[soliloquy id=”7318″]
Waktu menunjukkan pukul lima sore ketika kami bergerak dari rumah Opung Vay di Siantar, untuk pulang ke Medan. Bisa dikatakan hari itu adalah hari rekreasi yang singkat tapi padat, karena sehabis dari Danau Toba, sebelum pulang ke Medan, saya berencana ngopi dulu pastinya.
Sebelumnya kami sudah masuk ke Jalan Cipto, ingin ke kedai kopi satu lagi, si Kok Tong yang merupakan kedai kopi tertua di Siantar, eh ternyata kedainya tutup. Mungkin ikutan libur lebaran. Akhirnya dari situ langsung melipir ke satu lagi warung kopi favorit di kota Siantar, kedai kopi Sedap, yang berada di Jalan Sutomo, Siantar. Kedai kopi yang satu ini juga tak kalah tua dibanding yang pertama tadi. Berdiri sejak 1939, di tengah deretan ruko-ruko di utama Siantar itu, kedai ini beda penampilan dibanding warung kopi kece yang sering saya sambangi. Ini benar-benar kedai kopi, gelap, cukup sempit, tapi actually sangat homey. Meja dan kursi besar – kayak rumah makan. Jualannya juga macam-macam, dari roti, biskuit, hingga rokok. Khas kedailah.
Pertama kali ke warung kopi ini saat Vay masih umur setahun lebih. Kedai kopi ini tak pernah sepi kalau saya datang atau sekadar lewat di depannya. Isinya mulai dari bapak-bapak, hingga keluarga yang menikmati hangatnya kopi atau teh dengan sepiring roti bakar srikaya.
Sore itu pun, kedai kopi ini ramai sekali. Tak perlu basa-basi tanya ada meja atau tidak, langsung saja masuk dan lihat ada tempat gak. Untung ada satu meja yang kosong, cukup untuk kami. Langsung saja duduk. Ada beberapa keluarga yang sedang ngopi juga di situ.
Saya memesan tiga piring roti srikaya bakar untuk kami semua, lalu segelas teh manis panas buat ponakan, Sasha. Lalu kopi susu dan kopi hitam tanpa gula, keduanya buat saya, hahah. Yoi, harus dicoba keduanya dong, tujuannya biar tahu rasa kopi saat manis, dan rasa aslinya tanpa gula itu seperti apa. Biar lidah ini bisa mengenali macam-macam kopi. Untuk kopi susu disajikan dengan gelas bening, tentu tujuannya agar susunya kelihatan. Lalu kalau kopi hitam, disajikan di cangkir vintage. Kelihatannya sudah tua sekali itu cangkirnya. Vay, tidak pesan minum apa-apa. Dia air putih udah paling top.
Roti bakar srikaya adalah andalan kedai kopi Sedap ini. Saya lihat si aci-nya sampai bolak-balik bawa roti besar untuk dikupas, dipotong, lalu diserahkan ke salah satu lelaki di situ untuk dibakar. Semua aktivitas bikin kopi dan membakar roti dilakukan di depan, jadi pelanggan bisa melihat langsung prosesnya.
Cara mereka menyajikan juga selalu panas-panas. Dan teh atau kopi itu biasanya diseruput dari tatakan, which is yang tidak biasa akan kesulitan. Kasihan keponakan saya, tentu saja belum terbiasa dengan gaya seruput ala bapak-bapak, jadi tak bisa menghabiskan teh dengan cepat. Katanya terlalu panas!
Untuk pesanan kami kemarin, saya membayar Rp74.000. Lumayan kan untuk ngopi sore dengan suasana ala kedai kopi rumahan. Gerimis menyambut kami ketika kami keluar dari situ. Sudah pukul enam lewat. Saatnya melanjutkan perjalanan kembali ke Medan.
Ingin main ke Siantar? Ajak saya! ^^)
alah makkk… kopi susu dan roti bakar selai srikayanya itu lho.. 🙂
cek buku tabungan belum cukup untuk meluncur ke warkop siantar.
semoga bisa kesana bulan depan..
Tulisannya ringan, enak dibaca.. mungkin sama enaknya seperti roti srikaya yang ada di foto..hehe
dulu kalo k siantar kita slalu makan roti ganda…tp gara2 wkt itu msk koran bahwa roti ganda trnyata pakai krim yg mengandung babi, kita g prnh lg mampir di siantar tiap kali k sibolga… tp kalo kedai sedap ini blm prnh sih mba,,, abisnya suami jg ga minum kopi.. akupun udh stop lama :D…
Aih Mbak, lihat kopinya jadi ngiler nih. Apalagi ditambah dgn roti bakar srikaya, mantap benar…
Saya pencinta kopi, tiada hari yg saya lewatkan tanpa beberapa gelas kopi saya nikmati.
Salam,
Jadi inget waktu kecil dirumah pasti bapak bapak minum kopinya dari tatakan. Dulu aku mikirnya kalau minum kopi ya harus gitu dicurahkan dulu ketatakannya 😆
melihat lelehan srikaya hmmmm yummy mbak