Masih jam setengah tujuh kurang lima menit ketika saya memasuki Sudirman. Well, pagi yang lengang untuk ukuran Jakarta. Untunglah seperti biasa jalan Sudirman masih sepi, karena kadang kala ada saja kejadian tak terduga di depan sana yang bisa bikin kemacetan mengular kemana-mana.
Saya memutar-mutar mata, memandang gedung-gedung tinggi itu. Hampir setiap hari saya lewat sini dan setiap kali mata saya tertumbuk pada gedung apartemen, dalam hati saya langsung bergumam, bagaimana ya rasanya tinggal di apartemen? Miripkah rasanya dengan menginap di kamar hotel?
Dulu sebelum saya pindah ke Jakarta, impian saya adalah tinggal di apartemen suatu saat. Kenapa begitu? Dalam bayangan saya, apartemen cocok sekali dengan saya yang sangat sistematis dan praktis. Saya suka dengan segalanya yang serba teratur dan jelas. Kalau tinggal di apartemen, saya tidak perlu repot-repot hire asisten atau tukang kebun misalnya, karena beberapa apartemen ada yang menyediakan maid untuk penghuninya. Kalaupun tidak pakai maid, tentunya kerepotannya tidak seperti kalau stay di rumah biasa. Kemudian di apartemen ada sekuriti yang bertugas selama 24 jam, juga ada petugas perbaikan yang selalu ready setiap saat, jadi tak perlu repot pilah pilih tukang mana yang murah dan jujur. Lalu mau pulang malam atau pagi sekalipun tak perlu merasa pusing kalau ada yang ngomongin.
Pernah saya iseng datang ke satu pengembang apartemen di Medan. Tepatnya empat tahun lalu waktu saya masih di Medan. Saat itu gedung apartemen mereka belum jadi (tapi sekarang sudah jadi, dan memang termasuk bangunan termewah di Medan). Waktu itu si baru ada 4 flat yang di-booking. Dan harganya? Gile bener, mahal bo’. 1 sampai 1,5 M. Padahal view-nya juga sungai kumuh di belakangnya. Mending kalau view-nya pantai. Saya masuk ke dalam sebuah ruangan yang disetting jadi kamar apartemen yang akan dibangun. Isinya ternyata standard saja, terlalu ringkas dan gak mewah-mewah amat. Kenapa mereka pasang harga 1,5M, saya gak tahu, mungkin karena di sana belum banyak pilihan. Tapi kalau di Jakarta ini, harga apartemen sangat bervariasi, tergantung tipe dan lokasinya.
Then, impian untuk punya apartemen itu masih ada sampai sekarang, walaupun sudah mulai goyah juga sedikit. Wah ternyata bisa goyah juga ya? Hahahaa… Iya, bisa dong. Begitu punya anak, dan anak udah semakin besar, baru deh hati ini mulai melunak sedikit. Anak tentu butuh pergaulan yang sehat, dalam arti dia harus mengenal banyak orang serta mengenal lingkungan dan alam. Kalau anak saya besar di apartemen, rasanya tentu tidak senyaman stay di rumah biasa. Dia tidak bisa berlari-lari bebas di halaman sendiri, melainkan harus turun ke bawah dan harus cukup puas dengan taman yang seadanya. Belum lagi sekarang ini banyak berita orang jatuh dari apartemen, anak kecil jatuh dari rusun, hooalaahhh… semakin seramlah saya. Cerita anak yang jatuh dari rumahnya di rusun itu tentunya tidak lepas dari kurangnya area bermain untuk mereka sehingga mereka pun bermain-main di wilayah gedung yang (mungkin sekali) tidak ada pengaman jerajak dll. Nah begini ini yang bikin saya akhirnya mikir, ah rumah biasa ternyata lebih enak dan nyaman. Pagi-pagi bisa keluar sebentar untuk bawa anak jalan-jalan menghirup udara segar – dengan catatan musti jalan jam setengah enam pagi, kalo gak ya udah keburu ramai sama mobil-mobil orang komplek yang keluar mau ngantor – lalu sore hari juga bisa muter-muter dikit bawa anak melihat-lihat kucing dan ayam di taman depan. Tapi kalau jalan sore, jarang. Soalnya taman umum di depan rumah itu busuknya minta ampun. Rumputnya udah setinggi betis, kotor, dan masih banyak mobil-mobil yang lewat. Tahu sendiri dong jalan di Jakarta, jalan dalam komplek pun dijadikan trayek.
Kalau stay di apartemen, anak saya tentu tidak bisa melihat kucing liar atau ayam kampung yang sedang mengais-ngais rumput. Ngeliat katak di tengah hujan deras juga tidak bisa kalau stay di apartemen. Cuma ya gitu, kalau tinggal di rumah yang menjejak tanah, suka banyak pungutan liar. Contoh, tukang sampah tiap bulan pasti minta uang rokok, lalu suka banyak pengamen model orkes gitu, yang kalau lewat berisiknya minta ampun, dan malam hari pulak! (heran, ngamen tuh siang-siang aja napa?) Lalu misalnya dapat tukang servis AC nih, yang tadinya saya dengar dari orang ongkos kerjanya 45 rb per-AC, mendadak ongkos kerja naik begitu tukangnya sampai di rumah. Belum lagi di rumah kami ini asisten masih muda-muda pula, sering kalah gertak kalau ada petugas apa gitu datang ke rumah. Masalahnya anak saya di rumah tanpa ada keluarga yang mendampingi, kalau ada apa-apa anak juga yang jadi korbannya.
Makanya impian untuk tinggal di apartemen tetap ada di benak. Yah kalau memang rejeki siapa tahu nanti memang bisa tinggal di sebuah apartemen yang lengkap dan juga asri. Mungkin nanti jangan minta di lantai yang tinggi aja kali ya… jadi kalau ada gempa bisa cepat lari turun hahahaa… **ya boleh kan berkhayal dikit.. 😀
Eh tapi di Jakarta ada apartemen yang katanya kerennnn banget. Apartemenen Pakubuwono. Environtmentnya oke banged untuk ukuran apartemen, asri dan sejuk. My hubby sudah pernah ke sana untuk suatu urusan, dia bilang begitu masuk ke dalam lingkungan apartemen ini, langsung terasa semilir angin berputar, membuat udara terasa sangat sejuk dan nyaman. Ini dia penampakan interior Pakubuwono, dapat nyomot dari website-nya.
Keren kan? Harganya? Hmm. Kalau tanya saya, saya langsung mencret dengar harganya, hahahahaa…
Bagimana dengan Anda? Kalau suruh milih apartemen atau rumah, pilih yang mana?
nguping harganya dooong…
wah bener, bikin meriang denger harganya hahaha 😀
allowww mami vay… waw, cat ‘apartment’nya ganti yaaa…
suegerr ni rumah barunya 😉
pilih rumah ajja ahh… abisan enak punya halaman (hihihi penyakit orang endonesah kan kalo gag punya halaman gag puasss 😀 )
kalo uda tua aja kali ya, di apartment, biar lebih nyante… tapi lante 2 aja, biar kalo ada keadaan darurat ga pegel kakinya turun tangga hahaha…
sy skrg tinggal di apt mba, mmg lebih praktis, privacy, lokasi ok. Tapi entah karena ada macam2 service/maintenance charge yg selangit, bil2 listrik/air yg lbh tinggi dr pada kalo di rumah biasa, atau simply karena the grass is always greener on the other side, i’m dying to live in a normal house with garden! ^^
oh gitu pulak ya hhiihih… memang begini deh, yg rumah pengen apt, yg apt pengennya rumah 😀
saya pilih tinggal di apartemen…tapi yang tidak terlalu tinggi, mengingat kadang ada beberapa trouble, misalnya listrik mati, gen set mati, sehingga lift mati. Bisa dibayangkan repotnya kalau harus naik tangga
mbak, itu apartemen di Medan harganya MAHAL amat ya, sampe 1 M? i mean, Medan gt loh… kalo harga segitu di Jakarta, udah dapet yg kayak apa ya, by the way?
Makanya, gila aja harga segitu, beli tanah di medan jg da dapat berapa Ha kali.
saya tidak pernah betah dengan yg namanya hotel palagi untuk tinggal lama di apartemen
Wadoww Mba ngeri ekye dengan case2 anak yang jatuh daru rusun, trus ada juga khan yang bocah 12 taun terjun dari apartmentnya. So, saya mah lebih milih beli rumah ajah, yang punya kebun 1 Ha (halah!). Tapi serius loh, ngiler saya liat rumah Om saya di Pandeglang, Banten. Dia beli tanah 1 Ha lebih, arealnya ga flat, berbukit2 gituh. Masih asri banged, viewnya keren, dan banyak pohon2nya kaya sukun, duren, dll. Trus sama Om dibiknlah beberapa cottage disono, ada kolam pemancingannya juga. Trus yang terbaru dia bikin lapangan golf mini. Wah, ngiler deh (tar Mba kalo saya pas mudix saya ajak deh ke tempat Om). Alhmd kalo Lebaran keluarga besar kami kumpul kaga usah nyewa hotel 🙂