan perempuan itu pisah, dan juga tidak boleh mandi bareng-bareng dengan sepupu laki-laki meski ramai-ramai.
- Mengajarkannya membangun kegiatan positif. Seperti, tidak berganti baju sembarangan di tempat terbuka, berpakaian yang sopan, juga duduk yang sopan. Meskipun namanya anak-anak, tetap saja suka lupa, duduk sembarangan gitu, tapi terus diingatkan.
- Menanamkan pentingnya dia menjaga organ-organ tertentu (seperti alat vital) dari sentuhan orang lain.
- Saat mengkomunikasikan hal ini, saya selalu mencari saat yang santai dan rileks, jadi anak merasa nyaman bila ingin bertanya. Sebisa mungkin tidak menghindar memberikan jawaban atas pertanyaannya, tapi kalau susah menemukan jawaban yang tepat, saya akan menjawab dengan jujur, bahwa mami belum tahu cara menerangkan dengan tepat ke dia. Contohnya karena saya selalu mengalami nyeri haid tiap bulan, Vay pun sadar maminya selalu sakit perut, tapi bukan sakit perut mau ke belakang. Dia bilang kok mami pakai pampers (alias pembalut), saya katakan iya kalau perempuan dewasa sebulan sekali ada yang namanya haid, jadi harus pakai pembalut. Dia pun tanya lagi, haid itu apa sih, Mi? Hadoh, matek kita. Di sini, saya bilang ke Vay, nanti saya akan terangkan padanya kalau dia sudah berusia enam tahun. Tapi dia belum ingat tuh untuk tanya lagi sekarang. Aman, untuk sementara, hehee…
Ya, mudah-mudahan, yang bisa diberikan orang tua sejak dini sebagai bekal anak, bisa berguna bagi anak dalam pengembangan citra positif dan karakternya kelak.
Kebetulan tadi teman-teman sharing link mengenai The Underwear Rule. What is The Underwear Rule? It’s simple: a child should not be touched by others on parts of the body usually covered by their underwear. And they should not touch others in those areas.
Ini dia linknya: The Underwear Rule.
Semoga berguna buat kita semua dalam melindungi anak-anak kita dari kekerasan seksual.
Bismillah.
Setiap orangtua yang mendengar, marah, merinding dan ngucap, semoga ini membuka mata kita sebagai orangtua.
Anak saya yang laki, dari TK sudah di tekankan, dari pinggang sampai lutut, tidak boleh dipegang orang lain selain orangtua. Kalau anak-anak mau laki atau perempuan, yang namanya pelecehan, akan mempengaruhi kejiwaannya sampai dewasa, hiks.
Setuju Mba. Aduuhhh saya pengen pukul orangnya itu kalau ketemu… 🙁
kesel baanya, kok ada ya orang yang jahat kaya gitu,Jadi harus lebih berhati-hati nih sama anak-anak. Bekali ilmu yang banyak. Semoga kita dijauhkan dari hal buruk ya mbak
Amin..
Padahal itu di sekolah yang bagus; pintu masuk saja dijaga dan melalui pintu berputar yang menurut kami “aneh” untuk dunia pendidikan. Ternyata pelakunya sudah berada di dalam. Sungguh, sebagai orangtua kita mesti menjaga buah hati kita dengan baik. Selebihnya, terus-menerus kita perlu berdoa agar anak kita senantiasa dilindungi-Nya.
Itulah, dari luar terkesan aman, tp ternyata memang pemangsa ada di dalam…
Gw lemes banget baca berita ttg pelecehan anak di sekolahan, Omaga omaga kok bisa ??? tragis banget
mesti hati – hati jagain anak, pedofil ada dimana – mana
Ih aku marah bgt lihat beritanya…. pelaku harusnya dikebiri!
Setuju Lys… potong aja itu!
iya harus diajarin sedini mungkin. apalagi kalo anaknya udah dimasukin sekolah. harus banget itu diajarin tentang private part itu gak boleh diliat dan dipegang siapapun kecuali dia sendiri dan orang tua. guru pun gak boleh.
Iya benar, Man. Ini benar2 jadi peer untuk orangtua…