“Bila seorang wanita hamil mendapat cuti untuk melahirkan, sebenarnya itu hak siapa? Cuti hamil dan melahirkan bukanlah hak ibu, tapi itu adalah HAK si anak.†Demikian kata dr. Ali Sungkar, SpOG.
“Sebenarnya, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur lengkap tentang hak para wanita pekerja, “ kata Wanda Hamidah, anggota DPRD DKI. “Cuma memang banyak yang belum tahu. Karena itu, setiap ibu dan wanita pekerja wajib tahu tentang Undang-Undang ini.â€
Selasa malam 10 Mei kemarin, saya hadir di Rumah Langsat, bersama banyak netizen untuk berdiskusi dengan santai dan hangat seputar Kebutuhan Wanita Bekerja. Pembicaranya selain dr. Ali Sungkar, SpOG, Wanda Hamidah, juga ada Sophia Hage dari Gerakan @selamatkanibu.
Ini adalah Obrolan Langsat pertama saya, dan saya harus akui bahwa diskusi malam itu memang menarik sekali. Wanita bekerja. Apa saja sih kebutuhannya. Dan kenapa harus diatur dalam Undang-Undang?
Dewasa ini, wanita dengan peran ganda : bekerja dan mengurus anak, adalah hal yang lazim ditemukan. Wanita bekerja untuk apa, untuk siapa? Ada beberapa alasan utamanya, mulai dari membantu menopang keuangan keluarga, bentuk aktualisasi diri, bersosialisasi, juga untuk mandiri secara finansial. Dengan peran ganda itu, jelas dong kebutuhan wanita bekerja berbeda dengan pria. Karena itulah dibikin peraturannya, agar kebutuhan-kebutuhan itu bisa dipenuhi dan difasilitasi untuk mendukung wanita dalam bekerja. Memfasilitasi hak-hak pekerja wanita pada dasarnya adalah bentuk investasi lho, investasi untuk anak-anak kita, generasi masa depan bangsa.
Banyak hal yang terungkap dalam Obrolan Langsat kemarin. Salah satunya adalah, tidak semua wanita bekerja tahu dan sadar bahwa UU Ketenagakerjaan telah mengatur hak tenaga kerja wanita. Kemudian fakta lain adalah bahwa ternyata para prakteknya, masih banyak perusahaaan yang semena-mena terhadap karyawan perempuan mereka. Contohnya, ada wanita pekerja outsource yang dipaksa mengundurkan diri karena hamil tua. Perusahaan merasa rugi bila harus membayar gaji full 3 bulan selama karyawati harus cuti. Jangankan yang lagi hamil, bahkan banyak perusahaan yang mensyaratkan calon pegawai wanita tidak boleh berstatus menikah saat melamar. Sebenarnya bila perusahaan telah melanggar hak Anda seperti diatur pada UU Ketenagakerjaan, Anda bisa melaporkannya ke Komnas HAM, LBH APIK, Komnas Perempuan dan Komnas Perlindungan Anak.
Berikut adalah isi UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur hak seorang wanita pekerja.
Pasal 81
1. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
Pasal 82
1. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
2. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Pasal 83
1. Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
Selain itu juga ada diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Menteri Kesehatan (Menkes) No 48/menpp/xii/2008, No per.27/men/xii/2008, No.1177/menkes/pb/xii/2008 tentang peningkatan pemberian air susu ibu selama waktu kerja di tempat kerja. Dengan adanya SKB ini, perusahaan diwajibkan menyediakan Ruang Laktasi di tempat kerja, agar ibu bisa menyusui anaknya pada waktu-waktu tertentu, dan/atau dapat memerah ASI untuk anaknya di rumah.
PT Sari Husada, adalah salah satu perusahaan yang sangat memperhatikan hak-hak wanita pekerja. Untuk memfasilitasi kebutuhan pegawai wanitanya, Sari Husada menyediakan Ruang Laktasi, kulkas untuk menyimpan ASI perah, juga ada layanan kurir untuk mengantar ASIÂ hari itu juga ke rumah karyawan. Kurir ASI gitu loh, kayaknya saya baru sekali ini mendengar ada perusahaan yang benar-benar total memperhatikan kebutuhan wanita. Bukan itu saja, Sari Husada juga memberikan cuti selama empat bulan untuk karyawannya yang melahirkan. *duh, jadi ngiri…
Memang tak semua perusahaan bisa memfasilitasi kebutuhan wanita bekerja dengan selengkap-lengkapnya. Semampunya saja asalkan memadai sudah cukup kok. Misalnya perusahaan hanya sanggup menyediakan ruangan kecil untuk memerah, itu juga sudah cukup, asalkan ada kursi yang cukup empuk, meja, dan kalau bisa sediakan juga kulkas kecil untuk menyimpan ASI. Perusahaan harus aware bahwa kesehatan fisik dan psikologis karyawan juga harus diperhatikan. Bila hati si ibu senang, bukankah lantas kerjanya pun semakin bersemangat dan produktifitas meningkat? Coba lihat wajah-wajah pekerja wanita di kantor Anda saat mereka telah selesai memerah ASI untuk anaknya? Pasti berseri-seri kan? Kalau wajahnya bersungut-sungut, biasanya karena sudah tiba waktunya memerah tapi bos seperti tidak pengertian, masih saja kasih kerjaan banyak.
Sementara untuk para ibu yang bekerja sambil menyusui, perlengkapan perang juga harus lengkap. Seperti botol-botol untuk menyimpan ASI harus cukup, kemudian handuk kecil atau tisu basah, dan jangan lupa bawa ice pack sendiri. Kalau di kantor mati lampu atau misalnya kulkas sudah penuh dan Anda tidak kebagian tempat, Anda masih punya ice pack untuk melindungi ASI selama beberapa jam sebelum pulang. Dan yang terpenting tentu saja, membagi waktu dengan baik agar tidak mengurangi produktifitas di tempat kerja.
Syukurlah, kantor tempat saya bekerja juga ini termasuk perusahaan yang sangat memperhatikan hak-hak karyawatinya. Untuk cuti haid, kami para karyawati berhak atas jatah cuti haid 2 hari bila memang sudah terasa sangat sakit dan tidak bisa konsen bila melanjutkan bekerja. Saya termasuk yang sering mengambil cuti haid sehari, bila sudah terasa luar biasa sakitnya sampai susah jalan. Tapi bila masih sanggup bekerja, saya tetap memaksa ke kantor. Bekerja itu kan sama dengan ibadah, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, tidak boleh curang.
Lalu untuk cuti melahirkan, pekerja wanita juga diberikan hak cuti sesuai pasal 82, yaitu 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Sebenarnya, seperti kata dr. Ali Sungkar SpOG, yang tahu kapan saatnya untuk beristirahat adalah si calon ibu, jadi sebenarnya bila si wanita pekerja belum merasa perlu mengambil cuti terlalu cepat, dia masih bisa bekerja. Bahkan kata pak dokter, tiga hari mau lahiran juga boleh saja dia baru cuti hari ini, misalnya. Akan tetapi, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, perusahaan kami tetap mengharuskan karyawati untuk mengambil cuti selambatnya tiga minggu sebelum melahirkan, agar bisa mempersiapkan diri menanti kelahiran.
Untuk fasilitas Nursery Room, juga sudah ada. Memang tidak di setiap lantai ada, hanya ada satu ruangan saja untuk meng-cover seluruh lantai, tapi lumayan luas dan nyamanlah. Kulkas penyimpanan ASI juga ada, hanya memang belum seperti Sari Husada yang sudah menyediakan kurir ASI.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah, masih kurangnya fasilitas Nursery Room di area publik. Mungkin untuk mall-mall besar di Jakarta sudah sangat aware akan kebutuhan wanita. Di situ pegunjung wanita bisa leluasa menyusui bayinya di nursery room, dan mereka para wanita bekerja yang mungkin harus bertemu klien di tempat tersebut juga bisa memerah di dalamnya. Tak perlu malu menenteng tas ASI ke mall, karena sekarang masyarakat sudah mulai terbiasa dengan pemandangan wanita bekerja yang menenteng tas ASI kemana-mana. 🙂
Tapi untuk mall-mall kecil atau layanan publik seperti stasiun, terminal, atau tempat transit di tengah perjalanan, jarang sekali ada nursery room. Luar biasa ya, padahal smoking room di mana-mana ada, tapi menemukan nursery room itu susahnya setengah mati. Bagaimana nasib para wanita yang bekerja seharian di stasiun atau di SPBU transit misalnya tanpa adanya fasilitas yang memadai untuk mereka? Bersyukurlah bila punya Serikat Pekerja yang bisa jadi wadah untuk menyuarakan kebutuhan pegawainya, tapi kalau tidak ada? Mungkin mereka memilih untuk diam saja, biar pekerjaan aman. Ah..!
Kepedulian akan hak dan kebutuhan wanita bekerja ini harus benar-benar jadi perhatian semua orang. Jangan sepele dengan hal ini. Ingatlah bahwa kesehatan ibu adalah investasi bangsa. For your information, Indonesia masih menempati posisi pertama dalam angka kematian ibu tertinggi di Asia, lho!
Jadi, hai hai para wanita bekerja, single ataupun yang sudah berkeluarga, ingat bahwa kebutuhan kita sebagai pekerja wanita diatur lengkap di UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mintalah hak itu pada kantor Anda, tak perlu sungkan atau takut, karena memang sudah diatur jelas di dalam Undang-Undang dan SKB 3 Menteri seperti yang sudah diuraikan di atas. Intinya adalah, perusahaan wajib memfasilitasi kebutuhan tenaga kerja wanita. Mari kita gunakan hak kita dengan sebaik-baiknya agar tetap bisa menjalankan peran ganda itu dengan baik : sebagai wanita bekerja dan sebagai ibu.
Pemerintah sendiri malah kurang mematuhi UU itu, Bu. Pegawai perempuan yang haid, misalnya, tidak bisa tidak masuk kerja. Kemudian ruang memerah ASI semacam itu, tidak terlalu diperhatikan.
Kalau di tempat saya toiletlah yang dijadikan sebagai tempat memerah ASI.
Tidak ada juga cuti untuk menemani melahirkan bagi yang laki-laki, ya? Apalagi cuti menghamili (ngumpet)
😀
Kalau karyawan swasta, kiblat uu ketenagakerjaannya adalah UU No. 13 Tahun 2003. Kalau PNS, kiblat uu ketenagakerjaannya adalah UU No. 8 Tahun 1974 jo. UU No. 43 Tahun 1999. Yah, memang sih beberapa pasal dalam UU No. 13 Tahun 2003 digunakan dalam pengaturan PNS, tapi hanya secara parsial karena patokan utamanya adalah UU No. 8 Tahun 1974 jo. UU No. 43 Tahun 1999. Walaupun secara doktrin (dan pasal 1 UU No. 13 Tahun 2003), PNS dan karyawan swasta adalah buruh tapi tetap saja di Indonesia terdapat perbedaan secara tegas tentang perangkat peraturannya. Jadi wajar saja ketika pemerintah terkesan melanggar peraturan perburuhan 😀
di PIM juga ada nursery room
barangkali masih ada saja kantor yang beranggapan bahwa menyediakan fasilitas spt itu tidak/kurang penting. mungkin karena sedikit karyawan wanitanya, mungkin karena sudah banyak menopause… hehe. tapi aku pikir memang itu seharusnya disediakan. kalau generasi mendatang lebih baik, bangsa ini juga akan lebih maju. 🙂
Hahahaa… ya mungkin juga ya kalau karyawan wanitanya tidak banyak jd dianggap kurang perlu. Tapi kan ada regenerasi, yang tua itu pasti akan digantikan dengan yang muda juga. Jadi harus disediakan juga…
yup, wanita bekerja memang dilindungi UU. Tapi tidak wanita freelancer 😀 dan aku adalah freelancer, sehingga harus berpikir sendiri maunya bagaimana. Untung di Jepang ada penitipan semacam PlayGroup yang menerima bayi dari usia 50 hari. Dan aku dengan sangat terpaksa meninggalkan Riku pada usia 6 bulan di penitipan itu. Kenapa tidak lepas saja kerjanya? Di Jepang bagi freelancer, begitu lepas kerja biasanya tidak bisa kembali lagi 🙂
Sulit memang kedudukan wanita, tapi demi anak apapun akan dilakukan bukan?
EM
Betul Mbak EM, apapun demi anak kita lakukan. Dulu aku juga ingin menitipkan Vay di Daycare, karena kalau di Daycare aku bisa awasi via cctv di internet, tapi ternyata Daycare nya itu jauh juga dari kantor.
Mbak EM kan superwoman, as a freelancer tapi luar biasa… 🙂
Aku pernah nulis tentang nursery room tahun lalu di blogku. Di Bandung sudah ada nursery room khusus di Bandung Supermal. Mal Paris van Java dan Cihampelas Walk masih menyediakan nursery room jadi satu dengan toilet perempuan, tapi aku menilai ini sudah merupakan kemajuan. Aku masih menyensus mal-mal di Surabaya yang menyediakan nursery room.
Jangankan di tempat umum, rumah sakit yang notabenenya mengurus kesehatan ibu dan anak saja masih ragu-ragu menyediakan kebutuhan dokter/perawat/pegawai wanitanya untuk menyusui. Di tempatku sekolah, dokternya terpaksa meninggalkan bayi-bayi mereka di rumah, sehingga mereka menyewa ojek ASI buat nganterin perahan susu mereka. Di rumah sakit tempatku kerja dulu, para perawat menata setiap unit untuk merancang kamar kecil seadanya yang difungsikan sebagai tempat penitipan bayi. Para pegawai yang tidak tahan, terpaksa ambil cuti yang cukup panjang untuk menyusui anak mereka sampai enam bulan, sebagian bahkan minta berhenti.
Aku belum hamil, tapi aku masih bertanya-tanya bagaimana aku akan menyusui anakku nanti. Mudah-mudahan posisiku di kantor nanti sudah cukup kuat untuk ambil cuti melahirkan yang cukup lama. Di Australia, ibu boleh ambil cuti menyusui sampai sembilan bulan, karena organisasi feminisnya cukup kuat. Bahkan, di Norwegia, ibu boleh cuti melahirkan sampai setahun. Pantas kan kalau di negara-negara itu, angka kejadian kesakitan balita sangat rendah?
Ya betul Vick, dalam diskusi kemarin juga kita saling membandingkan antara luar negeri dgn Indonesia. Kalau di luar ada parental leave, di sini? Jelas gak ada.
Mudah2an nanti kalau dikau mulai hamil, bisa usulkan untuk bikin nursey room yang nyaman, agar sewaktu-waktu bisa bawa anak ke kantor…
Indosiar nggak ada nursery room 🙁 dulu, waktu memerah ASI, kalau nggak di ruangan sholat perempuan, ya di toilet, padahal kantornya multinasional ya.
Wah kok bisa begitu kak? Perusahaan besar padahal.
di kantorku gak ada nursery room…
pengen deh,,,cuti melahirkan itu lebih dari 3 bulan…
Diusulkan ya mbak, kan sebentar lagi mau lahiran, jadi akan butuh ruangan nyaman untuk melamunkan anak sambil memerah hehe…