freelancer wanita

Rutinitas Pagi Freelancer Wanita: Kopi, Anak Remaja, Fokus Kerja

Rutinitas pagi sebagai freelancer, sepenting apa?

Sebagai freelancer wanita yang juga seorang ibu dari remaja, pagi hari adalah momen krusial yang menentukan nada sepanjang hari. Saya tidak pernah menganggap remeh waktu pagi—karena di sinilah biasanya saya bisa mengambil sedikit waktu untuk diri sendiri sebelum hari menjadi sibuk dan dipenuhi permintaan dari berbagai arah.

Saat anak saya masih kecil, pagi adalah urusan terburu-buru. Tapi sekarang, ketika dia sudah lebih mandiri, saya bisa membentuk rutinitas pagi yang lebih tenang, terstruktur, dan bahkan bisa dinikmati. Menjadi freelancer memang menawarkan fleksibilitas, tapi justru karena itulah saya perlu rutinitas untuk menjaga fokus dan produktivitas.

Baca juga: Pengalaman Freelance Saya dan Keraguan Awal Saat Memulai

Pagi hari juga memberi saya momen grounding—duduk sebentar, menarik napas panjang, menyeruput kopi hangat, dan mempersiapkan energi untuk menghadapi pekerjaan sekaligus peran sebagai ibu. Bagi saya, rutinitas pagi bukan sekadar kebiasaan, tapi semacam pondasi harian yang menjaga saya tetap waras dan terarah.

5 Langkah Pagi Saya yang Nyata dan Sederhana

Berikut adalah versi realistis dari pagi saya sebagai freelancer wanita. Tidak selalu estetik seperti di Instagram, tapi cukup membuat saya tetap stabil. Hahah.

1. Bangun Tanpa Alarm, Tapi Tetap Konsisten

Saya biasanya bangun antara jam 4-4.30 pagi. Karena sudah terbiasa, saya jarang pakai alarm. Tidur cukup dan bangun dengan tenang membuat pagi terasa tidak terburu-buru. Hal pertama yang saya lakukan adalah minum setengah gelas air putih hangat. Iya cukup setengah saja karena kalau masih pagi, kandung kemih masih tertekan dan gampang penuh. Saya lalu stretching ringan, cukup peregangan tangan dan punggung untuk melancarkan peredaran darah.

2. Menyiapkan Sarapan dan Bekal Sekolah Anak

Saya lanjut untuk menyiapkan sarapan saya dan anak saya, dan sekaligus masak bekal makan siang anak. Untuk sarapan pagi saya, dua butir telur rebus dan secangkir kopi hitam panas. Kami berdua akan makan pagi sambil mengobrol singkat saja. Obrolan singkat ini bikin saya tetap terhubung tanpa merasa ikut campur. Maklumlah, anak sudah remaja, kalau diajak ngobrol panjang dikit aja dia udah terganggu.

3. Buka Laptop, Cek Agenda Klien

Setelah dapur beres dan anak mulai siap-siap, saya buka laptop dan cek buku agenda saya, melihat to-do list yang sudah saya siapkan sehari sebelumnya. Sebagai pekerja lepas, saya harus bisa menyesuaikan waktu dengan waktunya klien, karena mereka punya kebutuhan berbeda-beda. Pagi hari adalah saat yang tepat untuk menyusun prioritas, termasuk membalas email penting, atau update status pekerjaan. Sebentar saja, cukup 10 menit.

4. Mengantar anak ke Sekolah dan lanjut Olahraga Jalan Kaki

Sekitar jam 6.30 saya mengantar anak saya ke sekolah. Ini jam-jam krusial pergi sekolah karena di depan sana kendaraan arah ke Jakarta sudah memenuhi jalan, berlomba-lomba sampai duluan (dan berlomba masuk rumah sakit). Setelah itu baru saya lanutkan dengan jalan kaki selama 45 menit sampai 1 jam di daerah BKT. Ini jadi semacam mini me-time buat saya. Selain baik untuk kesehatan, rutinitas ini bantu saya menyegarkan pikiran sebelum mulai kerja. Sambil mendengarkan musik jogging yang nge-beat, saya menikmati pagi yang tenang dan udara segar, tanpa mengecek handphone sama sekali!

5. Membuat Kopi dan Mulai Kerja Serius

Begitu sampai rumah, bersih-bersih dan merias diri seperti layaknya pergi kerja. Saya lanjut lagi bikin kopi cangkir kedua, kadang kopi hitam tubruk, kadang pakai moka pot. Aroma kopi pagi itu jadi semacam sinyal bahwa hari kerja sudah dimulai. Saya duduk di ruang kerja kecil saya, membuka dokumen-dokumen yang sudah saya siapkan sebelumnya, dan mulai fokus bekerja.

Bagaimana Rutinitas Ini Membantu Produktivitas Saya

Rutinitas pagi saya tidak sempurna, tapi cukup untuk menciptakan ritme kerja yang stabil. Punya waktu sendiri di pagi hari memberi saya ruang untuk berpikir jernih. Ketika tidak langsung diserbu notifikasi atau pekerjaan, saya jadi bisa masuk ke mode kerja dengan lebih tenang.

Sebagai freelancer wanita, bekerja dari rumah berarti ruang kerja dan ruang pribadi bercampur. Maka rutinitas pagi adalah semacam “jembatan” yang memisahkan dua dunia itu. Saat saya duduk dengan kopi dan mulai mengerjakan daftar tugas, itu sinyal untuk tubuh dan pikiran saya bahwa sekarang waktunya bekerja.

Selain itu, saya juga belajar bahwa pagi yang baik menciptakan hari yang terarah. Saya jadi lebih terorganisir, tidak mudah terdistraksi, dan bisa menyelesaikan tugas lebih cepat. Saya tidak lagi merasa seperti mengejar hari, tapi justru memimpinnya.

Rekomendasi Kopi Bubuk yang Enak untuk Teman Kerja

Buat kalian yang juga freelance dan butuh teman setia di pagi hari, berikut ini kopi bubuk favorit saya yang cocok jadi partner kerja:

  1. Excelso Robusta Gold – Sedikit lebih halus dan tidak terlalu pahit. Cocok untuk yang suka kopi dengan aftertaste ringan.
  2. Tanamera Coffee Ground Blend – Aromanya kuat, dan cocok diseduh manual pakai V60. Buat saya, ini kopi saat saya ingin merasa “fancy” di rumah.
  3. JJ Royal Coffee Toraja Arabica – Rasanya kompleks, sedikit asam dan earthy. Saya simpan untuk hari-hari spesial atau saat butuh inspirasi menulis lebih dalam.

Setiap cangkir kopi bukan cuma soal rasa, tapi juga soal ritual pagi yang bikin saya siap kerja. Buat yang cari kopi di atas, itu bisa dibeli di mana saja, tapi saya biasa beli di Tokped.

Fleksibilitas dan Realita Menjadi Freelancer dan Ibu

rutinitas pagi freelancer wanita

Saya suka dengan fleksibilitas jadi freelancer wanita. Tapi jujur, fleksibilitas kadang bisa jadi bumerang kalau tidak dikelola. Ada hari-hari ketika saya terlalu santai di pagi hari, lalu tiba-tiba sore datang dan pekerjaan belum setengah jalan.

Atau, ketika mood saya sedang turun, saya bisa saja menunda-nunda dan merasa tidak produktif. Ini realita yang kadang tidak terlihat dari luar.

Tantangan lainnya adalah menjaga batas waktu kerja. Karena rumah adalah kantor, saya harus tegas ke diri sendiri kapan waktunya tutup laptop dan kembali jadi ibu. Apalagi anak remaja cenderung tidak lagi “nempel”, jadi saya perlu cari momen-momen kecil untuk tetap dekat, termasuk lewat rutinitas pagi itu tadi.

Saya belajar bahwa rutinitas dan batas waktu adalah dua kunci utama untuk menjaga agar fleksibilitas tetap sehat. Dan ya, kadang saya meleset juga. Tapi tidak apa-apalah, saya belajar menerima bahwa tidak semua hari akan sempurna. Yang penting, saya selalu kembali ke niat awal: ingin menjalani hari dengan penuh kesadaran, bukan sekadar bertahan.

Ok kurang lebih begitu..

Menjadi freelancer wanita di usia 40-an bukan soal mengejar idealisme, tapi tentang menemukan ritme sendiri. Pagi saya mungkin tidak instagenic, tapi selalu penuh makna. Karena dalam rutinitas itulah saya menemukan kekuatan untuk tetap hadir—sebagai pekerja, ibu, dan diri saya sendiri.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.