Saya baru saja selesai suntik vaksin kedua kemarin. Dibandingkan dengan pengalaman pertama, saat suntik kedua ini, proses pendafatarannya berantakan sekali.
Vaksin pertama sebulan yang lalu, saya harus ambil antrian jam 6 pagi di Gedung P2KPTK2 Jakarta Timur, karena saya sudah diinfo Bu RT bahwa sehari itu kuota hanya ada 400, dan kalau jam sudah 8 pagi, kuota sudah habis. Oke, buat saya tak masalah harus dari jalur umum, yang penting cepat selesai. Kalau saya ikutan daftar melalui kantor A atau kantor B yang ditawarkan kolega saya, sama saja saya juga harus menghabiskan waktu cukup jauh datang ke lokasi dan juga harus menunggu antrian.
Tapi di Gedung P2KPTK itu termasuk teratur, sangat terorganisir. Kebetulan yang mengadakan dari TNI (dan juga masih TI sampai dengan kemarin), dan dokternya juga ramah-ramah. Suntiknya juga jago banget, sama sekali tidak sakit. Eniwei, saat saya vaksin sebulan yang lalu itu, bertepatan juga dengan Pak Panglima datang.
Kemudian vaksin kedua kemarin ini, saya sempat kecele beberapa kali.
Pertama, di kertas sertifikat vaksin pertama, infonya saya harus vaksin tanggal 27 Juli di salah satu SMP di Duren Sawit. Saya datang tanggal 27 siang, eh kok sekolahnya sepi. Kemudian saya langsung buka Google Maps, karena saya baca ada mobil vaksin di beberapa lokasi dan kita bisa langsung datang.
Ternyata, lokasi mobil vaksinnya ada di jalan kecil. Duh, keder juga, takut nyasar karena meski di Duren Sawit juga, saya jarang keliling-keliling. Ya udah, pulang aja deh. Itu kedua.
Ketiga. Selama proses pencarian lokasi vaksin, saya terus mencoba mendaftar dari aplikasi JAKI. Tapi kuota sudah full. Ok. Saya pikir ya sudah besok tanggal 28 saya mau coba lagi ke tempat lain. Saya browsing lagi dan ternyata ada berita tentang kegiatan vaksin dari Polsek Duren Sawit di SMPN27 dekat rumah mulai dari tanggal 27 Juli. Saya pikir oke besok saya ke sana.
Lalu tanggal 28 pagi saya ke SMPN27, lho kok sepi. Kata security, gak setiap hari ada. Ya ampun, jadi kenapa di media online dibilang tiap hari ada? Katanya, “Besok saja Bu.” Okelah. Tapi saya pikir sudah kadung keluar kan, saya langsung lanjut ke lokasi lain SMAN50 karena katanya ada lokasi mobil vaksin. Eh, gak ada juga. Lalu saya lanjut lagi ke Polsek Mako Tebet, karena memang saya sudah tahu kalau di sini ada. Begitu sampai jam 9, kerumunan yang mau vaksin luar biasaaaaaa…! Batal langsung. Pulang deh.
Ok. Dan kemarin, tanggal 29, pagi-pagi saya sudah ke SMPN27. Saat mendekat mau bertanya, petugas yang berjaga berkata pada semua, bahwa hari itu kuota hanya 126 dan hanya untuk siswa SMP-nya dan para pendaftar JAKI. Lho, lha wong JAKI selalu bilang tidak ada kuota kok. Dikatakan juga bagi yang mau vaksin kedua, bisa langsung di gedung P2KPTK2.
Ha? Kalau tahu di situ juga, kenapa gak ke situ saja ya dari kemarin? Itu masih jam 8 kurang, dan saya langsung meluncur ke P2KPTK. Sampai di sana, kata petugas sudah habis kuotanya, saya diminta besok saja pagi-pagi sekali datang. Oh ya sudah deh tidak apa-apa, pikir saya. At least saya kan pertama kali juga di sini.
Saat duduk di mobil sambil mikir apa saya akan turun lagi dan pura-pura lupa kalau tadi sudah nanya (siapa tahu masih ada kuota) saya iseng buka JAKI, dan eh ternyata ada kuota, di SMPN27, lokasi “Mobil Vaksin Keliling.” Langsung dong saya daftar, lalu pulang sebentar ke rumah untuk ngeprint pre-screening dan langsung ke SMPN27 lagi.
Saat mendaftar di bagian aplikasi JAKI, ibu petugas sempat mau menolak karena katanya saya ini vaksin kedua, dan mereka hanya melayani vaksin pertama. Saya bergeming, kan saya mendaftar di JAKI untuk vaksin kedua. Kalau di system ditolak, tentu saya seharusnya tidak bisa daftar. Ibunya itu cuma ingin menolak saja para pendaftar vaksin kedua, karena semua diarahkan ke gedung P2KPTK2 dengan alasan data di sana. Lalu katanya, saya boleh saja kalau vaksin tapi nanti saya tetap akan dapat tiker vaksin pertama. Whatever. Daftarkan saya. Dan akhirnya saya didaftarkan juga.
Di sini yang saya bilang tidak terorganisir. Jadi di depan itu hanya ada 2 ibu-ibu yang bertugas mencatat pendaftaran, sekaligus juga jadi tempat bertanya. Gimana gak pusing coba, mereka terus ditanyain ini itu sama masyarakat yang datang, sementara di sekitarnya ada petugas-petugas lain yang cuma nonton. Model pendaftaran juga sangat manual, memang beda sama P2KPTK2. Di sini semuanya tulis tangan, tidak dikasih nomor antrian (jadi harus harap-harap cemas nunggu nama dipanggil), lalu saat ke dokter juga print-annya tidak computerized.
Ketika nama saya dipanggil, saya lihat di kertas JAKI saya, tertulis “vaksin kedua”. Dan ketika saya tanya ke dokter di dalamnya, dokter bilang tidak ada bedanya dosis vaksin pertama dan kedua. Maka selesai sudah urusan vaksin kedua saya. Pulang dikasih kartu vaksin, yang ditulis tangan. Meskipun kali suntikannya terasa sakit, dokternya main tancap aja. Beda jauh saat saya disuntik dokter TNI yang pertama. Bahkan sebelum giliran saya, saya lihat ada bapak-bapak usia 74 tahun saat disuntik, jarumnya sampai bengkok karena belum bisa masuk. Haha waduh! Kayak Hulk yah, bapaknya.
Eniwei saat saya menunggu, di sebelah saya ada anak SMP sama ibunya yang bilang bagaimana kok gak dapat-dapat kuota. Lalu saya sarankan dia buka JAKI saat itu juga, siapa tahu masih ada kuota, kan saya juga daftarnya pagi itu juga. Ibunya sempat ragu saat melihat vaksinnya kok di “Mobil Vaksin Keliling”. Mungkin dia mengira vaksin di mobil beda kali ya sama vaksin di ruangan dengan dokter. Saya bilang udah daftar aja dulu, sebelum kuotanya habis. Memang benar sih kalau vaksin di SMPN27 ini pakai mobil vaksin keliling, tapi dokter dan petugas beroperasi bukan di dalam mobil tapi di dalam ruangan sekolah.
Alhamdulillah sudah dua kali vaksin, pakai Sinovac dan tidak ada masalah sama sekali. Ya kalau ada yang bilang Sinovac kurang oke, udahlah, nanti 6 bulan lagi juga akan booster. Yang penting sekarang kan bagaimana melindungi diri kita dan keluarga dulu.
-zd-