Tadi siang, karena partner makan siang ternyata tidak masuk kantor, saya pun pergi sendiri ke Grand Indonesia.
Pemandangan yang sering saya lihat di mall-mall saat hari Jumat tiba adalah pemandangan para perempuan yang keluar beramai-ramai untuk makan siang. Umumnya gerombolan perempuan ini paling banyak antara tiga sampai empat orang. Sementara yang hanya jalan berdua tidak terlalu banyak. Cowok-cowok pada kemana? Belum. Cowok-cowok belum banyak yang keluar karena pada jumatan, jadi sekitar jam setengah satu ke atas baru jantan-jantan itu mulai beredar juga tempat makan.
Namun yang lebih sering jadi perhatian saya adalah mereka yang makan sendiri. Dalam hal ini adalah perempuan. Perempuan yang menghabiskan waktu istirahatnya seorang diri. Makan, duduk di kafe, atau belanja di supermarket : sendirian.
Kenapa para perempuan itu sendirian? Kemana temannya? Setahu saya ada dua alasan kenapa perempuan pergi sendiri.
Alasan pertama : Karena kebetulan sedang tidak ada teman untuk menemani. Umumnya perempuan suka pergi beramai-ramai, karena bisa saling curhat, berdiskusi, termasuk juga mencaci orang lewat beramai-ramai, hihihi… Tapi selalu ada saat dimana teman tidak bisa ada untuk kita. Jadi daripada bengong sendiri di kantor, lebih baik keluar sendiri ke suatu tempat. Bisa sekalian window shopping. Syukur-syukur bisa dapat kenalan cowok buat yang masih lajang. Uhuyy….!
Alasan kedua : Karena memang suka jalan sendiri. Mereka yang suka jalan sendiri ini setahu saya model orang yang cukup tight dengan waktu. Mereka tidak tergantung pada teman, jadi bisa mengatur sendiri rencananya hari itu. Mau makan siang di resto seorang diri, atau ngopi sendirian di Starbucks, itu bukan masalah dengan dirinya.
Tapi satu persamaan dari kedua asalan di atas adalah : perempuan-perempuan ini adalah perempuan yang sangat percaya diri. Tidak takut untuk tampil di tengah publik, tidak takut untuk menunjukkan ke-aku-annya.
Tidak semua perempuan bisa begitu lho. Kalau mau jujur, banyak perempuan yang tidak pede jalan sendiri. Contohnya ada satu rekan kerja saya di kantor. Kalau mau pergi kemana-mana selalu minta ditemani temannya. Kalau temannya gak ada, dia memilih untuk tidak pergi. Atau kalaupun terpaksa, ya minta ditemani pacarnya.
Dulu sekali, suatu waktu, saya pulang dari makan siang. Lalu seorang teman bertanya ke saya, tadi makan di mana, dengan siapa? Saya bilang, makan sendiri. Lalu mukanya berubah penuh rasa kaget dan heran. “Kau kok berani ya pergi makan sendiri? Aku takut, lho.†Dan ganti saya yang heran. “Loh, kenapa harus takut? Mau makan aja kok takut?â€
Saya jadi ingat satu scene dalam salah satu episode Sex And The City. Scene dimana Carrie yang sudah capek keliling New York sendirian tanpa teman yang sedang sibuk dengan urusan masing-masing masuk ke sebuah restoran untuk lunch, dan pelayan bersikeras bahwa yang datang sendiri “harus†duduk di bar, tidak boleh di table. Table hanya tersedia untuk yang datang ramai-ramai, bukan untuk mereka yang datang sendiri. Carrie pun duduk di bar, bersebelahan dengan nenek-nenek tua yang juga single. Huhuu… kejam bo.
Mungkin, rasa takut itu aslinya adalah rasa tidak nyaman. Kalau boleh saya bilang, belum semua orang bisa ikhlas melihat perempuan tampil “seorang diri†di depan publik. Selalu ada saja tatapan itu. Tatapan menilai. Tatapan yang bilang, “Kasihan banget nih cewek, apa gak ada pacarnya atau suaminya ya?†Atau tatapan lain yang penuh penilaian. Seperti, “Ngapain coba dia nongkrong di sini sendirian?†atau “Pasti lagi nunggu Om-nya nih.†Sorry to say… tapi itu benar. Itu ungkapan yang pernah saya dengar dari teman-teman pria yang suka menilai perempuan yang duduk sendiri di kafe.
Yeah memang sih “tatapan†itu tidak terucapkan, tapi orang kan bisa ngerasa. Ada tatapan-tatapan penasaran, dan sekuat apapun perempuan, rasa tidak nyaman itu bisa bikin dia enggan untuk datang ke tempat itu lagi. Akhirnya memilih untuk beli makanan take away untuk dinikmati di kantor atau di rumah daripada makan di tempat.
Siang tadi, waktu mengantri di Burger King, di depan saya mengantri seorang cewek kantoran berpakaian batik. Dia juga sendirian, sama seperti saya. Saya lihat dia memasang mata — kebiasaan yang pasti dilakukan oleh kami-kami yang sering pergi sendiri — mencari posisi yang “amanâ€. Saya sudah mengincar satu tempat, tapi saya lihat dia juga mengincar tempat itu, yaitu pojokan, hahahaha…. Tak berapa lama dia memang akhirnya duduk di sana, dan saya putuskan untuk duduk di depan saja, dekat pintu. Eh gak lama si cewek itu lewat lagi, ternyata dia pindah tempat duduk, ke depan pintu juga tapi di sisi seberang dengan meja saya. Jadi posisi kami hadap-hadapan jugalah.
Sementara saya makan dengan lahap gak pake jaim – maklum, perut Batak – dia makan dengan pelan dan sesekali melirik-lirik cemas. Dasar saya penasaran, saya ikut pula menoleh mengikuti arah matanya (haha… bolot-bolot…) tapi tak saya temukan apa yang membuat dia sedikit cemas. Tak lama dia mengeluarkan novel. Tapi groginya tetap terlihat. Kayaknya saya melihat tangannya bergetar. Ahhh lebay deh.. :p Yah sudahlah, mungkin dia belum terbiasa makan sendiri di jam sibuk begini. Harap maklum..
Sejujurnya, saya juga kadang tidak nyaman saat harus makan di tempat ramai seorang diri. Ya harus pinter-pinter pilih tempat makanlah pastinya. Biasanya sih saya pilih tempat yang memang sudah sering saya masuki, jadi sudah paham situasinya.
Bagi saya, menjadi mandiri dan independen itu mutlak dimiliki perempuan (baik yang single atau yang udah married). Jadi gak perlu ada alasan takut atau tidak nyaman bila harus pergi kemana-mana sendiri. Lagian kenapa pula harus takut selama kamu bisa menjaga diri dengan baik? Berpakaian yang sepantasnya, bertutur kata yang baik, dan berbahasa tubuh yang sopan akan menjauhkan pandangan negatif orang yang akan membuat diri tidak nyaman.
Mau ke Ambassador tapi gak ada teman? Pergi saja. Mau periksa kehamilan tapi suami sangat sibuk? Kenapa tidak pergi sendiri? Mau ke toko buku dan baca-baca sendirian? Boleh!! Mau nongkrong sendirian di warung kopi? No problem!!! Eh kalo ini jangan ding, macam abang-abang aja pun…! Di Starbucks lah ya, yang kerenan dikit. 😀
bisa jadi pengaruh budaya keluarga dari si cewek tersebut…sehingga kelak ada perasaan was-was pergi sendiri….
bisa dikaji lewat foklor, misalnya orang tua bilanag “jangan keluar malem2, pamali”
beda halnya kalau tempatnya udah biasa dikunjungi, itu gak masakah….kalau tempat asing kayaknya masalah…..
wah mba, saya dua kali baca postingan ini….he2
Memang klo tempat yg asing sebaiknya tdk sendirian, kec terpaksa. Gimanapun jg cewek rada ga aman klo k tempat2 rawan sendirian.
wanita pasti bisa mandiri 😀
wanita itu banyak kelebihannya, salah satu minum kopi sendiri tanpa harus ditemani oleh siapapun *ting-tong* ;-p
ok2 aja tuh, aku jugi sering pergi makan sendiri atau belanja sendiri, tp memang ke tempat yg sudah biasa didatangi
kalau rame2 malahan ribet, jadi ikut ngebeli yang nggak direncanain
hahaa… nah itu jd beli2 yg g pengen itu yg males.
aku termasuk yg gak suka jalan sendiri, mbak. berasa kayak orang ilang, karena gak ada temen ngobrol. klo gak bener-bener terpaksa, jadinya males keluar sendirian.
coba deh sekali2… pasti asik 😀
(Maaf) izin mengamankan KEDUAX dulu. Boleh, kan?!
Tapi masih banyak banget yang suka sok jaim, kemana2 minta diantar, dijemput dan ditemenin
hmm
baru ngerti nih
ternyata pergi sendirian bagi wanita itu bisa compicated gitu ya artinya
*manggut”*