Selain Karena Jakarta Tambah Panas, Saya Juga Lemes Karena Gak Dapat Foto

Beginilah jadinya kalau skip menulis. Awalnya pengen rutin nulis lagi, tapi kemudian karena sibuk (atau sok sibuk) malah tidak menulis. Tulisan terakhir hampir dua bulan lalu, dan kemudian gak nulis-nulis lagi.

Jakarta tambah panas saya juga gampang panas

Belakangan ini udara panas sekali. Saking panasnya saya sampai mandi tiga empat kali dalam sehari. Tapi bisa jadi saya gerah ini juga karena saya sudah masuk masa perimenopause, perempuan kalau sudah agak-agak berumur beginilah. Gampang gerah. Kalau perlu kipas nempel di badan saat jalan kemana-mana.

Saya baru sadar lho kalau saya sudah mendekati akhir 50. Mungkin gara-gara pandemi yang bikin kita hilang dua tahun begitu saja jadi rasanya kok saya masih 45 tahun aja ya. Wanita di atas 45 tahun memang sudah harus siap-siap menghadapi perimenopause, dan saya yang tahun ini empat sembilan sudah ada di fase itu.

Sudah mulai mood swing (kasihan anak saya sering kena damprat maminya), gampang capek, tidur gak bisa tenang, kecemasan, hot flashes yang paling utama, dan mulai dikit-dikit lupa mau ngapain. Haha. Gejala yang tidak ada di saya adalah berat badan bertambah. Syukurnya masih segitu-segitu aja.

Tapi meskipun sudah masuk masa perimenopause, saya justru sekarang memaksa diri untuk kembali aktif. Sejak tiga bulan lalu mulai rutin setiap dua hari sekali jalan kaki cepat 30-45 menit, kalau misalnya tidak sempat diganti dengan latihan di kolam. Urusan bergerak harus terus jalan, intinya harus tetap aktif.

Cuci mobil juga sendiri sejak asisten yang lama udah pulang, sampai Vay heran kenapa saya tidak pernah mau cuci di tempat cuci mobil. Soalnya saya sudah biasa dari muda selalu cuci mobil sendiri, sekali-sekali saja dibawa ke doorsmeer. Gak bisa gitu kalau mobil kotor dan berdebu.

Karena selalu terbiasa naik mobil bersih, Vay kaget saat dia pernah numpang mobil orang tua temannya – karena ramai-ramai mau di-drop ke kafe yang jaraknya hanya 200 meter dari sekolah. Debu di bodi, di dalam berantakan, begitu ceritanya. Tapi kan itu karena temannya punya adik, jadi saya bilang itu wajar.

Lalu sekarang saya juga turun tangan sendiri bersihkan kolam karena tukang yang biasa dimintai tolong tidak bisa rutin datang karena suka ada kerjaan juga. Jadi kalau dia tidak datang ya saya saja bersihkan deh, daripada kotor. Vay senang juga pas bantuin, katanya ternyata seru juga nge-vakum, bisa ngelihat hasil kerjaan sendiri. Ternyata gak berat-berat amat. Sama seperti latihan bebanlah.

Dan kemarin watermoor nya patah ujungnya. Sebenarnya tidak terlalu berpengaruh juga, masih bisa dipasang ke selang. Tapi karena tampilannya kurang oke, saya akhirnya mencari penggantinya di Tokopedia. Kebetulan juga karena mau beli obat maintenance, chlorine kecil, besar, terusi.

Ketemulah satu toko yang menjual perlengkapan dan obat kolam. Saya lihat ada satu watermoor harganya murah, 59 ribu. Sizenya saya ukur yang di rumah 2 inchi kurang mepet. Di toko itu ada yang 2 inchi juga. Langsung check out masuk keranjang. Saya pikir tak rugi-rugi amat deh ngetes pakai yang merek lokal, kalau gak cocok banget ya gak apa-apa.

Dua hari lalu datanglah paketnya. Saya sudah senang, karena saya senang kalau bisa membirukan kolam. Pas dibuka watermoornya, lho kok raksasa? Saya bingung apa saya salah pilih size?

Saya ambil yang di rumah dan bandingkan. Lalu saya ukur yang baru datang, sizenya 2,5 inchi. Saya cek di etalase dan invoice saya, benar di deskripsi dia tulis 2 inchi. Saya kemudian menghubungi dan menginformasikan kalau barang yang dikirim bukan yang saya pesan. Saya kirimkan bukti foto barang mereka dengan penggaris. Adminnya menjawab, barang sesuai dengan yang kakak pesan. Di sisi lain saya sudah langsung mengajukan kompen ke CS Tokopedia.

Tak lama kemudian mereka menjawab lagi, sepertinya baru sadar kalau ini memang kesalahan mereka. Kata adminnya memang tidak pas 2 inchi, bisa 2,3 inchi di bagian dalam, lalu bagian luar itu 2,8 inchi. “Kalau kurang sedikit bisa dilem, Kak.”

HAAA? DILEM? Masa watermoor dilem? Bagaimana mengelem kelebihan setengah sampai satu inchi. Lagipula, mereka harusnya kan tahu, kalau jualan produk seperti itu harus betul-betul detail ikurannya.

Karena ini memang kesalahan mereka, akhirnya mereka setuju mengembalikan dana. Barang yang salah akan saya kirim balik ke mereka.

Untuk proses pengembalian, saya minta agar dilakukan pickup oleh Tokopedia, tapi sehari kemudian tidak juga dijemput. Akhirnya sama toko saya diarahkan untuk drop off ke J&T terdekat. Saya jadi makin jengkel. Udah kalian yang salah kirim, orang pula disuruh repot-repot bawa paket balik ke kurir.

Pasalnya, tempat drop-off kurir itu gak gampang dicari. Biasanya tempatnya nyempil, gak ada plang, dan gak bisa parkir. Saya sudah tanya juga ke mas kurir langganan J&T yang biasa antar paket ke rumah, dia udah kasih ancer-ancer tetap gak ketemu. Jadinya pergi ke tempat yang jauh karena tetap barang retur itu harus drop off. Sudah jelas rating toko akan saya kasih 3.

Ikutan kumpul-kumpul motret tapi gak ada foto yang layak

Lama juga gak manasin kamera, jadi akhir bulan lalu saya pergi ketemu teman motret, Leo di LRT Velodrome. Ceritanya LRT Jakarta lagi bikin event kontes fotografi bareng komunitas-komunitas di Jakarta. Saya pikir ya sudahlah sudah lama juga gak motret, akhirnya janjian di sana.

Naik LRT sama rasanya seperti MRT. Kemarin saya parkir di Mall Kelapa Gading 1, karena sekalian antar Vay yang ada acara sama teman-temannya di Monsieur Spoon. Asli gampang banget. MS ada di depan pintu masuk lobby, dan sebelah parkir outdoor itu sudah stasiun LRT. Dari situ saya langsung ke St. Velodrome tempat acara.

tehsusucom naik lrt

Btw, saking lamanya gak main ke Kelapa Gading, saya bingung saat cari MKG 1. Lho kok begini, lho ini di mana, oalahhh ini kan lobby yang biasa keluar, dst. Norak, padahal dulu mainannya MKG terus. Sejak ada KoKas baru malas ke Kelapa Gading karena macetnya luar biasa.

Sampai di Velodrome kecepetan, tapi gak apa-apa. Begitu registrasi dikasih snack dan saya menunggu teman saya Leo datang. Eh begitu dia datang, ternyata kami beda grup. Saya di grup orange, dia di grup hitam.

Di grup orange gak ada yang saya kenal. Ya gak masalah, yang penting bisa motret. Tapi karena ini namanya juga kontes foto, jadi motretnya juga rebutan. Modelnya bingung mau lihat ke mana saking banyaknya kamera di depan mereka. Dan saya bingung mau motret apa dengan begitu banyak kepala hahah. Baru aja mau setting flash, panitia udah suruh pindah tempat. Hmph. LEMES.

blog tehsusu.com

Saya sering ikut acara foto begini. Biasanya penyelenggara tetap kasih waktu untuk dapat bergantian, misal di grup itu ada 30 orang, jadi 10-10 dulu, lalu yang pakai ponsel dikasih waktu juga duluan untuk motret, kalau gak begitu ya mereka kalah sama yang pakai lensa termos.

Jadi sebelum pindah spot, semua sudah kebagian. Panitia yang ini memang orang LRT sepertinya, dan mereka mungkin tidak peduli juga. Biarin aja pada ramai, seru gitu. Tujuan mereka sebenarnya ingin dapat konten foto LRT sebanyak-banyaknya di Instagram, tapi sampai seminggu setelah acara saya lihat yang submit lomba tetap sedikit, padahal yang ikut banyak banget. Disimpan sendiri kali ya fotonya.

Akhirnya saya putuskan balik duluan sekitar jam 4 sore. Padahal itu masih di sesi pertama dengan model pertama. Tapi saya juga harus jemput Vay, dia sudah selesai. Biasalah kalau bikin acara begini, selalu ngaret. Di undangan katanya jam 1 pas, tapi ngaret ke jam 2 untuk mulai dengan narasumber, dan baru jam 3 kita bagi-bagi grup.

Sharing is Caring
  • 1
    Share

by

About Zizy An emotional mother of one daughter who likes to share her life journey. Passionate in travel, photography, and digital content. Drop your email to hello@tehsusu.com to collaborate.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *