Penata Rambut Cowok

Kemarin malam sepulang dari kantor saya ke sebuah salon franchise di Buaran Plaza, sebuah plaza kecil di dekat rumah. Sekitar jam tujuhan gitu, jadi pengen creambath lah ceritanya, secara sudah lama sekali gak creambath ke salon.

Saat masuk ke salon, oleh resepsionis saya diberi pekerja cowok. Masih muda, berpakaian hitam-hitam seperti yang lainnya. Dia bekerja dengan baik dan sabar, tidak buru-buru, dan juga tidak kasar.

Well, saya sebenarnya penasaran kenapa cowok-cowok ini memilih kerja di salon? I mean, mereka ini benar-benar cowok, bukan banci, and most of all kelihatannya juga hetero.

Saya tahu beberapa hairdresser di salon yang merupakan lelaki tulen, mereka sudah menikah dan punya anak. Bahkan ada yang istrinya juga kerja di salon itu. Para hairdresser ini kalau bicara juga biasa saja, tidak terlihat kemayu or heboh. Standar saja seperti lelaki. Gayanya ya mirip-miriplah sama tukang cukur di Barbershop, bedanya kalau di salon universal begini mereka tidak pegang piso cukur yang menyeramkan itu. Yang kalau di film-film barat, bisa sekaligus motong leher. Hiihh..!

Tapi keahlian mereka dalam menata rambut kok kelihatannya sedikit di atas rata-rata para hairdresser wanita ya? Entah ya kalau kalian, tapi pengalaman saya, kalau pakai hairdresser cowok, hasilnya pasti lebih bagus daripada yang cewek. Ada tuh penata rambut di salon di Medan, yang kalau nge-blow rambut doang bisa sejam, karena dia nge-blownya lembar demi lembar, sabaaar banget. Alhasil, rambut mengembang indah dan tahan lama, persis artis Hollywood :D.

Setiap salon punya penata rambut senior, yang punya tarif paling mahal. Dan lagi-lagi, pasti deh kebanyakan adalah penata rambut cowok. Kalau saya datang ke salon baru, dan saya tidak tahu harus pakai penata rambut yang mana, biasanya saya bilang saja minta yang paling bagus, lalu si resepsionis akan memanggil seorang penata rambut untuk saya. Dan cowok, tentu saja.

male hairdresser

Sebenarnya sekarang ini kan kerja apa saja sah-sah saja tidak ada urusan gender di sini, tapi memang dunia salon identik dengan dunia kecantikan yang notabene didominasi oleh pelanggan perempuan. Wajar kalau banyak orang menduga bahwa pria yang bekerja di salon kebanyakan pastilah bukan pria tulen (ingat ya, pria lho, bukan bicara bencong di sini).

Terlepas dari tujuan utama mereka bekerja di salon, apakah demi mengejar pundi-pundi yang tebal, cari jodoh (cari jodoh di salon bisa dong ya), atau cari langganan (ini buat salon plus-plus), saya merasa bahwa lelaki juga punya jiwa feminin dalam diri mereka, dan sejauh mana mereka bisa mengatasi sifat feminin itu memang tergantung individunya. Mungkin saja dengan bekerja sebagai seorang dresser (apapun itu), sifat-sifat resik dan feminin itu bisa sedikit tersalurkan tanpa mengabaikan sifat macho mereka. Saya merasa bahwa sifat feminin yang dimiliki oleh para dresser pria ini justru membuat mereka jadi lebih “perfeksionis” dibanding wanita sehingga akhirnya kemampuan mereka pun bisa setara (bahkan melebihi) para dresser perempuan.

Bener gak ya? Atau barangkali adakah seorang hairdresser pria tulen yang bisa memberitahu alasannya kenapa memilih bekerja di salon?

84 Comments

  1. kalo di deket rumah aku, penata rambut cowok khusus melayani pelanggan cowok, begitu juga sebaliknya. bahkan salon yang di tempat cewek ada pengumuman cowok dilarang masuk….jadi aku blm pernah merasakan dipotong rambut sama cowok, kalau hasilnya lebih oke boleh juga dicoba….

    kalau masalah cowok yang berkerja di salon, mungkin panggilan jiwanya disana, kebetulan dia punya keahlian dibidang itu, sebenarnya gak masalah, asal jangan kebawa2 sama temen2nya yg bencong aja heheh….

  2. Ya…mungkin ada sisi feminis dari si hairdresser itu. Sama seperti koki handal dan juru masak di RM Padang sebagian besar adalah pria. Padahal dari sudut pandang domestik, masak-memasak tuh jagonya wanita kan.

    Atau fenomena-fenomena ini menunjukkan kalau pekerjaan apapun sebenarnya tak mengenal gender. Bakatlah yang mengarahkannya untuk bekerja di bidang apa…

  3. kalo berdasarkan teori psikologi Carl Jung, seorang psikiater dari Swiss, dalam diri manusia memang terdapat 2 aspek yaitu LOGOS dan EROS, Logos itu prinsip maskulin dan ERSO itu prinsip feminin, dan mana yang akhirnya dominan adalah tergantung dari cara masing2 individu bertanggung jawab terhadap perkembangan pribadinya dan tentunya dalam pengalam-pengalaman hidupnya.
    jadi kalau dalam kasus si mas hairdresser ini, (mungkin) dia termasuk individu yang berhasil mengembangkan aspek feminin dalam dirinya tanpa harus menghilangkan aspek maskulinitasnya dia, karena pada dasarnya kemampuan dia untuk menata rambut adalah (mungkin) satu bentuk pengembangan diri si mas hairdresser ini. *komen ngaco seorang lulusan fak.hukum yang nyoba2 baca buku2 teori psikologi* hehehehehe…..

  4. kalau saya takut misalnya hairdresser itu yang kemayu, lebih nyaman kalau cowok tulen dan atau perempuan sekalian

  5. somehow, aku ngerasa hairdresser itu termasuk seniman. karena bekerja dengan estetika. jadi, wajar aja klo cowok jadi hairdresser.
    tp itu dia yang saya ndak ngerti, kok mereka kerjanya lebih telaten drpd hairdresser wanita ya? XDDD

  6. kalau aku selalu cukur di tukang cukur madura atau yang jawa barat itu… murah meriah.. ++ pijat…

  7. Saya dulu pernah dengar komentar Ria Irawan. Dia bilang, cowok itu adalah master segala pekerjaan, termasuk pekerjaan yang biasa dilakukan cewek.

    Misalnya: Cewek biasa memasak, tapi koki yang jago malah kebanyakan cowok. Begitu juga untuk urusan menata rambut, cewek biasa banget melakukannya sehari-hari, tapi ahlinya malah kebanyakan cowok.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *