Habis main ke tempatnya Yessi dan baca postingannya tentang orang yang sangat menyebalkan, saya jadi pengen cerita juga tentang seseorang yang sangat-sangat menyebalkan.
Orang itu bukan sangat menyebalkan tapi juga tinggi hati dan belagu. Beberapa teman dekat saya pasti sudah tahu siapa yang saya maksud, karena saya juga cerita pada mereka tentang sosok perempuan tinggi hati ini. Kenapa saya bilang tinggi hati? Karena memang begitulah sosoknya yang tercermin selama ini.Saat pertama kali saya pindah ke Jakarta dan berkantor di kantor yang sekarang, ada seseorang yang sudah langsung menunjukkan sikap antipati pada saya. Dia jelas sekali tidak suka dengan kehadiran saya karena merasa terancam. Kenapa begitu? Karena kepindahan saya waktu itu mengancam posisinya saat itu, karena sayalah yang nantinya akan mengambil alih pekerjaan dia, dan dia tidak rela kehilangan posisi yang “sangat membanggakan” itu. Saya sampai heran, pentingkah itu? Saya tidak pernah meminta posisi itu, tapi big boss yang mengharuskan saya mengambil alih fungsi itu karena dia masih berstatus pegawai kontrak yang notabene riskan untuk memegang fungsi yang berkaitan dengan rahasia perusahaan.
Dia selalu berjalan dengan kepala mendongak, alis terangkat, dan kalau mengetik di keyboard suaranya selalu tak tok tak tok (mungkin kecepatannya 120rpm kali ya hahahaaa….). Selalu menenteng paper bag Zara untuk membawa keperluannya. Umurnya sekitar tujuh tahun di bawah saya, tapi jangan tanya wajahnya dong, jelas saya lebih cakep :p~ *maksa hahahaaha…
Sikap menjajah ditunjukkannya dari pertama kali kami berinteraksi. Dia membentak saya, berkata dengan suara keras dan kasar agar seluruh kantor mendengar, dan menjawab penuh amarah setiap kali saya bertanya ulang. Seakan saya ini orang yang paling bodoh saja, hahaha.. Semua pasti tahu dong model begitu? Orang yang berkata dengan suara kuat agar kelihatannya dia yang kerja, dan orang lain kelihatan lebih bodoh dari dia.
Saya tidak peduli saat itu. Saya tidak membalas apa-apa setiap kali dia membentak saya di depan orang-orang di kantor. Orang mungkin heran, bagaimana mungkin saya — yang katanya preman — bisa diam diperlakukan begitu. Bukan, bukan berarti saya takut atau tidak mau melawan. Tapi saya pikir, apa untungnya saya melawan dia? Dia jelas bukan level saya, dan kalau saya lawan dia, maka saya akan menjatuhkan martabat saya menjadi selevel dirinya. Setiap rasa emosi mendera hati, saya pendam saja di dalam dada sambil menarik napas panjang, berdoa semoga Tuhan memberikan saya kesabaran. Saya tidak mau mengotori mulut atau tangan saya dengan melawan dirinya. Saya cuma berkata dalam hati, setiap orang yang berbuat tidak baik pada orang lain pasti akan mendapat ganjarannya.
Setelah beberapa bulan di kantor itu saya mendapat beberapa teman dan mereka akhirnya berani buka suara. Mereka semua mengutuk kelakuan si perempuan tinggi hati tadi. Mereka juga tak tahu harus berbuat apa, dan mereka juga bertanya pada saya kenapa saya diam saja dan tidak melawan. Saya katakan pada mereka begini, pada dasarnya dia itu kan telah menunjukkan sifat buruknya sendiri. Coba ingat, berapa kali dia ikut tes masuk karyawan tapi dia selalu tidak berhasil melewati interviu terakhir? Perusahaan ini tidak butuh orang pintar, tapi mencari orang yang punya attitude. Dan saya selalu percaya, bahwa suatu saat dia akan dapat balasan kok. Saya katakan, biarpun dia tidak mau sharing knowledge dengan saya, itu bukan masalah. Suatu saat dia pasti digeser, lihat saja. Ada perasaan lega di hati saya ketika mendengar betapa teman-teman menaruh simpati pada saya atas perlakuannya pada saya. Saya merasa itu adalah doa dari teman-teman, karena saya akhirnya malah dapat banyak teman dan kemudian saya pun hamil.
Dan karena saya hamil, tiba-tiba si cewek menyebalkan itu bersikap sedikit manis pada saya. Hahaha… mungkin dia takut kena karma kali ya kalau jahat-jahat sama orang hamil. Tidak pernah lagi keluar bentakan dari mulutnya, bicaranya juga sudah mulai melunak. Dan saya menangkap sedikit rasa menyesal pada dirinya. Tapi jujur saja, saya tidak ingin membuka hati saya untuk dia. Jelas dia bukan tipe saya, hahahahaa…
Manusia Angkuh satu itu tidak punya teman di kantor. Dia punya teman, yang sekedar basa-basi ketawa ketiwi saat lewat di depan kubikelnya, membahas ini itu sebentar, tapi mereka tidak pernah mengajaknya makan bersama saat jam istirahat tiba. Semua orang pergi tanpa mengajaknya, kecuali bila dia yang menawarkan diri. Beberapa waktu dia pernah terlihat makan bersama seorang teman perempuan, tapi itu hanya sebentar. Tak lama kemudiaan temannya makan bareng itu berganti pergi makan dengan teman lain, dan dia tak punya teman lagi untuk diajak. Kalau sudah begitu dia akan mengajak teman cowok yang tinggal sendirian di ruangan untuk menemani makan. Si cowok itu mau menemani dia makan, tapi bukan berarti dia cocok dengan dia. Di belakangnya mereka akan berbisik-bisik tentang kesombongan perempuan itu. Menduga-duga apakah dia berasal dari keluarga yang sangat kaya raya sehingga bisa angkuh seperti itu, lalu berbisik-bisik sinis, mengatakan bahwa mungkin dia itu idola di kampungnya jadi begitu sampai ke Jakarta lalu besar kepala padahal cakep banget juga tidak. Setiap kali beberapa bos iseng-iseng menjodohkan dia dengan seorang cowok di kantor, dia akan tersenyum mencibir pada cowok itu. Padahal siapa juga yang mau sama dia, kegeeran banged sih, kata salah satu cowok yang pernah dicibirin dia. *eh saya gak bohong lho ya, memang si cowok itu ngomong sendiri ke saya dan teman-teman hihihi…
Saya waktu itu duduk bersebelahan dengan dia, tapi tidak pernah sekalipun kami saling melihat atau bertegur sapa untuk basa-basi. Saat itu saya mulai merasakan suasana semakin terbalik, dia yang dulu terlihat superior sekarang mulai menjadi minoritas di situ karena kami tidak pernah melibatkannya dalam pembicaraan. Saat saya mendapat banyak teman, dia malah kehilangan teman yang jumlahnya juga sedikit. Well, beberapa kali dia berusaha bersikap baik pada saya, menegur dengan suara ceria yang nyaring, tapi biasanya saya hanya menjawab dengan nada dingin. Namun beberapa kali akhirnya saya mengalah juga, saya mau menemani dia lunch saat bulan puasa (saat itu saya menyusui sehingga tidak berpuasa) karena tidak tega melihat dia sendirian, dan dia tidak punya siapa-siapa untuk diajak makan. Jadi saat dia mengirim pesan via ym mengajak saya makan bareng, saya bilang OK. Ternyata saya tak tega juga jadi orang jahat, hehehee. Tapi hanya beberapa kali lho, karena biasanya saya kabur duluan biar tidak sempat diajak makan. :p~
Dalam hati saya merasa kasihan juga sama dia. Saya yakin bahwa dia sebenarnya stress berat karena telah lama kerja di kantor ini tapi tak juga kunjung menjadi staf permanen. Mungkin itu sebabnya dia merasa terancam ketika saya — yang pegawai tetap — datang dan ditugaskan mengambil alih pekerjaan dia. Tapi pernah gak sih dia mencoba melihat bahwa sebenarnya bukan perusahaan ini yang salah, tapi dirinya sendiri? Dia beberapa kali diberi kesempatan untuk ikut tes karyawan tetap, tapi ternyata dia tidak berhasil melewatinya. Jadi siapa bilang perusahaan tidak memberi kesempatan bagi karyawan kontrak? Baru selesai tes psikotes saja dia sudah sesumbar kemana-mana bilang dia pasti lulus dan sudah pasti akan dapat dapat penempatan di Jakarta dan bukan keluar kota seperti syarat penempatan pegawai baru. Dia bilang dia sudah dapat janji dari big boss kami yang baru diangkat menjadi salah satu direktur waktu itu. Dan ternyata? Dia tidak lulus lagi, Saudara-saudara! Mengenaskan.
