Lama juga gak updated blog. Gara-gara internet di rumah putus sambung gak jelas semangat menulis juga ikutan turun naik.
SEKILAS MUDIK
Dua minggu kemarin, total mengurus anak, itu adalah hal yang susah-susah gampang buat saya. Yang susah adalah: urusan makan. Yakin banget deh, pasti banyak ibu yang setuju dengan saya untuk urusan ini.
Membawa anak liburan memang bukan hal yang mudah buat saya. Seperti tahun lalu waktu kami menghabiskan libur lebaran ke Bogor, saya harus bawa rice cooker untuk masak makanannya di dalam kamar hotel. Nah kali ini kan kami mudik ke rumah orang tua, harusnya lebih enak dong. Aihhh ternyata sama saja. Mendadak Vay seperti gak doyan apapun. Makanan yang masuk pun sedikit sekali. Kadang cuma mau ayam gorengnya saja, itu juga beberapa kali gigit udah cukup katanya. Dibikinin sup wortel, hanya mau kuahnya saja. Tapi untungnya dia masih mau disuapin sayur kaylan favoritnya sampai habis. Kalau jalan-jalan ke mall pun, dia hanya mau makan kentang goreng.
Akhirnya saya mengalah, bagaimanapun yang namanya liburan panjang begini kan bukan hal yang rutin buat saya dan dirinya, jadi tentu kami semua butuh adaptasi. Yeah, kadang-kadang maminya ini kan memang terlalu ketat dengan aturan sendiri, jadinya stress kalau anak gak mau makan, hehehe… Jadi kali ini saya melembutkan hati, mengalah… saya ikuti saja dia maunya makan apa. Cuma mau roti, yo wes, mau donat, okelah. Untung saya sempatkan membeli pasta La Fonte, ini salah satu favorit Vay yang gak pernah dia tolak, direbus begitu saja dengan garam dan bawang.
Well. Kadang kalau lagi pusing mikir anak susah makan, saya pun mikir, duh enaknya kalau si Vay seperti anaknya si Anu, makan gak pilih-pilih, spaghetti masuk, pizza masuk, ayam kentaki masuk. Tapi ya sudahlah, anak kan beda-beda toh, dan Vay termasuk model anak yang ‘ragu disuruh mencicipi’ makanan baru. Dia hanya terbiasa dengan makanan rumahan, tanpa banyak bumbu. Jadi kalau saya janjian kongkow di mall sama teman-teman, saya selalu minta keringanan menentukan waktu, karena menunggu Vay selesai makan dulu di rumah, lalu ke mall, dan tidak lama-lama di sana, kami pulang lagi, biar Vay bisa makan di rumah. Gak tega aja bersantai-santai nongkrong ama teman, tapi anak perutnya kosong. Minta dicekek omak kek gitu.
Actually saya juga menemukan satu lagi penyebab kenapa anak-anak seperti Vay malas makan pas mudik. Karena kecapekan main. Yang biasanya kalau di rumahnya tidur siang dua kali, kemarin boro-boro tidur siang. Yang ada main terus sampai sore, tidur sejam, lalu main lagi sampai malam. Di hari lebaran, badan Vay panas, karena kurang istirahat. Dan dua hari sebelum kembali ke Jakarta, Vay memecahkan rekor tidur selama 15 jam dua hari berturut-turut! Dari jam 5 sore sampai jam 8 pagi keesokan harinya. Akibat akumulasi capek main hehehee…
So, Senin 5 September kemarin saya sudah tiba kembali di Jakarta. Berangkat dengan penerbangan paling pagi (jam 6), saya, Vay, my bff Uam, dan Tante Cie (iya, si tante sebenarnya sudah pulang duluan ke Medan waktu puasa tapi sekarang ikut lagi ke Jakarta). Cuaca Medan di pagi hari itu hujan sederas-derasnya, dan sejujurnya tentu saja kita sangat khawatir terbang dalam cuaca buruk. Mami saya sms, bertanya apa pesawat kami tetap on schedule mengingat derasnya hujan. Ya dalam hati sempat berharap agar Lion menunda keberangkatan, tapi ternyata panggilan untuk naik ke pesawat tepat pada waktunya. Dan karena tidak ada garbarata di bandara Medan (dan semua bandara daerah kali), jadi kami harus naik bus dari ruang tunggu menuju pesawat, yang kemudian berhenti tepat di depan tangga pesawat. Saat pindah dari pijakan bus ke anak tangga pesawat, meski dipayungi petugas, tetap saja wajah dan tangan terkena air hujan yang tempias oleh angin. Vay sedikit cemas dalam gendongan karena kena air. Genangan air hujan menyambut kami di pintu masuk pesawat. Kata Uam: “Udah macam naik bis aja nih.