Bagaimana Membagi Tanggung Jawab Sebagai Orang Tua di Rumah

Bagaimana Membagi Tanggung Jawab Sebagai Orang Tua di Rumah

Beberapa minggu lalu, seorang teman saya berbagi cerita mengenai kondisinya yang akhirnya memilih harus melakukan home-schooling untuk anaknya, karena anaknya sering sakit sehingga tidak bisa ke sekolah seperti layaknya sekolah reguler. Di samping itu dia juga masih bekerja sebagai karyawan yang beberapa kali dalam seminggu harus kerja dari kantor.

Banyak orang tua, khususnya ibu yang berada dalam posisi harus memerankan beberapa peran dalam waktu bersamaan dan dalam ruang fisik yang sama. Semenit jadi orang tua, semenit kemudian jadi seorang guru, dan menjadi seorang karyawan beberapa saat kemudian. Gak heran kalau para ibu juga merasakan tekanan.

Pada saat yang sama, ibu juga kehilangan beberapa koneksi sosial yang biasanya akan membantu saat keadaan menjadi sulit. Jadi bagaimana kita bisa belajar hidup nyaman dengan peran-peran ini, dengan cara yang bisa menjaga kesehatan fisik dan mental kita?

Berikut ini beberapa tips yang suka saya terapkan ke diri saya sendiri, agar saya bisa cukup waras dalam keseharian.

peran orang tua

1. Bersikap realistis

Melakukan beberapa pekerjaan sekaligus mungkin sesekali berhasil, namun kita harus menerima kenyataan bahwa kita gak mungkin terus sukses dalam urusan multitasking.

Betapapun baiknya kita dalam multi-tasking, kita tidak bisa menjadi orang tua yang berkomitmen penuh mendukung anak kita sekaligus menjadi karyawan berkinerja tinggi. Seringnya, kalau kita memaksa, ini justru hanya akan membuat kita merasa kehilangan semangat, merasa bingung, dan bersalah. Kita bahkan mungkin melewatkan saat-saat yang dapat dinikmati sebagai sebuah keluarga.

Baiknya bersikaplah realistis tentang bagaimana mengatur hari dan mencapai keseimbangan antara tuntutan waktu yang dimiliki. Mungkin ibu dapat mengatur kesepakatan bersama pasangan, seperti siapa yang lebih berperan sebagai pengasuh anak di rumah, siapa yang berperan menjadi guru, dan juga bertukar peran setiap beberapa waktu.

Jika ibu harus mengasuh anak sendiri, dan ada anak yang cukup besar untuk membantu adik-adiknya atau sesekali menyiapkan makanan, hal ini boleh juga lho, karena dapat mengurangi tekanan. Si kakak juga sekalian dapat mempelajari beberapa keterampilan hidup yang nanti berguna saat ia sudah besar!

2. Buatkan sistem dan struktur untuk keluarga

Rutin dan terstruktur memiliki nilai nyata bagi anak-anak. Jadi, jika anak kita saat ini tidak memiliki rutinitas sekolah yang biasa, pikirkan cara untuk menggantinya. Dengan membangun sistem dan struktur, ibu juga akan memiliki kesempatan untuk merancang struktur bagi diri sendiri, termasuk mengatur fleksibilitas untuk menyesuaikan hari dengan kebutuhan remaja atau balita.

Pikirkan rencana hari itu dalam bentuk potongan-potongan yang dapat dikelola. Periksalah setiap pagi, apa saja yang akan memberi anak rasa kepastian tentang sepanjang hari itu. Apa yang ingin ibu lakukan di hari itu juga seharusnya tidak terlalu ambisius. Intinya tetap lakukan rutinitas sesegera mungkin tapi tak perlu terlalu kaku.

3. Lakukan penyesuaian

Sekarang ini banyak pemberi kerja mendukung staf mereka untuk boleh bekerja dari rumah. Namun memang pasti ada tekanan khususnya orang tua yang memilik anak di rumah. Sebagian orang mungkin merasa khawatir tidak mendapatkan penilaian dari kantor dengan benar bila mereka diizinkan kerja dari rumah, karena tak jarang jadi alasan juga buat pemberi kerja untuk menunda peningkatan karir apalagi bila pekerja adalah ibu yang memiliki anak.

Meskipun tentu saja tidak semuanya begitu, kita sebaiknya berbicara dengan orang yang kita percaya mengenai tekanan di dalam hati ini. Kemudian mulailah mengidentifikasi prioritas dalam pekerjaan, aspek mana yang bergantung pada waktu, dan di mana kita dapat melakukan penyesuaian.

Apakah boleh dan diizinkan untuk membantu sedikit mengubah jam kerja, atau meminta rekaman rapat daripada selalu hadir saat Zoom? Bila memang bisa, mulailah melakukan percakapan ini dengan atasan atau rekan, agar bisa mendapatkan solusi bersama.

4. Jaga hubungan dengan orang lain

Saat berada di bawah tekanan, kita sering membayangkan bahwa kita adalah satu-satunya orang yang berada dalam situasi ini. Padahal memiliki pikiran seperti ini ternyata dapat membuat segalanya jadi terasa lebih buruk.

Tetaplah terhubung dengan keluarga, teman, kolega, dan orang tua lainnya. Memiliki hubungan yang saling mendukung dalam hidup kita sangat penting saat ini. Bertukar cerita pusing di rumah dengan orang tua lain dapat mengingatkan kita akan pengalaman kita bersama. Saling berbagi tips mengasuh anak, channel memasak favorit, sampai strategi untuk menyulap keluarga dan kehidupan kerja.

5. Berbaik hati pada diri sendiri

Bersikaplah realistis tentang apa yang dapat dicapai dan biarkan diri kita melepaskan beberapa hal. Setiap orang harus tahu kapasitas emosional yang dimiliki – baik untuk mendukung orang lain maupun untuk menjaga diri sendiri.

Berbuat baik pada orang lain, terapkan ini pada semua anggota keluarga, dan juga untuk diri kita sendiri. Seperti apa sih tindakan kebaikan terhadap diri sendiri, dan kenapa tidak kita coba tambahkan ke daftar hal-hal yang harus dilakukan setiap hari? Memelihara hubungan baik dengan orang lain, tetapi juga diri sendiri.

Akhirnya.

Situasi setiap keluarga tidak sama. Namun situasi yang kita hadapi sekarang tidak akan berlangsung selamanya. Tetap semangat dan positive thinking. Yang penting adalah anak-anak merasa aman, didengarkan, dan dicintai. Dan mereka yakin bahwa orang tuanya selalu ada di sana untuk membantu mereka.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *