Terinspirasi dari tulisan Mbak EM di sini tentang ngorok, saya juga ingin berbagi pengalaman tentang yang namanya mendengkur atau ngorok.
Di keluarga kami, salah satu yang suka mendengkur saat tidur adalah papi saya. Mungkin karena papi gemuk jadi sedikit mendengkur kalau tidur. Tapi dengkurannya halus sekali, seperti bukan ngorok sih. Lumrah kali ya kalau pria tidurnya mengorok, apalagi kalau kecapaian. Ayahnya Vay juga sesekali mendengkur tidurnya kalau sudah sangat lelah. Si kecil Vay sendiri kadang juga tidurnya pakai ngorok kalau sudah kelelahan habis pergi seharian. Kalau saya tidak mendengkur (tapi pernah juga waktu baru-baru lahiran, karena kecapekan jadi ngorok), dan sangat gampang terbangun oleh suara dengkuran yang keras. Jadi kalau malam-malam dengar suara dengkuran, saya akan melirik dulu dengkuran siapa itu, Vay atau ayahnya. 😀
Tapi ada satu lagi, yaitu Tante Cie (kakaknya mami) yang kalau tidur pasti mendengkur. Dengkurannya itu keras sekali, bahkan biarpun pintu kamar tertutup rapat, dengkuran itu terdengar juga keluar. Namun kerasnya dengkuran itu bukan tanpa sebab. Dulu sekali waktu saya masih anak-anak, tante kami ini menjalani operasi pengangkatan kelenjar tiroid di leher. Dampak dari operasi itu menyebabkan gangguan pada pita suara, sehingga suara tante serak dan parau kalau berbicara, dan sejak itulah kalau tidur jadi mendengkur. Untunglah tidurnya sendiri, karena memang gak ada suaminya. Suami tante saya ini si Om Bob, yang memilih stay di Biak saja waktu kami pindah ke Medan.
Sekitar sepuluh tahun lalu, tante kami mengalami gangguan cukup kronis di tenggorokan sampai harus dirawat di ICU selama hampir sebulan. Saat dirawat itu, karena mengalami kesulitan mengeluarkan cairan di dada dan juga kesulitan bernafas, dokter pun melakukan tindakan tracheotomy, yaitu membuat lubang di leher. Sehari beberapa kali harus dibersihkan dan mengganti kain kasa. Ah, syukurlah tante kami kuat dan pantang menyerah. Tak pernah beliau mengeluh atau menyesali nasibnya.
Sekarang ini, sebenarnya dokter sudah mengizinkan lubang itu ditutup, tapi tante belum mau. Mungkin masih ragu ya. Ya sudah, dibiarkan juga tidak apa-apa, dengan konsekuensi tentu saja harus ditutup selalu dengan kain kasa atau sapu tangan. Nah, adanya lubang di leher itu juga berpengaruh terhadap aktivitas mendengkur tante. Sekarang kalau mendengkur, semakin kuat terdengar. Pernah sekali itu, tante sedang liburan di rumah kami dan tidur siang di kamar tamu. Tak lama terdengar suara dengkuran yang keras dari balik pintu kamar. Vay yang sedang makan siang terkejut, lalu bertanya ke saya, “Itu suara apa, Mami?†dan saya bilang, “Itu Oma Cie lagi bobok, Vay jangan ribut ya…†lalu saya buka pintu kamar dan saya bawa Vay ke dalam untuk melihat Oma Cie tidur. Saat Oma-nya mendengkur lagi, Vay bertanya dengan rasa penasaran, “Omanya kenapa?†Oh iya, saya lupa. Tante juga mengalami sedikit gangguan pendengaran sejak beliau kecil, jadi kalau ingin bicara dengan tante harus bicara agak kuat. Itulah sebabnya kenapa pintu kamarnya tidak dikunci, sebab saya melarangnya mengunci pintu. Takut ada apa-apa dan tante tidak dengar. Soalnya kalau dikunci, digedor gimanapun juga tante tidak akan terbangun. Mungkin karena suara gedoran pintu bersaing ya dengan suara ngoroknya tante.
Kalau kami sudah pergi liburan, misalnya nginap di hotel, nah dulu nih waktu saya masih belum merit, saya yang sering sekamar dengan tante saya. Duh tak bisa tidur tentu saja, karena dengkurannya itu keras bukan main. Biasanya semalaman saya tak bisa tidur nyenyak.
Minggu lalu seorang saudara sepupu datang menginap di rumah. Kebetulan dia sedang dalam perjalanan pulang dinas dari Padang ke Manokwari, dan ingin singgah sebentar di Jakarta menghabiskan libur tanggalan merah.
Kebetulan di rumah kami juga sedang ada si tante, doi sudah dua bulan main ke Jakarta. Karena kami hanya punya satu kamar tamu, maka saya sudah bilang ke sepupu saya bahwa dia akan sekamar dengan Tante Cie. Saya bilang tante kalau tidur mendengkur, mudah-mudahan kuat ya.
Malam pertama berlalu. Saya pun lupa bertanya bagaimana dengan tidur malamnya karena kami sudah sibuk mengejar waktu mau jalan ke mall. Malam kedua lewat. Sorenya saya menjemput sepupu saya yang sempetin belanja dulu ke ITC Cempaka Mas sebelum berangkat malamnya, dan di dalam mobil barulah dia bercerita.
Katanya, “Tadi malam tu, baru sa dengar Tante Cie ngorok. Mungkin karena kemarin malam sa terlalu cape jadi tidak pusing deng suara-suara to, jadi sa tidur saja. Tapi tadi malam itu, sa tra bisa tidur, tante pu ngorok kuat sekali.†Hahaha….. akhirnya kena juga ya.
Di keluarga saya yang sering mendengkur adalah kakak saya. Tidurnya gampoang banget. Sambil duduk aja bisa tidur.
jadi sudah gak kaget ketika yang lain pada ngobrol seru tiba-tiba terdengar suara dengkuran.
kadang-kadang mendengkur mengganggu ya. Aku pernah lihat di tv kalau ga salah di Oprah deh.suami istri terpaksa pisah kamar tidurnya karena dengkuran ini.
suamiku juga kadang-kadang mendengkur, biasnaya aku senggol aja supaya berhenti.
Mendengkur ? … mungkin saya ya … terutama saat capek baru pulang dari bepergian atau mengajar dari luar kota …
Namun setau saya … saya tidak Ngorok keras …
katanya sih cuma … krrrr … krrrr … gituh … hahaha
salam saya Zee
Semua anggota d kluarga sya yg lki2 doyan mndengkur kcuali saya…
Heheheh…
Jujur aku juga suka ‘ngorok tidurnya … ya persis kalau kecapekaan, enaknya tidur pasti pulesssss … hehehe
btw … rasa2nya tidurku mendengkur sesudah menjalani operasi hernia … (hehehe – buka aib jadinya) 😛
di keluarga saya hanya bapak saya yg mendengkur kalau tidur,,,
kalau menurut kesehtan sebenarnya gimana sih?? 😀
hehehe dengkuran memang harus terbiasa. Kalau terbiasa ya dengkuran bisa sebagai “musik”. Sayangnya di keluargaku hampir tidak ada yang tidur mendengkur, jadi kami tidak terbiasa.
Daripada tidak bisa tidur, saya lebih baik disuruh tidur di sofa aja 😀
(ssst dengkuran yang dari bukan orang ngga ada kan hihihi)
EM