†Hujan tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Saya – seperti juga penumpang lain kayaknya – berdoa untuk keselamatan kami dalam penerbangan. Sekitar 30 menit kemudian baru kami take off, ternyata… begitu sampai di atas, perlahan cahaya matahari menyembul dari balik awan, dan cuaca cerah sekali! Sinar kekuningan matahari yang memantul di awan, benar-benar surga. Indah. 🙂
Si Tante dan Vay tertidur pulas – ya maklumlah, harus bangun jam 3 pagi – dan saya menghabiskan waktu mengobrol dengan Uam. Saya memang menyamakan jadwal mudik saya dengan jadwalnya Uam (biar ada teman di pesawat), karena doi kan orang Medan juga, pasti kangen Medan dan pengen berlama-lama di Medan. Beda dengan ayah si Vay yang mau buru-buru pulang ke Jakarta. Jadi saya memilih berangkat duluan dan pulang belakangan.
Penerbangan kami so smooth… dan alhamdulillah saat landing juga lancar. Kayaknya sampai saat ini saya masih berjodoh dengan Lion, belum pernah delayed soalnya :p.
Home sweet home. Rasanya lega begitu sudah tiba di rumah. Meski begitu tiba di rumah langsung berberes karena lantai-meja-rak penuh debu, tapi hati dan pikiran benar-benar sudah lega. Ya gimanapun enaknya liburan, rumah dan rutinitas adalah hal yang pasti dirindukan.
FUN SHOPPING
So cuti saya masih lanjut dong, karena bedinde-bedinde dan nanny si Vay belum balik (tapi sekarang sudah). Dan alhamdulillah, nafsu makan Vay kembali begitu tiba di Jakarta. Makan di rumah lancar, dibawa makan keluar (makan bakso di Giant) juga OK.
Jadi ceritanya beberapa hari lalu saya janjian dengan teman saya Lin, pergi untuk suatu urusan, ke Giant di Gatsu. Jadi setelah kami makan siang di foodcourtnya di lantai 2, turunlah kami ke bawah, maksudnya mau sekalian belanja bulanan, mumpung ada di supermarket Giant di bawah.
Dan ternyata Giant yang ini ada trolley kecilnya. Woouuu….. Vay langsung jejingkrakan. Dia memang suka sekali kalau diajak belanja ke supermarket, tapi selalu keberatan bila harus mengangkat keranjang atau mendorong trolley besar. Jadi kemarin itu adalah hari keberuntungan buat kami berdua: ada trolley kecil, dan suasana Giant juga tak begitu ramai sehingga saya lebih leluasa mengajarinya berbelanja.
Asli kocak banget si Vay. Meniru habis gaya maminya. Saat saya berdiri di depan deretan rak dengan tampang serius dan bertolak pinggang (ceritanya lagi mengingat-ingat kemarin pakai merek apa), lirikan mata saya menangkap dia menoleh ke saya lalu ikutan bertolak pinggang. Hahaha! Dan setiap apapun yang saya masukkan ke trolley saya, dia juga melakukannya. Dan tidak boleh sharing di trolley dia! Saya mau nitip tisu gak boleh katanya, tisu saya besar jadi harus di trolley besar, dan dia sudah ambil tisu kecil untuk trolleynya. Sampai akhirnya saya membagi tugas, saya bilang dia hanya boleh mengisi trolleynya dengan keperluannya, jadi tak boleh mengambil barang yang sudah mami ambil duluan. Oke dia setuju. Tapi beberapa belanjaan saya yang sudah keburu ada di trolleynya tak boleh dipindahtempatkan. Dia hapal lho! Saya kan diam-diam mengambil dua bungkus kapur barus dari trolleynya, mau saya pindahkan ke trolley besar, maksudnya biar gak bercampur dengan jajanan yang ada di trolleynya. Eh dia ingat! Begitu dia lihat kapur barusnya hilang, langsung saya dikejar, diambil balik. Saking semangatnya Vay berbelanja, bawaannya mau ngebut aja di dalam lorong supermarket. Petugas, pak security, dan pengunjung lain yang berpapasan dengannya sampai senyum-senyum sendiri, ada anak kecil heboh belanja.
