Selama beberapa tahun terakhir, setiap kali mudik ke Medan, tidak pernah lanjut ke Pematang Siantar. Setiap lebaran, Opung Vay yang selama ini lebih banyak menghabiskan aktivitasnya di rumahnya di Siantar, turun ke Medan. Kita kumpul semua di Medan, sampai saya dan Vay kembali ke Jakarta, barulah si Opung balik ke Siantar lagi.
Padahal saya rindu juga kan ingin melihat Danau Toba, terakhir ke sana itu waktu Vay masih kecil sekali, sekitar empat atau lima tahun lalulah. Danau Toba yang berada di Parapat sebenarnya bisa ditempuh sekitar 3-4 jam dari Medan, atau 1 jam kalau dari Siantar. Tahun-tahun lalu sepertinya saya selalu full agenda main sana-sini, jadi impian ke Danau Toba dikesampingkan dulu. Sok iye banget, ya!
Tapi tahun ini saya sudah meniatkan diri, pokoknya harus ke Danau Toba. Biar Vay tahulah, kalau danau terbesar itu ada di kampung opungnya.
Hari lebaran ke dua, kami bergerak lepas subuh menyetir langsung tujuan ke Parapat. Opung, Oma, dan keluarga abang tidak ikut, toh bisa anytime juga kan. Markas di Medan soalnya.
Perkiraan bahwa akan macet ternyata tidak terbukti. Sepertinya belum banyak yang bergerak ke Danau Toba di hari raya kedua, jadi lalu lintas relatif lancar.
Saya sudah deg-degan tak sabar saat mobil kami memasuki kawasan hutan berkelok menuju Danau Toba. Mana dia, mana dia…. dan ketika sembulan pepohonan menghilang dan terpampang di depan mata, hamparan luasnya danau dengan kapal-kapal feri di bawah sana, dengan tak sabar saya membangunkan Vay. “Vay, itu dia Danau Toba sudah kelihatan!”
Untuk turun ke danau sebenarnya bisa dari mana saja, ada banyak dermaga juga hotel atau penginapan yang berhadapan langsung ke danau. Kami memilih masuk dari Inna Hotel, yang berada pas di tengah-tengah kota, dekat juga dengan pasar. Jadi kalau butuh apa-apa, tinggal ke pasar.
Vay dan Sasha, keponakan saya, tak sabar menuruni anak tangga hingga ke bawah. Sasha berusaha membongkar memori Vay saat dulu ke sini, dengan menunjukkan patung singa di taman. Tapi Vay sudah lupa sepertinya.
Parapat, adalah kota yang sangat terik. Ke sini itu wajib pakai kacamata, topi, dan bawa payung juga. Karena saya pikir paling anak-anak maksimal hanya akan main bebek-bebekan atau makan di tepi danau, saya tidak membawa baju renang dan lotion SPF. Gak kepikir kalau anak-anak ternyata pengen berenang beneran di danau. Pergi ke toko-toko aksesoris di depan, gak ada yang jual lotion SPF juga. Kita beli sepasang baju bertuliskan Lake Toba gitu, untuk Vay pakai berenang.
Ya sudah, akhirnya jadi juga mereka berenang di danau, tanpa lotion. Mau dilarang Vay pasti ngamuk. Saya mengawasi saja dari tepi, berlindung di bawah pohon karena udara luar biasa panasnyaaaaaaa! Membakar kulit. Vay beberapa kali harus diingatkan karena dia asyik mendayung-dayung bannya ke tengah. Memang sih di sebelah sana juga masih ada orang lain yang berenang, tapi serem aja gitu. Sekitar sepuluh meter jarak dari tepi tidak dalam karena oleh hotel sudah ditimbun oleh pasir. Perimeter jarak sudah dibuat juga oleh pihak hotel, jadi dilarang melewati perimeter, karena di luar itu kedalaman bisa langsung lima tujuh meter. Ngeri!
Sekadar cerita, sekitar sepuluh-sebelas tahun yang lalu, saat kami sekeluarga berlibur di Inna juga, kira-kira dua meter dari perimeter sebelah kanan hotel ada kejadian. Saya sedang duduk-duduk di rumah-rumahan di taman dekat dari pinggiran danau sambil menonton abang sepupu saya yang sedang bermain jet ski. Posisinya memang berada di sisi kanan hotel, agak di ujung. Tempat favorit saya nongkrong, karena di situ tidak ada boat atau sepeda air yang parkir. Tak lama, terlihat sebuah kapal feri yang mengangkut rombongan taruna yang baru kembali dari Tomok, Samosir mendekat dan hendak merapat ke dermaga, yang berada di samping kanan hotel. Dermaga tak terlihat dari tempat saya duduk, karena tertutup tembok hotel yang tinggi. Kapal feri itu hanya dua meter lewat di samping perimeter hotel, dan sudah dekat ke tepian juga. Dan seorang taruna melompat dari kapal, ingin berenang ke tepi. Innalillahi, saat dia melompat, dia malah tidak keluar lagi. Saya tak melihat saat dia melompat, tapi abang saya yang lihat karena jeskinya melintas di sekitar situ. Sampai sore, tempat yang tadi saya duduki jadi ramai oleh para taruna yang ikutan duduk menunggu team SAR mencari teman mereka. Kasihan. Setelah tiga hari, baru jenazahnya bisa ditemukan. Dan di tempat itu juga. Padahal sebelum-sebelumnya tidak ketemu. Ya, begitulah ceritanya.
Setelah puas main air, main pasir, dan menangkap ikan kecil yang mabok, anak-anak bilas dan kemudian makan siang. Saya lihat lengan Vay semuanya merah. Wah, terbakar. Dia mah dari kulitnya dah ketahuan gampang terbakar. Salah besar berenang siang bolong tanpa lotion SPF.
Tadinya masih kepengen naik boat ke Batu Gantung, di sisi sebelah lain. Batu Gantung ini adalah patahan bebatuan di tepi danau yang berbentuk seperti manusia. Ada kisah legendanya tentu saja. Ini tempat kunjungan wajib nih kalau wisatawan datang ke Danau Toba. Tapi karena Vay gak berani diajak naik kapal melintasi danau, ya sudah lain kali saja. Yang penting udah berenang, kan.
Jam tiga sore, kami bergerak kembali ke Siantar. Hujan deras mengiringi perjalanan, sehingga tak memungkinkan untuk turun memotret Danau Toba secara wide.
Tiba di Siantar, singgah ke rumah papi saya dulu. Vay dan sepupunya udah hepi banget, sudah pengen menginap saja, karena mereka juga sudah capek seharian main di danau jadi sudah kepengen langsung ketemu kasur dan televisi saja. Tapi kami memutuskan untuk langsung tembak pulang ke Medan setelah mandi sore terlebih dahulu. Maksudnya biar capeknya sekalian di Medan saja, bisa tidur-tiduran santai keesokan harinya.
Sampai di Medan jam sebelas malam! Maceeet…!
Dan sehari setelah berenang, baru Vay mengeluhkan lengannya perih karena terbakar. Aduh, susah pula cari obat akibat sunburn di Medan ini. Di rumah di Jakarta ada, tapi ya gak dibawa. Cari Century aja susah bener dapatnya di mall Medan ini. Jadi sementara kita atasi dengan lotion after sun, dan mandi air dingin. Besok baru rencana cari obatnya di apotik. Kalau tak ketemu ya cari vitamin E atau vitamin C dulu untuk dioles-olesin. Madu juga ada di rumah ini, tapi Vay ini paling tak suka badannya diolesi yang lengket-lengket begitu pula.
Tapi yah, meski rekreasinya pulang hari bikin badan capek berat, tapi lega dan puas juga karena sudah terpenuhi keinginan main ke Danau Toba lagi.
Pingback: Rindu Sini Rindu Sana | | TehSusu.Com - a special blend of an emotional mommy
Menikmati Danau Toba dari sisi Inna Hotel ini terbuka untuk umum kah Jeng ? salah satu destinasi impian adalah Toba. Vay…pinjam dream catcher nya bentar ya agar impian ke Toba terwujud. Salam
Semoga nanti bisa ke Danau TOba ya. Dingin, sejuk, pemandangan pun indah…
Baru tau saya mbak kalau di danau toba pengunjung boleh berenang. Eh tapi ngeri juga itu mengingat kedalamannya yang gak sama, untung udah ada penandanya yaa 😉
Berenang sih boleh bahkan dulu pernah ada lomba renang sampai ke pulai samosir :).
Cuma ya serem aja sih.
ohhh di sekitar hotel malah ada tempat berenangnya ya mba… aku g prnh nginep di hotel situ… kmrn k danau toba, kita cm berhenti di pinggir jalannya… kotor bgt permukaan danau -__-. tp pas ngeliatnya dari atas, baru deh kliatan cakepnya…ama kemudian ngeliat danau toba dari berastagi desa tongging, kliatan jg dr sana…kan bs diliat dari 3 kota saking gedenya ni danau… cakap bgt jg dr desa tongging ^o^
aku tuh jd penasaran segede apa ya mba letusan gunung berapinya jutaan thn lalu ampe bs segede gini danaunya
Danau Toba…ah ternyata indah banget suasana disana.
Makasih foto-fotonya Mbak, saya jadi tahu keadaan dan keindahan Danau Toba saat ini. Entah kapan saya dapat berkunjung kesana…
Salam,