Tidak terasa sekarang Vay sudah kelas 2 SMA. Sudah siap-siap untuk mulai ikutan bimbel. Sebagai ibu yang sekarang semakin jarang bergaul semenjak tidak bekerja kantoran, saya termasuk agak kudet nih cari bimbel di Jakarta yang bagus tuh apa aja. Barulah tahun lalu ketika ketemu kakak sepupu yang anaknya setahun usianya di atas Vay, saya diberikan rekomendasi Prosus Inten. Saya percayalah ya sama kakak saya itu, dia asli orang Jakarta jadi udah tahu mana yang pemain lama pemain baru.
Maka tahun lalu itu saya langsung bawa Vay ke Inten terdekat dari rumah. Tapi ternyata sudah penuh untuk kelas 11, dan harus masuk waiting list, menunggu kabar nanti tahun depan (which is this year).
Cari Bimbel di Jakarta, Cobain Prosus
Sementara itu sambil menunggu tahun ini, Vay ikutan bimbel dulu di Brain Academy. Ini juga selepas dari Medan kemarin itu, pulangnya saya langsung mikir ah harus segera nih cari bimbel di Jakarta, gpp sementara dulu aja sampai tunggu tahun depan.
Di BA, Vay masuknya On Off, kalau sesuai dengan subject di sekolah dia baru datang. Tapi memang kita gak mau lanjut kelas 12 di sini. Gak ada yang salah dengan Brain Academy, hanya saja di sana Vay tidak ada temannya. Eh ada sih 1, dulu satu sekolah tapi sudah pindah. Jadi kalau kita bimbel gak ada teman, pasti semangatnya beda.
Dan teman-teman Vay di sekolah pun tidak ada yang mau mendaftar untuk bimbel di BA, karena semuanya ngejar untuk bimbel di Prosus Inten.
Di situlah saya baru sadar, bahwa menunggu waiting list itu sebuah kesalahan, ya mana mungkin adminnya mau menelepon orang tua lagi untuk mengingatkan, sementara yang mau masuk aja ada begitu banyaknya. Memang kita yang harus inisiatif. Kita yang datang, kita yang tanya.
So pada suatu malam Vay kirim teks ke saya dari tempat bimbel, bilang kalau dua temannya sudah akan mengikuti tes masuk Inten di akhir Februari. Maka langsunglah malam itu juga sepulang bimbel, kami meluncur ke Inten Kodam. Lokasi Inten Kodam malam itu sudah sepi, tapi mereka masih terima tamu. Saat mengobrol dengan pegawainya, saya baru tahu kalau untuk masuk bimbel Prosus juga pakai tes, tesnya matematika dasar dan psikotes. Dari hasil nilai tes nanti baru bisa ditentukan berapa biaya bimbelnya. Selisih bayar per grade kalau gak salah 1-1,5 juta.
Untuk Jurusan IPA, minimal skor harus 17 per 30 (soal), sementara jurusan IPS minimal skor 15 per 30 baru bisa lulus. Itu termasuk di Grade C, dengan biaya les paling mahal. Diberitahu juga sama pegawainya, bila anak tidak lulus tes maka tidak bisa lagi mengulang tes di mana pun. Artinya kalau tidak lulus berarti tidak bisa les di Inten. Hooo.. ngeri kali ya. Bikin jantungan maknya. Padahal bimbel kan buat belajar, tapi masuk bimbel pun pakai tes. Tapi make senselah, dengan begitu banyaknya peminat mereka memang harus membuat standar seleksi, meskipun tentu saja anak yang tak lulus tes tak berarti dia tidak bagus. Ada banyak faktor yang mempengaruhi.
Saya cukup deg-degan karena ada tes seperti ini. Khawatirnya saya adalah karena soalnya dalam Bahasa Indonesia, sementara di sekolahnya kan semua textbook dalam English. Tapi Vay bilang tenang saja, dia mengacu pada temannya yang sudah ujian duluan di tempat lain dan lulus, dan dia sudah pasti bisa, begitu katanya.
Bicara soal jurusan, di SMA Vay ini karena kurikulumnya mixed Cambridge dengan Merdeka, anak terbatas untuk ambil subject. Vay hanya bisa ambil 3 subject A Level, dan sisanya dari Kurikulum Merdeka. Yang Vay ambil untuk A Level itu: Math, Economy, dan Computer Science. Dia tidak bisa ambil Fisika karena Fisika itu back to back sama Math. Nah anyway, bila Vay ingin ambil Subject A Level Physic dia sebenarnya bisa self study, tapi mengingat waktunya akan sangat tight, Vay gak mau.
Dan Vay sendiri merasa dia tidak terlalu in di Physic jadi dia change dengan Math yang memang sangat dia kuasai. Bahkan dia sekarang sudah mentutor kawannya yang ambil Math self study.
Tapi, karena nanti di bimbel ini dia tetap harus belajar fisika, saya wanti-wanti Vay juga untuk tetap mencoba belajar Fisika, kalau perlu dia tutor sama temannya yang jago. Meskipun kalau dengar cerita Vay, rerata teman-temannya di Subject Physic pada struggle saking susahnya.
22 Februari, Hari H Tes
Jadi tanggal 22 Februari adalah tanggal tesnya. Jam 12 siang. Kami sempat salah lokasi, ternyata lokasi tes bukan di Inten Kodam tapi Inten Kalimalang, seberangnya. Ya mana gue tahuuu hahah… kirain cuma 1 aja yang Kodam, pantes kok sepi padahal biasa kayak pasar. Begitu sampai di depan Inten Kalimalang, parkiran semua full. Vay turun duluan, saya suruh masuk dan daftar ulang sendiri biar maminya cari parkir dulu.
Gak lama baru saya nyusul. Saya lihat dia dan 1 teman sekolahnya lagi daftar ulang, lalu ternyata ada 2 orang temannya lagi juga tes di hari yang sama. Ya sudah, aman.
Lalu saya ngapain? Saya duduk dong gabung di ruang sebelah, tempat para orang tua murid kelas 12 mendengar penyuluhan dari mentor Inten terkait persiapan menghadapi SNBP SNBT tahun ini. Hahah, ikut dengar padahal anak saya masih kelas 11. Tapi gpp, jadi dapat juga ilmu dan trik dari ibu pengajar mengenai bagaimana nanti anak dan orang tua harus bersiap.
Setelah acara pertemuan selesai, saya pindah ke Family Mart di sebelah. Vay sudah kasih kabar kalau mereka sudah mau mulai.
Btw saya iseng nyobain Famima Coffee Jelly. So itu tuh agar-agar kopi (americano) dengan krim. Sedikit ada manisnya di krimnya. Sementara Americanonya ya tetaplah begitu juga rasanya, goodlah! Plus untuk pelengkap kopi pahit, ada coklat bar Snickers (yang ternyata namanya susah disebut sama mbak kasir). Dia agak grogi, mau sebut sneaker atau skecer.

Tiga puluh menit kemudian, Vay sudah teks saya dan mulai merepet-repet. Katanya kok lama betul ini pegawainya, kenapa harus panggil satu-satu, kan tinggal bilang lulus atau tidak. Memang Vay ini sama sih kayak saya gak sabarannya, hahah. Tapi dia itu udah janjian sama temannya di Lotte jadi dia uring-uringan takut telat.
Ya kan memang harus dipanggil masing-masing karena harus dijelaskan nanti proses selanjutnya gimana, begitu saya bilang. Vay kirim teks lagi, katanya sekarang sudah giliran dia dipanggil.
Saya pun segera menghabiskan kopi Americano saya dan balik ke Inten, menunggu di sana. Ada satu anak laki-laki turun membawa kertas, oh sepertinya ini tadi giliran sebelum Vaya. Mamanya mendekat dan senyum-senyum, “Harus bayar sekarang apa nanti?”. Lalu mereka ke bagian administrasi, di sebelah tempat duduk saya.
Gak lama ada satu anak lagi turun, tidak bawa kertas. Ibunya menghampiri, “Gimana, lulus gak?” Anaknya menjawab dengan tidak jelas. Lalu ibunya menjawab, “Oh, ya… gpp…” sambil tetap tersenyum. Lalu mereka pergi.
Lima belas menit kemudian baru Vay turun, bawa kertas. Ternyata itu kertas berisi skor dan tata cara pembayaran. Alhamdulillah, ternyata lulus, dapat Grade A. Ini bukan grade tertinggi, ada 1 grade lagi yang mungkin kalau benar semua masuk ke grade itu. Teman-temannya juga lulus, berarti nanti Vay ada temannya.
“Ya udah ayokkk cepet.” Vay udah gak sabaran padahal saya masih mau tanya urusan bayar-bayar ke administrasi. “Di sini udah ada semua, Vaya udah dikasih tahu.”
Iya sih. Cuma saya lebih jelas gitu kalau tanya langsung ke adminnya. Kalau anak-anak kan sampai rumah biasanya pasti lupa tuh. Admin memberitahu bahwa harus membayar dulu proses tahap 1 sebesar Rp1 juta agar bisa segera pilih hari tempat, karena takutnya penuh. Nanti sisanya sesuai tanggal pembayaran di kertas yang sudah dipegang Vay.
Malam itu juga saya bayar, biar gak lupa. Eh ternyata besok paginya hari yang Vay mau sudah full, jadi pindah hari deh cepat-cepat. Jadi Selasa Sabtu.
Ternyata seribet itu memang ya cari bimbel di Jakarta. Yang bagus banyak, tapi tentu ada pertimbangan utama seperti metode belajarnya dan lokasinya juga harus dekat dari rumah.
Jaman dulu saya yang ikutan bimbel, sekarang anaknya. Semoga semua lancar ya Nak! Tetap semangat belajarnya!