Saya mau flashback sedikit jauh ke belakang, ketika saya masih bekerja kantoran. Ketika kita bekerja secara profesional, di situlah semua jenjang usia bertemu, dan semua kepala akan berusaha untuk beradaptasi dengan pola pikir orang lain, entah itu bos, bawahan, pear, lebih tua atau lebih muda.
Pernah ketika saya sedang menangani campaign yang membutuhkan kerjasama dengan para blogger, saya mendapatkan sedikit keluhan dari seorang teman blogger yang merasa kurang nyaman ketika dihubungi oleh account executive (AE) agency. Sang AE memanggilnya dengan nama, dan itu dirasa olehnya kurang sopan dalam tata krama kita di Indonesia, sebab teman saya ini seumuran dengan saya (dalam tanda kurung ini kami adalah ibu-ibu yang sudah berusia di atas 38 tahun ketika itu). Dalam pandangan profesional, mungkin si AE tidak salah, karena dia tidak tahu usia orang di seberang.
Namun, dalam kultur Indonesia, kita diajarkan untuk menghormati yang lebih tua, dan ada sapaan sopan yang bisa digunakan seperti, “Mbak”, “Mas”, “Ibu”, “Bapak”, “Om”, “Tante”, dalam sehari-hari, dan sering pula digunakan untuk menyapa orang lain secara resmi via email atau telepon.
Berbeda bila kita mengirim email dalam bahasa Inggris, semua jadi lebih simpel.
Kejadian yang berujung pada ketidaknyamanan seperti di atas sampai sekarang masih sering terjadi, misalnya dalam beberapa kondisi atasan berusia lebih muda dari kita namun memanggil dengan nama. Sebagian orang tak masalah meski dipanggil nama oleh atasan yang lebih muda, karena bosnya asyik dan tetap respek pada dirinya. Sebagian lagi yang kebagian dapat bos muda yang bicaranya tinggi dan sangat bossy, pasti deh setiap hari buka LinkedIn. Cari peluang baru.
Dalam beberapa obrolan dengan teman-teman, sebagian besar berpendapat bahwa remaja sekarang kurang memiliki rasa hormat pada orang dewasa, termasuk pada orang tuanya. Bila ada yang mengatakan bahwa pendapat ini hanya diucapkan oleh mereka yang berusia 40 tahun ke atas, NO. Beberapa teman di grup saya itu banyak yang masih belum mencapai usia 30 tahun, dan kalau di mata saya, mereka termasuk pada generasi profesional muda yang sering dikatakan lack of respect oleh para karyawan senior di kantor kami.
Jadi, sebenarnya masalah mengenai kurangnya rasa hormat pada remaja dirasakan oleh setiap generasi. Dan, orang-orang secara umum akan menunjuk orang tua sebagai sumber dari sikap yang ditampilkan oleh seorang remaja.
“Duh, anakku itu kalau dimintai tolong, jawabnya pakai ngebentak.”
“Lihatlah dia, bapaknya udah sepuh jalan tertatih-tatih, dia diam aja gak ada kesadaran untuk menggandeng bapaknya melewati jalan. Kan licin itu.”
Orang tua merasa terbebani dengan sikap tidak hormat remaja mereka sekaligus bingung bagaimana ya memutar tombol menjadi kebalikannya. Mengajari remaja rasa hormat membutuhkan usaha, tetapi begitu orang tua bisa melihat hasilnya dari meluangkan waktu mengajarkan anak tentang rasa hormat, respect, bagaimana? Senang dong.
Kalau kita punya pikiran bahwa mereka akan menjadi dewasa dan tumbuh dari fase yang tidak sopan, itu salah besar. Rasa hormat itu harus dipelajari dan dipraktekkan. Mengajar remaja untuk menghormati orang dewasa sama dengan mengajarkan mereka untuk menghargai diri sendiri. Ketika remaja belajar bagaimana berbicara dengan penuh sopan santun kepada orang lain, mereka akan belajar tentang cara berinteraksi dengan semua jenis orang. Dengan gurunya, calon dekan di kampus masa depan, calon rekan kerja nanti, dst.
Penting mengajarkan remaja untuk percaya diri, menjadi kontributor bagi masyarakat, namun tetap mengedepankan respek kepada otoritas.
Sebagian orang tua merasa kewalahan dengan tingkah remajanya, seperti ketika menghadapi anak yang suka membentak dan berkata kasar lalu orang tua mengalah dengan pergi ke ruangan lain, lalu berharap anak akan berubah seiring waktu. Padahal, ini akan sangat berpengaruh pada kesehatan emosional orang tua. Anak-anak harus diminta pertanggungjawaban atas perilaku mereka sebelum kebiasaan itu terbawa sampai mereka dewasa.
Jadi, apa yang dapat orang tua lakukan?
Mengajarkan Tentang Respek dan Kebaikan
Remaja menginginkan banyak hal. Ingin diakui, ingin didengar, ingin mendapatkan rasa hormat, namun mereka juga tidak selalu menyadari bahwa ini semua adalah timbal balik. Berkomunikasi dengan anak remaja tidak mudah, banget. Contoh, sebagai orang tua, kita tidak ingin menyinggung perasaan anak atau teman mereka, kita juga tidak tahu media sosial apa saja yang anak kita dan temannya mainkan, kita pun tidak tahu istilah apa saja yang biasa dipakai remaja sebagai tanda respek. Karena orang tua tidak tahulah, remaja sering memanfaatkan kondisi ini.