Nah saat giliran mau bayar, Vay juga mau belanjaannya dibayar terpisah. Saat dia minta uang ke saya, saya katakan padanya, “Mami gak ada uang. Lihat, ini mami bayarnya pakai kartu dari ayah.†Ditanyanya lagi, kartu apa itu mami. Nanti saja di rumah mami terangkan, jawab saya. *capek bo, gak siap-siap nanti nanyanya hehehee..
Pulang dari Giant, saya pun mikir. Sepertinya sudah saatnya mengajarkan Vay untuk berbelanja dengan uangnya sendiri, walaupun dia sendiri belum paham akan nilai uang.
Maka Sabtu kemarin, saya katakan padanya bahwa kita akan pergi berbelanja lagi, tapi kali dia akan membayar dengan uang miliknya sendiri. Pas benar Vay punya satu coin bank yang sudah penuh sejak awal tahun (sampai sudah peyot-peyot celengannya karena kebanting-banting). Saya katakan padanya bahwa semua koin yang ada di dalam celengan itu bisa kita pakai untuk membayar belanjaan, karena koin itu uang juga, sama dengan uang kertas.
Semangatlah si Vay. Dengan sebilah pisau, celengan kecil itu kami belah. Koin-koin itu dituang ke ember kecil miliknya, dan dia berkeliling menentengnya dengan bangga. Dia bilang mau beli Bubble — pistol gelembung itu.
Capek juga lho menghitung uang koin, terutama kalau isinya banyakan koin seratus, haha.. Dapatnya lumayan juga, Rp.106.400 dengan koin seratus rupiah sebagai penyumbang terbanyak, dan koin lima puluh rupiah yang paling sedikit, ada delapan keping. Koin-koin itu saya pisah-pisah persepuluh dan direkat dengan selotip.
Kemudian saya menjemput Vay ke sekolah dan kami lanjut ke Buaran Plaza untuk menghabiskan uang celengan si Vay. Pertama, singgah ke toko buku. Di situ ada boneka dengan batre, katanya dia mau itu. Tapi harganya mahal bo’, hampir dua ratasan. Saya katakan padanya, uangnya tidak cukup dan mami tidak mau nambahin kalau selisihnya terlalu banyak. Habis itu pindah lagi ke bagian buku. Ada buku dongeng princess yang tebal, waktu dilihat harganya, aiihhh… lebih mahal lagi, hampir tiga ratus ribu.
Hmm.. akhirnya kita pergi ke Carefour saja. Dengan uang seratus ribu, tentu bisa dapat lebih banyak dibanding kalau beli di toko buku. Namanya juga anak-anak kan, pasti senang kalau dapatnya banyak, gak peduli barangnya murahan. Di dalam Carefour, pilihan Vay jatuh pada bubble, celengan, dan cooking play set (isinya burger, french fries, hot dog, dll). Tapi gak bisa belanja pakai trolley sendiri, trolley Carefour kan gede semua yah, kurang safety untuk anak-anak, jadi dia berbelanja dari dalam trolley saja hehe… Total belanjanya sekitar seratus dua puluh ribuan, yeah.. tak apalah saya menambah sedikit..
Bagaimana reaksi mbak kasir saat menerima koin-koin itu? Ah untunglah mbaknya sabar. Sebelum mengantri saya memang lihat-lihat dulu kasirnya, cowok or cewek, tua or muda, tampang manis or jutek. Malas kalau dapat kasir cowok, suka buru-buru dan gak sabaran. Mbak yang ini dibantu oleh temannya menghitung koin-koin itu, diiringi tatapan dari kasir-kasir lain, hehee… maklumlah suasana Carefour siang itu memang cukup sepi.