Sampai akhirnya, di suatu waktu, ketika masa kontraknya habis dan dia harus freezed selama sebulan, bos kami menjadikan itu saat yang tepat untuk menggeser dia. Hei, jangan salah. Bos kami bukannya takut menggeser si tuang putri yang angkuh ini, tapi seorang bos kan tidak mungkin memulai konfrontasi dengan anak buahnya. Dia tentu harus bisa berlaku adil pada semua anak buahnya, biarpun salah satunya mendapat tindasan dari yang lain, hahahah… Dan itulah yang menjadi momen tepat dari semuanya. Saat dia freezed sebelum lanjut masuk lagi dengan kontrak baru, bos kami mengatur ulang semua fungsi dan dia hanya mendapat porsi kerja yang “sekedarnya”. Dia yang dulunya begitu bangga karena merasa jadi orang terpercaya sekarang jadi orang yang kehilangan power. Persis macan ompong.
Setelah dia pindah bagian ke fungsi lain (walaupun masih di divisi yang sama), semua orang di tim itu bernapas lega dan tertawa-tawa senang. Orang yang menyebalkan telah pergi. Semua senang karena tidak harus berinteraksi dengan dia lagi, termasuk saya. Bahkan teman-teman di sebelah saya juga senang. Kenapa begitu? Ya itu karena dia selalu memperlakukan orang lain lebih rendah dari dia.
Tapi ternyata kemudian, setelah semua peristiwa itu, mulai dari beberapa kali dia gagal lulus tes karyawan tetap, lalu dipindahkan ke bagian lain (saya senang punya pikiran kalau bos kami memindahkan dia sebagai hukuman atas kesombongannya pada saya dulu, hehee.. ge-er deh), dan menjauhnya semua teman di kantor, telah membuatnya sedikit “sadar diri”. Dia menjadi sedikit “nice” dan kelihatan sudah sedikit “down to earth”. Tapi peristiwa yang paling menyakitkan ya itu, ketika dia sudah sesumbar kemana-mana soal lulus tes, tapi dia tidak lulus. Itu pukulan telak baginya. Belum lagi kemudian banyak bisik-bisik di belakangnya terdengar saat dia akan menikah. Semua kaget karena tidak menyangka si cewek angkuh ini akhirnya menyerah pada cowok yang “tampangnya biasa banget”. Maksudnya, karena selama ini dia begitu sombong dan bergaya high class, orang-orang mengira dia akan mengakhiri masa lajangnya dengan seorang pria kaya yang tampan. Cowok-cowok yang dulu dicibirin dia balik mencibir sinis. Bukan, bukannya teman-teman di kantor suka bergosip, hanya saja omongan miring itu spontan terucap karena ini tentang dia. Tentang perempuan yang angkuh itu. Kalau kau seorang perempuan sederhana yang baik hati dan ikhlas membantu orang, kau kawin dengan pria paling jelek atau yang tak kaya sekalipun, tak ada suara mencemooh yang terdengar. Mereka akan memberi beribu pengertian untukmu.
And then, setelah beberapa saat sempat sedikit “down to earth” belakangan dia sudah kembali terbang ke singgasana dan tak mau menyentuh tanah lagi. Kalau kita bilang sih, ini hanya masalah waktu saja kok, dia pasti akan kembali ke watak aslinya. Ketika dia merasa ada yang bisa disombongkan, dia akan memainkan perannya lagi menjadi seorang penjajah. Dan sekarang dia sedang bangga dengan kehidupan yang dimilikinya setelah merid. Ceritanya tentang mobil baru mereka, kamera baru, dll.
Beberapa minggu yang lalu, dia datang ke meja saya. Dia pasang muka manis di depan saya (dan saya bisa menebak ini pasti ada maunya). Dia awalnya tanya, saya kalau pulang kantor lewat mana? Hmm. Dan lalu ketahuan sudah, dia ingin nebeng ke rumah mertuanya yang kebetulan searah dengan rumah saya, untuk jemput anaknya. Ada hari-hari dimana suaminya tidak bisa menjemput dia pada jam itu dan dia musti ke rumah mertua karena anaknya dititip di sana.
Otak saya berpikir cepat, bagaimana ya caranya menolaknya? Sudah pasti garinglah kalau saya semobil dengan dia, kok bisa dia sepede itu bilang mau nebeng? Ngobrol bareng saja setahun sekali kali sudah syukur. Awalnya sih saya bisa mengelak dengan alasan mau ke suatu tempat dulu. Tapi hari berikutnya, saya tak punya alasan untuk menghindar. Dan teman-teman lain seperti kesambar geledek waktu tahu dia mau nebeng saya. Hahhh!! Si Zizy pulang bareng sama si Jeung itu..??!! Silent enemy tapi pulang bareng?! *hahahahaa…
Jadilah akhirnya hari itu dia nebeng dengan saya pulang. Di sinilah terjadi peristiwa lucu itu. Waktu kami turun ke B1, dia terlihat sedikit kaget karena melihat saya dijemput oleh driver bermobil hitam besar. Selama ini saya sih biasa menyetir sendiri tapi kadang-kadang pakai driver kalau driver tidak dipakai suami. Saya naik duluan dan dia ikut. Selama perjalanan kami yang garing itu, sayalah yang akhirnya sering membuka bahan pembicaraan karena ingin jadi “tuan rumah” yang baik. Kami berbicara santai saja seolah tak pernah ada kejadian apa-apa.
Sejam kemudian, finally.. tibalah kami di satu simpang dekat rumah saya, dimana dia harus turun karena akan menumpang angkutan umum ke rumah mertuanya. Dia mengucapkan terima kasih sebelum akan turun. Saat itu door sebelah kanan terbuka otomatis, dan dia turun dengan kikuk. Lalu dia pun melakukan kebodohan itu, dia menggunakan tangannya untuk mencoba menarik pintu mobil. Kelihatannya dia bingung tak tahu harus bagaimana, pasti karena belum pernah naik mobil berpintu otomatis. Dan supir kami dengan santai berkata dengan logat Tegalnya : “Nggak papa, ggak usah ditutup. Biar dari sini sajja. Otomatis kok!” Dan mukanya langsung memerah.
Saya diam saja di tempat saya sambil menahan senyum. Dalam hati saya tertawa dan membatin. “Katanya tuan putri, gayanya high class, masa naik mobil begini saja bingung?” Gimana kalo diajak naik Jaguar yah, hahahahaa.. Saya tahu saya sudah jadi orang jahat karena menertawakan dia dalam hati, tapi saya gak bisa memungkiri bahwa melihat wajahnya yang memerah karena bingung serta kepayahan menarik pintu mobil itu sungguh membuat saya senang. **duh, maafin saya ya Tuhan, bukannya bermaksud sombong & takabur..
Dan ternyata dia kapok. Setelah kejadian kemarin itu dia tak pernah lagi bilang mau nebeng padahal sebelumnya dia bilang mungkin rutin. Syukurlah, ternyata peristiwa kemarin itu ada hikmahnya juga ya. :p
aku baca posting ini sambil senyum-senyum…hihi…mirip dengan orang-orang antik di tempat kerjaku dulu, sama-sama sombong dan nggak punya temen…kasian sih sebenarnya, tp ngeselin…
iya sih mbak, kasian sebenarnya ama dia, tp klo lg kumat ngeselin….
saya juga angkuh demi mempertahankan kebenaran
wah jadi dengerin mbak zizy merepet-repet lagi nih (pinjem istilahnya mbak!) hehe.. iya yah kok saya jadi ikut-ikut kasihan sama jeung itu.Mungkin dia ga sadar kalo sikapnya seperti itu mbak coz ga ada teman yang kasih tau dia kalo sebenarnya tingkah lakunya agak menyebalkan begitu.
Mudah-mudahan seiring berjalannya waktu dia bisa berubah lebih rendah hati.
Entah kenapa, baca ini berasa kk ada di sampingku dan kita bergosip ria gituuuh 😉
hihihihi
kok aku malah kasihan ya sama dia
Jadi inget dulu pernah punya temen menyebalkan begini, saking keselnya tapi nggak bisa ngomong langsung (nggak enak ya kalau ikut jahat seperti dia) saya tuangkan emosi tadi ke cerpen dan si jahat saya jadikan tokoh antagonis,cerpen tadi dimuat di majalah. Puassss….rasanya… bisa mengubah energi negatif ke sesuatu yang positif 😀
hihihi tuhan kan adil kak, tp oke deh cara ngelawannya emang hrs gitu ya, biar ga kampungan tereak2 kaya di kampung ceger :))
hehee sebenarnya sih kasian jg, aq jg ga tegaan kl da liat org jd baik. mudah2an sih emg mo tobat..