Baca juga: Tips Meredakan FOMO Syndrome Pada Remaja Akibat Kecanduan Media Sosial
Kita menghormati anak-anak kita tapi juga mengharapkan sebaliknya, rasa hormat dari mereka. Anak-anak membutuhkan seseorang untuk menjadi otoritas dan menetapkan standar bagaimana memperlakukan orang, dan orang tualah yang harus menjadi pemilik otoritas dan yang mereka butuhkan lebih dulu, baru teman. Saat anak-anak sudah belajar mengenai rasa hormat dan kebaikan dari rumah, harapan kita adalah semoga mereka bisa membawa apa yang dipelajari itu pada guru, coach, atau orang lain yang akan berinteraksi dengannya selain keluarga.
Mengajarkan anak untuk berbuat kebaikan pada sesama juga terus menerus harus dilakukan. Ingatkan juga pada anak bahwa kebaikan timbal balik juga harus mereka berikan pada orang tua. Saya sudah biasa mendengar cerita, remaja yang menjadi volunteer di mana-mana, ringan tangan membantu teman-temannya, tapi tidak memberikan kebaikan yang sama kepada ibunya. Saat saya remaja, saya ingat-ingat saya juga sering begitu. Sibuk di acara sekolah, ikutan ekskul biar eksis, tapi begitu sampai di rumah sudah lelah malah ngasih muka asem sama orang tua. Sekarang setelah jadi orang tua, baru paham bagaimana rasanya.
Orang tua pun banyak yang takut menegur anak mereka. Merasa terintimidasi untuk memulai percakapan karena tidak ingin membuat anaknya marah.
6 Cara Mengajarkan Rasa Hormat Pada Remaja
Kita juga dulu pernah jadi remaja, sehingga kita tahu ada masa-masa penuh gejolak yang bisa membuat murung setiap hari. Namun perilaku yang terlihat terus menerus dilakukan harus dihentikan biar semua sama-sama waras. Tanamkan rasa hormat pada remaja dengan strategi beriku:
Menuliskan batasan keluarga. Sering-sering mengkomunikasikan kepada anak remaja Anda mengenai batasan dan aturan dan tetap konsisten. Mereka akan tahu apa yang diharapkan dan seperti apa konsekuensinya. Batasan akan menjadi sebuah tali pengaman yang melekat di tubuh, yang akan membuat remaja selalu ingat sampai dia dewasa.
Terlibat dalam kehidupan media sosial dan perangkat teknologi anak Anda. Ini penting untuk mengetahui apa yang mempengaruhi remaja karena hal-hal yang terjadi di media sosial lebih cepat diserap oleh anak dan teman-temannya.
Remaja membutuhkan batasan, juga bimbingan. Harus tahan banting dan lapang dada bila mendapatkan penolakan keras dari si remaja. Dulu kita juga pernah jadi remaja, pernah juga melewati masa penuh gejolak dan emosi, punya perasaan insecure tentang segalanya. Tetap dampingi dan konsisten dengan batasan yang sudah dibuat di atas.
Berikan contoh bagaimana menangani konflik sebagai orang dewasa. Bila orang tua sudah terasa sangat marah, ambil waktu untuk menenangkan diri dan atasi masalah ketika sudah siap. Jangan menjadi emosional dengan mereka di saat hati masih panas, sebab anak-anak sering mencari reaksi orang tua atas pembangkangannya. Ini baik untuk menjaga orang tua dari kelepasan mengucapkan kata-kata yang mungkin akan menyakiti anak kita suatu hari nanti.
Ingat kita mencintai mereka. Jangan melihat hanya pada perilaku tapi lihat bahwa ini adalah anak yang harus kita cintai apa adanya, dan kita pun mengharapkan cinta dari mereka. Carilah cara bagaimana memperkuat ikatan batin antara anak dan orang tua, mungkin sering berlibur bersama, pergi berdua ke museum, apa pun untuk menguatkan ikatan dan pada remaja menunjukkan bahwa orang tuanya selalu ada buat mereka, dan dengan begitu akan tercipta rasa hormat timbal balik.
Mengajak anak ikut menjadi volunteer. Menjadi volunteer adalah salah satu metode yang cukup efektif karena selain mengajarkan juga akan dipraktekkan. Mereka yang sering melakukan perjalanan dinas ke luar kota atau ke luar negeri pasti mengalami perubahan, karena bertemu banyak orang dari latar belakang akan membentuk cara berpikir dan bertindak. Ajak remaja kita menjadi sukarelawan di kegiatan amal di kota tempat tinggal, atau ikut terlibat di sebuah organisasi relawan. Mari kita bantu anak kita menyesuaikan cara berpikirnya untuk menjadi generasi hebat yang kita harapkan.
Semua daftar di atas mungkin sekilas berat banget ya untuk dijalankan sesegera mungkin. Saran kami, untuk langkah pertama, mulailah mengajarkan anak tentang rasa hormat dengan membimbingnya berkomunikasi dengan baik secara online. Ya tho? Dunia remaja sekarang kan paling banyak dan paling intens adalah di online. Mulai perlahan, intens, dan semoga sikap hormat pada remaja terbentuk dengan baik sampai dia dewasa nanti.
Pingback: Tips Mengajari Tanggung Jawab Pada Anak Remaja | Life and Travel Journal
Pingback: 8 Cara Mendidik Anak Remaja yang Bisa Diterapkan oleh Orang Tua | Life and Travel Journal
Pingback: 6 Cara Berbicara dengan Anak Mengenai Keamanan Internet | Life & Travel Journal Blogger Indonesia