“Sudah pernah naik?” Seorang bapak berbaju biru tua dengan tulisan “Strada” bertanya pada saya yang sedang memandang takjub pada roller coaster merah tua di atas sana. Beliau sedang duduk di bangku panjang menunggu istrinya yang ke toilet.
Halilintar. Salah satu permainan adu nyali di Dunia Fantasi, mainan paling favorit bagi saya.
“Wah, sudah sering, Pak. Jaman muda dulu, waktu masih… emmm… umur belasan, dua puluh tahun gitulah Pak. Sekarang sudah malas, Pak. Pusing.”
Si bapak melongo sebentar. Kira-kira dia melongo kenapa ya, apa karena kata-kata “masa muda” dan “umur belasan” itu? Memangnya si bapak kira saya umur berapa ya? LOL. Maafkan saya terlalu jujur Pak, sama sekali tidak bermaksud sok tua atau sok mantap, hanya saja memang saat umur-umur segitulah si “anak Irian” ini mengenal dan menaklukkan semua permainan di Dunia Fantasi. Anyway, istilah anak Irian memang jadi julukan dari orang tua kami, buat saya dan abang saya, semacam penyemangat dan jargon, bahwa “anak Irian” tidak boleh kalah dengan anak kota. Ceritanya kan kita “anak kampung”, jauh-jauh dari pulau Biak datang liburan ke Jakarta, dikenalkan dengan saudara-saudara sepupu yang mentereng khas anak kota besar. Kontras sekali perbedaan itu.
“Kalau yang belum pernah, pasti semangat ya,” lanjut si bapak tadi. Saya mengangguk. Tak berapa lama setelah istrinya datang, beliau pamit, bergabung dengan beberapa orang lain yang satu rombongan besar dengan mereka, berbaju “Strada”.
Oh. Sudah mau tiba giliran mereka. Saya bergegas ke depan, karena saya ingin mengabadikan momen saat abang saya membawa anaknya Sasha — yang sebentar lagi akan genap berusia 10 tahun — menaiki Halilintar untuk pertama kalinya. Sasha terlihat sedikit deg-degan, tapi tidak bisa menolak karena papinya memaksa, dan duduk paling belakang pula. Ke Dufan kan tidak bisa setiap waktu, jadi mari dimanfaatkan seefisien mungkin. Meski tidak semua permainan adu nyali dicoba karena umur anak-anak belum cukup, minimal yang satu inilah.
Saat turun dari Halilintar, Sasha bilang, “Ternyata asyik – lah, Bou…!” Wow! Dia menyukainya. Tapi cukuplah, tidak perlu coba dua kali, antriannya panjang banget soalnya. Maka kita berpindah ke permainan lain.
Ini memang pertama kalinya anak-anak dibawa main ke Dufan. Karena lagi libur sekolah, maka keluarga kami di Medan pun datang semua ke Jakarta. Orangtua, dan keluarga si abang. Dan umur anak-anak semua sudah bisalah untuk dibawa main ke Dufan, sudah banyak permainan yang bisa mereka mainkan, jadi gak sayang bayar mahal untuk tiket terusan seharga Rp200.000 per-orang.
So, Senin kemarin kami pun rekreasi ke Dunia Fantasi, Ancol. Wuih, ruameeeee banget Dufan. Full. Ya, namanya juga musim liburan ya. Anak-anak hepi dong pastinya, meskipun harus kucing-kucingan sesekali setiap ada badut Dufan lewat. Masuk ke Istana Boneka, Rumah Jahil, Rumah Miring, terus cobain permainan adu tembak, main Komidi Putar, Alap-Alap, Gajah Bleduk, Bom-bom Car, Poci-Poci, Halilintar, Ontang-Anting. Karena bareng-bareng sama sepupunya, Vay semakin berani. Tidak takut diajak nyobain wahana, sudah mau coba minuman teh dingin di dalam botol (sebelumnya belum pernah minum tuh!), sampai akhirnya mau ikutan makan es krim kayak sodara-sodaranya. Eh, malah doyan. 🙂
Menjelang sore baru kita nonton pertunjukan teatrikal Treasureland: Temple of Fire, yang merupakan wahana terbaru di Dufan. Pertunjukan ini bercerita tentang petulangan seorang arkeolog mencari artefak di kuil kuno. Bagus, karena pertunjukan ini juga didukung oleh penggunaan efek-efek yang menegangkan dan mengejutkan, seperti suara tembakan dan ledakan, semburan api, batu raksasa yang jatuh lalu pecah berkeping-keping, pasir hisap, sumur, air terjun, pesawat tempur, dan yang tak kalah bagus tentu saja para pemainnya yang bermain dengan total. Kalau menurut saya, ini adalah salah satu wahana wajib kalau main ke Dufan. Jangan sampai tidak. Dan catat juga: jangan ambil posisi tempat duduk di sisi tengah panggung hingga baris ketiga. Anda akan terkena semburan air yang lumayan. LOL. Maaf ya bo’, karena kita masuk lima menit sebelum pertunjukan mulai, maka kita kebagian posisi samping, baris kedua. Saat di akhir pertunjukan ada semburan air lagi ke arah samping, tetap gak kena. Weee… gak kena, gak kena..!