Pulang ke rumah, Vay langsung mengisi coin bank barunya dengan koin gopekan pertama dari saya. Dia jadi semangat sekali menabung koin di celengan, karena sudah tahu bahwa koin-koin itu ternyata bisa untuk belanja.
Kayaknya kegiatan fun shopping ini bagus juga kalau dijadikan kegiatan rutin kami berdua, hehe… Ya tentu saja kalau nunggu celengan barunya penuh baru belanja akan lama sekali karena celengannya ini gede, jadi so pasti next-nya si mami yang akan membayar untuknya. Tentu dengan budget yang sepantasnya untuk anak kecil, meski saya juga tidak tahu berapa sebenarnya yang cukup sih sekarang untuk jajan anak-anak? Kalau sepuluh ribu untuk belanja seminggu sekali ke Indomaret, cukup, kurang, atau kebanyakan gak ya?
Zee, sampe bingung mau komenin yang mana dulu nih…seru semua 😀
Hehe, saya juga dulu sering ngalamin lari-lari dari bis ke pesawat pas hujan…duh, repot. Apalagi kalo tentengan kita lagi heboh!
Trus saya juga salut dengan cara Zee ngajarin Vay *yang lucuuuuu* buat mengenal nilai uang. Kita memang harus tarik ulur, jangan ngajarin boros tapi juga jangan ngajarin pelit.
Sepuluh ribu seminggu buat sekali belanja?
Kayaknya cukup deh kalo belanjanya cemilan-cemilan doang, tapi kalo mau beli mainan, tambahin dikiiit aja 😉
Iya lho, 10 rb itu pun pas-pasan untuk beli cemilan. *musti giat nih bekerja cari masukan :D*
hehehe..pengalaman mudiknya sama dgn saya mba..harus bangun subuh ngejar pesawat..hehehe…
duh..lucunya kalo ajak si kecil belanja..itu gak rewel mba?…
Dia sih suka, mungkin karena anak perempuan jadi betah ambil ini itu.
lucunya anakmu mbakyu…nggemesin!
sabar kali aku mbaca postingan kakak kali ini, ceritanya seru banget. jadi terinspirasi buat ngajarin rico untuk belanja juga. cuma dia itu paling gak sabaran kalo diajak jalan2 hehehe
Vay jadinya tambah rajin nabung nih punya celengan baru
Mungkin karena anak cewek ni ya Jul makanya semangat dia klo belanja hehee..
Wah terimakasih idenya untuk membiasakan anak rajin menabung.
Iya, karena si anak ngeliat manfaatnya jadinya tambah rajin.
Salam,
Saya adalah orangnya yang dulu waktu kecil juga suka makan. Jadi, sepertinya memang sudah adatnya anak kecil itu kebanyakan malas makan “yang benar”. 😛
Haha. Lucunya anak kecil berbelanja.
“Dia meniru apa yang dilihatnya.” 😀
Kasirnya pasti maklum karena yang berbelanja anak kecil. Coba kalau orang dewasa, berbelanja pakai koin semua begitu. Pasti tatapannya bakal lain.
Kemarin, benar-benar kemarin itu. Pergi naik bus transjakarta. Saya kasih limaribuan ke mbak penjaga loket, dikasih kembalian satu koin limaratusan dan sisanya (seribu rupiah) terdiri dari koin duaratusan dan seratusan. Kesal sekali saya.
Maka ketika pulang, naik bus transjakarta lagi, saya balas saja dengan membayar menggunakan uang kembalian tadi ditambah uang-uang koin yang ada di tas. Mbak penjaga loketnya terpaksa menerima setelah mata saya pelototkan. 😀
Betul itu. Kalo kita ada koin, kita kasih saja untuk belanja atau bayar ongkos. Terutama yang lima puluhan itu, biar gak ada alasan mereka balikin pakai permen 😀
haha…Vay niru Mr. Bean waktu bayar karcis bioskop ya? pake koin setumpuk… 😀