Terakhir sebelum pulang, kita naik Bianglala. Si kincir besar yang jadi maskotnya Dunia Fantasi. Dari atas kita bisa melihat para pemain Hysteria dan Kora-Kora yang histeris jejeritan, sampai kapal-kapal di kejauhan. Masih banyak permainan lain yang belum dicoba tentu saja, tapi tak apalah. Masih bisa di lain waktu.
Saya sendiri? Saya lebih banyak jadi penonton saja. Menikmati suasananya. Suasana keramaian, kehebohan, kegembiraan, luar biasa. Lupa sejenak sama penatnya pekerjaan.
dulu aku berani naik halilintar berapa kali…
kl sekarang liatnya aja kok ngeri ya
Aku pernah nyobain naik halilintas CS di dufan mba Zy..tapi abis itu otot ku keram semua gara2 tegang..abis itu dibayar juga aku gak mau lagi naik..#kapook
Dufan itu entah kenapa tetap mengasyikkan ya… tapi seumur-umur aku belum pernah dan nggak mau jajal permainan kayak Halilintar gitu 🙂 Thanks but no thanks karena takut hahahaha
wah, Vaya asik ya ke Dufan rame-ramenya…hi hi, kalau Ibu 3 boys penakut nih gak berani salam ke Halilintar
Diriku ga pernah naik halilintar. Waktu masih punya nyali, halilintarnya lagi maintenance. Gitu sudah bisa malah ga bernyali. Hahaha. Jendral kancil pas mau nyoba, ga jadi karena bapaknya juga takut.. jadilah batal. Gedean bentar lagi, bapaknya mau ga mau harus kuat buat nemenin naik yang lebih uji nyali. Emaknya gendong bayi aja.
Muka Vay pas naik halilintar kecil lucu ya… nahan seram sepertinya.
Terus.. biasanya anak-anak kalau ada temannya jadi lebih mau nyoba macam-macam. makanya suka lebih semangat di sekolah ketimbang di rumah.
Terakhir, sebagai sama-sama anak daerah.. dulu pas Jambore Nasional lihat anak Jakarta itu keren banget.. keren-keren.. dan tak teraih.. halah.
Tiketnya sekarang lumayan juga ya. Tiga tahun lalu kayanya tiket terusan belum segitu. *ya iyalah beda, hehe*
Oia, Vaya masih takut dengan badut? Kirain udah mulai “sembuh”, kan makin gede 😀
Iya lumayan mahal sih, apalagi klo pergi kebanyakan org gede tp ga main hehehe…
Wah aku terakhir ke Dufan jamannya kuda gigit besi. Masih ingat tuh pas nail Niagara2, aku duduknya paling belakang, ternyata salahsatu pegangan besi disamping tuh copot, jadinya aku pegangan pinggang teman yg duduk didepan, gga kepikiran kalau pas kita turun dengan cepat kayak gitu, aku malah numplek diatas temenku (cewe lho). Sejak itu aku jadi khawatir safetynessnya Dufan jd gga pernah balik lagi kesana. 200 ribu harga ticket, equivalent ama 20 dollars, jamannya aku masih kuliah di Texas, kalau Coke lagi promo, kita bisa bawa an empty can of Coke yg ada tulisan 20 dollars harga ticket masuk ke Six Flags Over Texas (similar ama Magic Mountains di California). Kemaren ini pas bonyok datang kita ke Silver Dollar City, amusement park punyanya Dolly Parton, harga ticketnya 58 for adult and 48 for kids. Aku sih gga main, kongko2 ama bokap-nyokap sambil nungguin anak2 dan daddynya mainan rollercoasters.